Selasa, 02 Agustus 2011

Sang Pemimpi -Short Story-


Apakah kamu tau orang yang benar benar sayang kepadamu ? bukan orang yang sekedar tau apa yang kamu suka dan apa yang kamu benci, tapi orang yang mengerti apa yang terbaik untukmu.

Bukan mereka yang sengaja memberi perhatian padamu. Tapi mereka yang selalu mengerti keadaanmu.bukan mereka yang ingin memilikimu, tapi mereka yang rela kehilanganmu demi kebahagiaanmu..

Bukan mereka yang berani menyentuhmu, tapi mereka yang merasa dirimu terlalu suci untuk disentuh. Bukan mereka yang menyukai kelebihan yang ada padamu..


Tapi..

Mereka yang menerima dirimu apa adanya..

(sms berantai)

>>>>><<<<<< 

“Oh jadi itu alesan lo pacaran sama gue ? biar lo lebih gampang jadi penyanyi ? eh asal lo tau ya, mau lo pacaran sama gue seabad pun, impian lo ngga akan pernah terwujud !!” amarah pemuda tersebut meledak. Memarahi kekasihnya via telpon.

“Lo mau jelasin apa lagi ? gue udah tau semuanya. Sahabat lo sendiri yang bilang ke gue. udah lah De gausah boong lagi sama gue. mulai sekarang kita putus !” Tuuuutttt…

“ARRRGGHHH !! Brengsek semua !!” pemuda tersebut menggeram, kemudian memukulkan telapak tangannya ke stir. Berharap dengan begitu, rasa emosinya sedikit tersalur. Namun tidak, hatinya masih 100% dipenuhi dengan hawa setan itu.

Jelas saja pemuda itu marah. Bagaimana tidak ? 2 tahun menjalin hubungan dengan gadis yang (cukup) disayanginya. Eh mau tau mau harus menelan kekecewaan kala sahabat dari gadis itu tak sengaja bicara ‘tujuan’ gadisnya memacari pemuda tersebut.

“Harusnya gue tau sejak awal. Argh !! jangan jangan semua cewe yang pacaran sama gue punya tujuan sama. Semua gara gara bokap !!” pemuda tersebut terus saja mengomel sendiri sambil menarik pedal gas dalam dalam. Mungkin dengan kebut kebutan, suasana hatinya lebih baik, menurutnya.

Tapi bagaimanapun emosinya Ia, tetap saja pemuda itu harus menjalani kewajiban memberhentikan kendaraannya kala tiang bermata 3 didepan menunjukkan cahaya merah menyala.

Sekali lagi, pemuda tampan itu kembali merutuk. Kali ini merutuki lalu lintas Jakarta yang masih saja sempat sempatnya menyalakan lampu merah saat Ia tengah galau.

“Damn ! lama banget sih lampu merahnya !”

1..2..3..dan..umm..entah berapa banyak pemuda itu menghela nafas panjang. Simbol jangkung bermata itu tak juga mata hijaunya. Sudah berapa lama ini..saking lamanya si empunya mobil sampai tenggelam dalam lamunannya.

Asik sekali Ia melamun. Sampai tak menyadari sudah berapa kali seseorang diluar sana mengetuk kaca mobilnya. Pada ketukan terakhir-yang tampaknya diketuk dengan kekuatan super-lelaki tersebut mengangkat wajahnya, menoleh ke jendela. Pelaku pengetuk-yang merupakan seorang gadis-mengisyaratkan kepada sang pemuda untuk membuka kaca jendela. Ogah ogahan, si lelaki pun menurut.

“Apa ?” tanyanya ketus.

Bukan menjawab, gadis itu malah menengadahkan telapak tangannya. Si pemuda pun keheranan. “Apa-apaan nih ? pengemis ya lo ?”

TOK..

“Aww !” pekik si pemuda kesakitan begitu dijitak sang gadis.

“Eh kenapa sih lo ? sakit tau. Emang beneran kan pengemis ?!”

“Sekali lagi lo bilang gue pengemis, gue getok pake gitar nih ?!” ancam sang gadis sembari menunjukkan gitar kuno yang Ia tentang sedari tadi. Melihat barang yang baru saja ditunjukkan gadis itu, sang pemuda paham siapa sebenarnya orang didepannya.

“Oh ngamen toh ? dimana mana kalo mau ngamen tuh nyanyi dulu baru minta duit. Ini malah minta duit dulu. nyanyi woi ! pemales !” pemuda itu mengkritik dengan cuek dan tak peduli.

“Ih sayang banget sih lo ganteng ganteng budeg. Dari mana aja helo ? gue itu sejak tadi nyanyi. Cuma lo aja yang kelewat budeg sampe ga denger suara merdu gue. oh jangan jangan lo tuna rungu lagi ? gue cek ya. AAAA..nah gue ngomong huruf apa barusan ?” cerocos sang gadis. Membuat pemuda dihadapannya sewot setengah mati.

“Cewe freak. Terserah deh mau nyangka gue tuna rungu ato apa. Peduli apa sih gue ?!” Perlahan, mobil Honda CR-V hitam itu melaju. Lampu hijau ternyata.

“WOI jangan kabuuuurrrr !! mana upahnya ??!!!” teriak sang gadis. Seperempat detik setelah teriakan, sebuah tangan terjulur dari balik kaca jendela mobil, tangan yang jemarinya mengapit selembar uang berwarna merah jambu. Detik berikutnya, jemari tersebut melepas genggamannya terhadap uang kertas itu. akibatnya, kertas yang paling berharga di dunia itu melayang. Dan kebetulan berhenti didepan kaki sang  gadis.

“Sombong banget sih tuh cowo. Blagiu. Awas ya kalo gue ketemu lagi. ih ngga akan gue kasih ampun” umpat si gadis seraya berjalan. Meninggalkan uang itu begitu saja. Biarlah pengamen ato pengguna jalan lain yang memungut kertas merah jambu tersebut.

>>>><<<<< 


“Rio..kemana aja kamu ? papah kan sudah bilang, dalam minggu ini kamu harus ke studio ! karna papah pengen menunjukkan kualitas vokal kamu ke staff papah. Supaya papah bisa menunjukkan ke mereka kalo kamu pantas diorbitkan sebagai penyanyi !” ceramah seorang pria setengah baya begitu si pemuda menapakkan kaki di rumah.

“Pah, udah berapa kali sih aku bilang..kalo aku ngga mau jadi penyanyi. Aku Cuma punya 1 cita cita. Jadi pelukis. Jadi seniman. Dan bukan penyanyi” sanggah Rio, si pemuda.

“Pelukis ? apa yang kamu harapkan dari pekerjaan yang tak menghasilkan itu ? masa depan kamu akan suram jika kamu menjadi pelukis !”

“Hah ohya ? kata siapa Pah ? lagipula aku ngga mengharapkan sukses atau kaya seperti papah. Aku menjadi pelukis karna kecintaanku sama dunia itu. aku jadi pelukis, untuk diriku sendiri. bukan untuk orang lain. Dan bukan untuk papah !”

“RIOO !”

“Daripada papah maksa Rio buat nurutin kemauan papah, kayanya mendingan papah ngeluangin waktu buat mamah. Kasian pah mamah. Mamah butuh papah”

“Diam kamu! gausah ngajarin papah. Anak baru kemaren sore, yang harus kamu lakukan saat ini bukan menggurui orang tua, tapi patuhi impian orang tua. Impian papah !”

“Maaf pah, tapi setauku, yang namanya orang tua itu hanya mengharapkan. Dan bukan memaksa” tegas Rio. detik berikutnya, pemuda tersebut melangkahkan kaki ke sudut ruangan lain dalam rumah besar itu. meninggalkan pria berpredikat ‘ayah’ dalam keluarganya.

BRAAKKK !!
Suara gebrakan pintu itu terdengar sangat jelas di tengah kesunyian rumah tersebut. Menggaung dan menyebar cepat. Setiap yang mendengar suara itu pasti langsung tau bahwa si pembanting pintu tengah diselimuti amarah.

Rio, melangkah gontai. Duduk di pinggiran ranjangnya. Mencoba menetralisir pikirannya dari segala sifat negatif seperti amarah. Pemuda tersebut menghela nafas. Setelah cukup merenung, Rio bangkit dan mengambil beberapa potong pakaian yang Ia selipkan kedalam tas. Bukan hanya itu, seluruh peralatan lukisnya pun Ia sertakan. Pemuda tersebut melangkah meninggalkan kamarnya setelah dirasa cukup berbenah.

Laju kaki Rio terhenti. Pada sebuah titik. Yakni didepan kamar ibundanya. Pada kamar yang kebetulan pintunya setengah terbuka, Rio mencuri pandang. Hatinya berdesir. Sungguh, jika bukan karna seseorang yang ada didalam kamar tersebut, pastilah Rio sudah lama minggat dari rumah neraka itu. kabur dari segala paksaan ayahnya. Tapi yah..pada kenyataannya Rio tak sekejam itu. menelantarkan wanita setengah baya yang sejak kecil dipanggilnya mama.

TOK..TOK..

“Ma..” panggil Rio pelan. Wanita yang tengah duduk membelakangi Rio itu tak bergeming. Tetap pada posisinya. Nampaknya memang sapaan Rio terlalu lirih. Lelaki hitam manis itu memutuskan untuk menghampiri mamanya.

“Ma..ini Mario” sapa Rio sembari mengusap lembut pundak sang bunda. Bundanya menoleh, menatap Rio sayu. Membuat Rio semakin miris.

“Sayang..ada apa antara kamu sama papah ? tadi mama denger keributan kalian. mama mohon nak, jangan bantah perintah papa kamu lagi ya. kamu harus percaya semua yang Ia lakukan adalah untuk kebaikan kamu” ujar sang mama. Rio menunduk. Kemudian mengangkat wajahnya kembali.

“Rio..Rio ngga ada apa apa sama papah kok mah. Mama tenang aja” Rio tersenyum tulus. Tepatnya mencoba tersenyum tulus. Agar bisa menjamin keadaannya baik baik saja didepan mamanya. Walau kenyataannya tak begitu. Mamanya ikut tersenyum. Pandangan sayu wanita itu beralih ke tas yang tengah menempel di punggung anak semata wayangnya. Seketika itu pula senyumnya pudar.

“Kamu mau kemana ?”

Senyum Rio pupus. Harus jawab apa dia ? “Umm..Rio mau liburan bentar ya mah. Rio pengen nyari sesuatu yang belum pernah Rio dapetin selama ini”

“Iya tapi kamu mau kemana ?”

Pemuda itu mengedikkan bahunya. “Rio pergi ngga lama kok. Secepatnya, Rio pulang untuk mamah. Rio ngga akan biarin mamah sendirian dibawah tekanan papah. Percaya ma, mama ngga akan nyesel punya anak kaya Rio”

Mario memeluk erat dan mencium kening bundanya.

“Rio Cuma sebentar mah. Selama Rio pergi, mama jaga diri ya. jangan lupa makan, tidur yang cukup biar mama ngga stress. Rio sayang mama”

Dan..kepergian Rio diiringi oleh tatapan sayu oleh sang mama.

>>>><<<<< 

Disinilah. Dipinggir jalan kota yang jauh dari lalu lalang kendaraan. Seorang pemuda dengan mobilnya terdiam sendiri. pemilik mobil menidurkan dirinya diatas kap mobil, menatap langit. Matanya terpejam. Butuh ketelitian untuk mengetahui adanya bulir bulir bening yang keluar dari ekor mata Rio. airmata yang nampak silau diterpa lampu kota.

Ya, pemuda itu tengah terpuruk. Merasa dirinya berada dititik terbawah. Di roda hidupnya yang terendah. Tak ada secuil pun kebahagiaan yang Ia rasakan pada posisinya saat ini. apa ? memiliki ayah yang notabene produser salah satu perusahaan rekaman. Dengan pendapatan diatas rata rata. Menempatkan dirinya dalam golongan ‘priyayi’. Tapi tidak, karna kebahagiaannya bukan terletak pada materi. Bukan..Rio tak peduli apabila Ia tak memiliki segala fasilitas mewah dari hasil kerja ayahnya. Rio bahkan PERNAH mengharapkan lebih baik dapur rekaman itu ludes terbakar atau bangkrut. Jika itu adalah jalan satu satunya untuk mengembalikan kebahagiaan keluarganya, Rio rela Tuhan memberlakukan hal terburuk pada perusahaan yang sesungguhnya milik sang kakek tersebut.

Hmm..jam berapa sekarang ? sudah lebih dari 2 jam Ia meratapi nasib layaknya anak tiri yang tengah mengadu pada bintang bintang di langit. Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk bangkit. Bangkit dan kembali ke rumah. Satu nama dan satu wajah yang membujuknya pulang. Ya, siapa lagi kalo bukan mamanya.

“Konyol banget sih gue pake minggat dari rumah segala. Kaya cewe aja. Haha” gumamnya pada dirinya sendiri. perlahan, mobilnya melaju pelan. Pelan. Perlahan kencang. Seperti itulah kebiasaan Rio jika badmood.

Kuranglebih seperempat jam kendaraannya melesat kencang dan bebas, pada 30 detik terakhir, mobil yang dikemudikan Rio melambat. Melambat. Dan…berhenti sama sekali pada detik terakhir. Rio mengumpat dan berusaha menstater kendaraannya. Namun hasilnya nihil. Oh bodohnya..spedometer bensin menunjukkan panah berada di simbol POM bensin. Yang artinya..kehabisan bensin.

Oh tidak. sungguh apes mungkin. sudah kehabisan bensin, sekarang berada di tempat antahbrantah yang sepi dan jarang dilalui kendaraan. Dimana ada POM bensin ? masa iya Rio harus menginap semalaman, menunggu pagi dan menunggu orang yang berbaik hati untuk membantunya mendorong mobil ?

Ck, Rio menyesal. Andai saja Ia bisa lebih jeli melihat spedometer itu. andai saja Ia tak teledor membuang buang bensin dengan ngebut. Pasti tak begini jadinya. Rio teringat akan ponsel. Dirabanya saku celana. Tak ada. Saku jaket. Tetap tak ada. Didalam jok mobil, dashboard, tak ada. Ah sial, nampaknya ponsel Rio tertinggal di kasur kamarnya. Lalu bagaimana nasibnya sekarang ?

Pemuda itu melirik arlojinya. “Jam setengah 1. Mana ada orang jalan sendiri ? kalopun ada pasti orang stress. Aduh gimana nih nasib gue ? sial banget gue”

Tak..tak..tak..
Terdengar suara derap langkah. Karna sunyi, cepat cepat Rio menoleh kearah sumber bunyi. Rupa rupanya itu suara langkah seseorang yang berjalan mendekatinya. Eh maksudnya mendekati posisi tempat Ia berpijak. Bulu kuduk Rio sempat meremang ketika seseorang itu ialah gadis yang berjalan menunduk dengan rambut digerai menutupi wajahnya. Bisa saja kan Ia tante sundelbolong yang berkeliaran di tengah malam untuk mengganggu orang orang bernasib ‘untung’ seperti Rio ? Ah mikir apa Rio..tak usah berpikir negatif disaat genting. Lihat saja kaki gadis itu. sudah jelas menapaki tanah. Jadi Ia bukan hantu. Lagipula mana ada hantu yang memakai sendal jepit ?

Setelah meyakini 100% bahwa gadis itu bukan tante sundelbolong atau mbak kunti, Rio beranikan diri untuk memohon pertolongan gadis tersebut.

“Ehem..permisi mbak” yang disapa tetap berjalan. Rio cengo dibuatnya. “Ebuseettt..dia pikir gue hantu kali ya. pake ngacangin segala. Gue panggil sekali lagi deh. Ehem…MBAK !!”

Dasarnya Rio kurang beruntung. Gadis itu tetap saja berjalan. Dibuat geram sendiri, Rio berinisiatif melempari sesuatu kearah gadis itu agar berhenti. Yeah untung ada kaleng minuman yang teronggok menyedihkan didekat kaki Rio. segera pemuda itu pungut dan mengambil ancang ancang untuk melempari mangsanya.

1…2…3…PLUK..

“Aww..!!” pekik gadis itu kesakitan. Lalu menoleh ke belakang secepat kilat. Menatap geram kearah Rio.

“Woi lo yang ngelemparin gue ? kurang kerjaan banget sih lo. Nih rasain !!” gadis tersebut ternyata lebih sangar daripada bang napi yang biasa nongol di acara *bipbipsensor* . buktinya dalam waktu setengah menit, gadis tersebut memungut kembali kaleng dan berlari menghampiri Rio. berniat membalas. Namun langkahnya berhenti seketika begitu ada pada jarak sekitar..setengah meter dari posisi berdiri Rio.

“Lo lagi ?!”

Rio sendiri heran. Apa Ia pernah bertemu dengan gadis ‘napi’ itu sebelumnya ?
“Hah ?”

“Lo itu cowo ter-songong,sombong, sok,pamer,nyebelin,rese,budeg yang pernah gue temuin” cerocos sang gadis.

“Eh eh jaga tuh mulut. Maksudnya apanih ? pernah ya kita ketemu sebelumnya ?”

“Oh rupanya selain songong, sombong, sok, pamer, nyebelin, rese, budeg, lo masih punya 1 penyakit. Yaitu pikun ? ya ampun kasian banget sih lo. Ckckck”

“Woi gue nanya bae bae ya. kapan kita pernah ketemu ?” tanya Rio keras.

“Tadi siang. Pas gue ngamen sampe bibir gue jontor, eh lo kaga denger. Terus lo ngasih duit seratus ribu ke gue lewat kaca jendela. Terus duitnya lo terbangin gitu aja. Inget ?”

“Oh..jadi lo cewe tadi siang yang ngegetok gue pake..”

“YAP !!”

“Aduh apes banget gue hari ini. kenapa kudu ketemu lagi sama lo ?” sesal Rio sembari berbalik memasuki mobilnya. Gadis itu menyusul.

“Terus maksud lo apa nimpuk gue pake kaleng ? mau balas dendam ceritanya ? eh atau..lo cape cape nyari tau tempat tinggal gue buat bales dendam sama gue ? wah wah hebat lo”

Rio menyernyit. “Pede banget lo. Gue kesini itu mau minta tolong sama lo”

“Hah minta tolong ? ga salah denger ?”

“Ngga. Serius nih..gue beneran butuh bantuan lo” pinta Rio rada memohon. Walau dengan terpaksa.

Gadis didepannya mengusap usap dagu. “Okedeh berhubung gue adalah orang yang baik hati, sekarang gue tanya..lo mau minta tolong apaan ?”

“Dimana ada POM bensin terdekat ? gue kehabisan bensin nih”

“Oh Cuma itu ? beuh itu mah gampil. Tuh didepan..” gadis itu menunjuk arah didepannya dengan telunjuknya. Rio memperhatikan seksama. “….terus belok kiri. Nyampe deh. Kira kira 10 menit dari sini”

“Oh iya gue ngerti”

“Yaudah kalo gitu gue cabut dulu ya bye” gadis itu beranjak pergi, namun dicegah Rio. “Eh eh mau kemana lo ? siapa bilang udah selese ?”

“Aduh apaan lagi sih ?”

“Gue kesana mau ngesot ? dorongin mobil gue” gadis itu memasang tampang cengo setelah mendengar komando ‘tuan muda’ nya. “..tadi perasaan ada yang bilang dirinya baik hati deh. Dorong mobil doang GAMPIL kan ?” sambungnya.

Dan..gadis itu pun mau tak mau mendorong pelan mobil Rio. dengan tampang yang sukses membuat Rio tertawa terbahak bahak.

“Payah nih gue kemakan sama omongan sendiri. Fuh..oke, ga perlu nyesel. Anggep aja lo baru nolongin nenek nenek. Bukan cowo sok amitamit itu. hii” gumam si gadis.

>>>><<<<< 

“Haaaah..huh..huh..huh..akhirnya nyampe juga. gila..huh..huh..nafas gue..huh..huh..atu..huh..atu” si gadis ambruk didepan POM. Rio masih tertawa melihat kondisi mengenaskan si gadis. Si gadis menatap sinis. Selesai bertransaksi bahan bakar, Rio menghampiri gadis itu.

“Rumah lo dimana ? yuk gue anterin balik. Anggep aja tanda terima kasih” tawar Rio. si gadis ingin menolak karna gengsi. Tapi nampaknya untuk kali ini, Ia harus mematikan kegengsiannya. Mengingat kakinya terlalu lemas untuk berjalan dan kembali ke rumahnya yang..lumayan juga jaraknya.

“Yaudah deh”

Tak ada percakapan apapun selama dalam mobil. Si gadis cuek memandang keluar jendela. Walau tak bisa Ia sembunyikan rasa kagumnya saat menaiki kendaraan modern tersebut. Sementara Rio mati matian menahan tawanya kala mengingat kekonyolannya bersama si gadis.

“Udah nyampe sini aja. Makasih !” ucap si gadis tanpa menoleh ke Rio.

“Heh heh, sini lo. Maen pergi aja. Gue belum selese urusan sama lo” Rio ikut keluar mobil, menghampiri si gadis. Pemuda tersebut mengeluarkan 2 lembar kertas berwarna biru tua dari dompetnya. Diserahkannya uang tersebut ke tangan si gadis. Namun si gadis mengabaikan pemberian pemuda itu.

“Apa apaan nih ?” marahnya.

“Anggep aja sebagai tanda terima kasih karna lo udah mau dorongin mobil gue” jawab Rio enteng.

“Kan tadi lo bilang ‘gue anterin ya. sebagai tanda terima kasih gue’ terus ini tanda apa lagi ?”

Pemuda didepannya tersenyum kecil. “Yang tadi anggep aja upah karna lo udah kasih tau dimana letak Pom bensin. Yang ini karna lo udah dorongin mobil gue. ngerti ? udah deh terima aja. Gue tau kok lo butuh. Jangan maen buang buang aja nih duit” Rio memungut uang yang tadi dibuang si gadis. Dipaksanya si gadis untuk menggenggam uang pemberiannya. Namun untuk yang kedua kalinya, si gadis kembali membuang uang tersebut.

“Lo pikir semua yang ada di dunia ini bisa dibeli pake duit ? sombong banget lo. Mentang mentang lo tajir dan gue Cuma anak jalanan ? terus lo ngelecehin gue dengan cara kaya gini. Tadi itu lo sengaja kan, mau ngerjain gue ? pertama nimpuk kepala gue pake kaleng. Kedua nyuruh gue dorong mobil lo. Terus terakhir lo ngehina gue dengan cara kasih gue duit ? lo pikir gue nolongin lo karna ngarepin upah ? hah ? eh gue ga serendah itu ya! lo tau ? harga diri gue itu lebih mahal daripada kekayaannya sih gayung tambunan itu !”

Rio cengo. Sejak kapan mafia pajak itu ganti nama ?

“Emang ya, dimana mana orang kaya itu semuanya sombong. Karna apa ? karna mereka dikelilingi sama materi dan kekuasaan. Mereka udah punya semuanya. Dan mereka bisa ngelakuin apapun yang mereka mau dengan jabatan dan materi mereka. Gue pikir jadi orang miskin itu paling sengsara. Ternyata dugaan gue salah. Mending jadi orang miskin tapi kaya kasih sayang, punya banyak temen daripada orang kaya macem lo ! ganteng, kaya..tapi kesepian. Ngga pernah bahagia !”

DEG..apa itu ? Rio terpaku. ucapan terakhir gadis didepannya cukup menyesakkan dadanya. Mengingat segala yang Ia jalani selama 19 tahun hidupnya. Semua..memang benar. Benar. Tak ada yang meleset dari ucapan si gadis.

“Siapa nama lo ?” tanya Rio dingin. Sang gadis-yang tadinya mau melanjutkan orasinya-mengurungkan niat begitu melihat ekspresi datar Rio.

“Acha. Nama gue Acha”

Rio menghela nafas. “Berapa umur lo ?”

“15 tahun”

“Oke Acha, terserah lo mau ambil duit dari gue ato ngga. Yang jelas ngga ada maksud gue buat ngehina, ngelecehin, ngerendahin ato apalah. kalo lo nangkepnya beda yah mau gimana lagi. mau lo trima ato ngga, bukan urusan gue”

“Oia satu lagi. Lo itu kan 4 tahun dibawah gue. bisa kan bersikap lebih sopan ke orang yang lebih tua ? karna gue ngga suka dikurangajarin sama bocah seumuran lo” pelan namun tegas. Ucapan Rio mampu membungkam Acha.


“Yaudah sih, siapa juga yang mau mungut duit lo. Gue juga ngga butuh” Acha berlalu pergi. Rio mengangkat bahunya heran. Merasa tak kurang apapun, pemuda itu ikutan berlalu bersama kendaraan pribadinya.

Sunyi. Jalanan itu kembali sunyi. Eh tapi tunggu, siapa yang mengendap endap disana ? oalah..rupanya Acha. Gadis itu tak ubahnya seperti maling yang tengah mengamati daerah sekitarnya. Langkahnya berjinjit, toleh kanan-kiri sebelum akhirnya berhenti di satu titik. Dan memungut uang seratus ribu yang tadi (terpaksa) dibuangnya.

“Haha untung aja duitnya ngga ketiup angin. Jarang jarang kan gue dapet duit segede ini. lumayan buat beli makan ade ade. Untungnya juga tuh cowo rese udah pergi. jadi gue ngga perlu malu buat ngambil nih duit. Ya Tuhan, ampuni Acha yang udah buang buang rejeki. Acha terpaksa ya Tuhan. Maafin Acha ya. jangan Engkau putuskan tali rejeki hambaMu ini. Amin” selesai, Acha berbalik dan melangkah pergi.

Disana. tak jauh dari TKP ‘pemungutan uang yang terbuang’ berdirilah seseorang dibalik rerumputan. Sosok yang tersenyum geli melihat tingkah gadis belia tadi. iseng, Rio memutuskan untuk mengikuti Acha.

Tentunya, tanpa sepengatahuan gadis cerewet itu.

>>>><<<< 

Cahaya mentari dengan cepat menerobos sela sela jendela menuju kamar dan terakhir menyapa kulit Rio yang masih terlelap dibalik selimut hangatnya. Situasi seperti itu membuatnya enggan beranjak dari selimut.

“Rio..sarapan dulu yuk. Mama udah buatin sarapan sehat buat kamu” suara lembut itu, menggelitik telinga Rio dan membujuknya supaya bangkit.

“Iya ma..Rio udah bangun nih” balas sang anak. Memang jika sudah menyangkut masalah mamanya, Rio sangat sensitif.

Meja makan yang besar, memuat 12 anggota keluarga. Walau nyatanya keluarga tersebut hanya beranggota 3 orang. terlebih, 3 kursi tersebut jarang terisi penuh. Kadang hanya 2 yang diduduki, atau bahkan hanya 1. Seorang saja. Sudah lama keluarga tersebut tak berkumpul, sekedar makan bersama saja. Kesibukan telah  melenyapkan waktu mereka secara otomatis dan terus menerus hingga bertahun tahun berjalan.

Jika begitu, tak ada seorangpun yang menginginkan makan dalam situasi sepi seperti dalam keluarga itu. Rio, merasakan setiap lahap makanan yang masuk ke tenggorokannya berasa hambar. Walau Ia percaya masakan didepannya enak. Tapi tetap saja tak ada rasa. Belum lagi di kursi depannya, sang mama terduduk seraya melamun. Membuat napsu makan Rio menurun.

Lelaki itu bangkit, memutuskan untuk meninggalkan pemandangan yang membuat hatinya nelangsa. Rio lebih memilih menuju tempat pelariannya. Yang mungkin bisa membuatnya sedikit lebih baik.

>>>>><<<<<< 

Pandangan mata itu terus mengekor sesosok yang tengah memainkan gitarnya kala si merah menyalakan tandanya agar semua kendaraan berhenti. Pada saat itulah profesi lain bekerja. Jalan dari satu kendaraan ke kendaraan lain. Memainkan alat musik seadanya, nyanyian seadanya, suara seadanya, irama seadanya, nada seadanya. Selesai melakukan tugas, mereka menengadahkan bekas bungkus permen yang ujungnya di linting. Tempat bagi mereka untuk mengumpulkan uang dari para pemilik kendaraan.

Rio menghela nafas. Acha disana. tak jauh dari tempatnya berdiri, gadis itu menjalankan profesinya sebagai pengamen dengan suka cita. Riang tanpa beban. Ceria. Terlihat jelas dari wajahnya. Dalam hati Rio iri. Selalu, selalu Ia teringat kata kata Acha semalam. Yang begitu membekas dalam ulu hatinya.


Mending jadi orang miskin tapi kaya kasih sayang, punya banyak temen daripada orang kaya macem lo ! ganteng, kaya..tapi kesepian. Ngga pernah bahagia’

Sudah cukup. Sudah cukup Rio merasakan keterpurukan. Kini saatnya Ia bangkit. Dan sekarang, Rio tau siapa yang bisa mengembalikan semangat hidupnya.

“Hey” sapa pemuda itu ramah begitu Acha dan kawan kawannya menepi kala lampu hijau menyala. Acha menatap Rio cuek. “Ngapain lo, eh ngapain kaka disini ?”

Rio tersenyum mendengar sapaan baru Acha untuknya. “Gue mau ikut lo ngamen”

Yeah..permintaan Rio sukses membuat Acha cengo sekaligus makin memperbesar bola mata gadis itu.
“Hah ? jangan becanda deh ka. Pekerjaan ini bukan untuk main main”

“Yee beneran. Ayolaaah Cha. Ya ya ya ?”

Acha menggaruk kepalanya yang tak gatal. Hmm..orang kaya aneh, pikirnya. Buat apa panas panas ngamen hanya untuk mendapat beberapa keping uang receh ? um tunggu sebentar, nampaknya Acha punya ide.

“Okedeh lo boleh ikut asalkan…”

“Asalkan apa ?” tanya Rio penasaran.

>>>>><<<<<< 

“Permisi bapak bapak ibu ibu. Kami disini ingin menampilkan hiburan yang barangkali bisa mengusir kejenuhan bapak ibu sekalian di dalam bus ini. bersama kakak saya, ka…”

“Rio” bisik Rio.

“Iya ka Rio. yasudah, selamat menikmati maaf jika bapak ibu merasa terganggu”

Jreeeng..

“demi penguasa bumi dan surga..kau memang indah..kau getarkan seluruh sukma jiwa..kau memang indah..woo..oo” Rio cengo begitu mendengar lagu yang dinyanyikan Acha. Yang benar saja ? Hikayat Cinta ? yang dibawakan oleh si Ratu Kontraversial Dewi perssik dengan soloist Glenn Frendly itu ?

Acha melirik Rio sadis. Rio bisa membaca isyarat mata Acha yang nampaknya berkata : cepet-lakuin-apa-yang-gue-suruh-tadi-kakak-Mario

Rio menelan ludah. Tadi Acha memberinya syarat agar gadis itu mengijinkannya ikutserta bersamanya ngamen. Tapi masa iya Rio harus benar benar menjalankan syarat itu ? mau ditaruh mana harga dirinya ?

“Oke Rio lo ngga perlu malu. Anggep aja orang orang disini itu hantu semua. Oke oke slow aja” batin Rio. satu helaan nafas panjang..

“..demi penguasa bumi dan surga..kau memang indah..woo..oo..kau kau getarkan seluruh sukma jiwa..kau memang indah..woo..oo..ooo” Acha ingin tertawa sebenarnya. Melihat Rio benar benar menjalankan syaratnya.

Jadi, apakah syarat Acha ? mau tau  ?
ð  Rio harus goyang gergaji ala depe di lagu pertama yang Acha nyanyikan. -_-v

Penumpang metromini dibuat tertawa melihat tingkah Rio. Acha pun ikut tertawa. Terlebih Rio. dalam sekejab Ia tak lagi mempedulikan rasa malunya.

“Makasih bu..makasih pak. Bang depan ya” Acha memberi aba aba kepada kenek untuk menurunkannya di halte depan.

“Hahaha..”

Acha menoleh heran kearah Rio yang tengah berjalan disampingnya. “Kenapa lo ka ?”

“Lucu aja inget gue ngebor tadi. ckck hebat banget cara lo nurunin harga diri gue”

“Ohaha hebat dong. Acha gitu. Eh ka gara gara tadi ada lo, liat nih bungkus permen kita keisi buanyaaak. Pasti mereka seneng. Yah secara ada lo gitu yang ngga Cuma aksi ngebor lo. Tapi tampang lo yang yah..lumayan” puji Acha.

“Beuh langsung aja bilang gue ganteng. Ngga ada yang marah kok”

“dih apaan sih. eh ka berhenti dulu yok di warung situ. Haus nih. Sekalian ngitung pendapatan kita sekali ngamen” ajak Acha.

“Oke sip”

Acha dan Rio duduk santai di bangku reot depan warung. Ada 2 teh botol disamping mereka. Acha mengeluarkan seluruh isi dalam bungkus permen. Rio menatap takjub kepingan logam dan lembaran uang kertas.

“waw lumayan banget ini ka..gila”

“Itung buru”

Menunggu Acha yang asik menghitung pendapatan pertama mereka berdua, Rio lebih memilih menatapi lalu lalang kendaraan dijalan besar itu. dulu, Ia yang merupakan salah satu dari pemakai jalanan itu, sama sekali tak peduli dengan keberadaan pengamen. Tapi sejak mengenal..Acha, hidupnya rada berubah mungkin. yang memberi Rio pelajaran untuk lebih tegar.

Acha belum tau bahwa semalam Rio membuntutinya. Masih terekan jelas dalam benak Rio adegan demi adegan yang dilihatnya saat mengekor Acha. Gadis yang 4 tahun lebih muda darinya itu, membelanjakan uang yang Ia pungut di jalan ke warung nasi goreng pinggir jalan yang biasanya buka sepanjang malam. Kurang lebih seperempat jam, gadis itu meninggalkan tenda nasgor dengan menenteng 2 kresek besar yang Rio perkirakan adalah makanan yang barusan Acha beli.

Rio masih membuntuti Acha kala gadis itu memasuki sebuah ‘kawasan’ yang penuh dengan drum minyak bekas dan kardus kardus. Tempat itu tanpa atap. Hati Rio berdesir kala Acha membagi bagikan nasi bungkusan yang dibawanya kepada puluhan anak jalanan lain. Namun sayangnya si pembeli, Acha malah justru mendapat jatah separo. Walau begitu tak menjadi masalah. Karna Rio bisa melihat jelas kebahagiaan mereka saat melahap makanan bersama sama.

“…12500..14500…15000..20000…23500..yey 23500 ! liat nih ka. Sekali ngamen aja udah dapet segini. Bayangin 10x aja gue ngamen sama lo. Udah dapet….”

“235000 ribu Acha” samber Rio. yang disampingnya tersenyum lebar.

“Thanks ya ka” ucap Acha tulus. Rio tersenyum kecil.

>>>><<<<< 

“Lo mau operasi  transplantasi ? kebetulan ada donor yang gue rasa pas buat lo. Kalo lo mau, kita bisa nyoba”  tanya seorang pria berjas putih kala karibnya berkunjung ke rumah sakit. Menemuinya.

Yang ditanya hanya menggeleng.

“Kenapa ? lo ngga mau sembuh ?” tanya si jas putih.

“Bukan. Bukan gue ngga mau sembuh. Gue pengen menghadapi semua ini dengan..dengan apa adanya gue. gue ngga mau melawan takdir. Gue siap kembali kapanpun” jawabnya mantap.

>>>><<<<< 

Pemuda itu mengamati dengan jeli setiap sudut yang belum disentuh pensil secara sempurna. Sesekali menoleh kearah objek didepannya.

“Ka Rio udah boleh gerak belum ? kakiku kesemutan nih” protes Ourel, salah satu anak jalanan yang menjadi model lukisan Rio.

Mendengar protes lugu terlontar dari bocah berusia 7 tahun, Rio hanya terkekeh. “Bentar ya dek. 10 detik lagi”

“Beuh Ourel payah. Kaya aku dong nih masih tahan jadi patung patungan” ejek sebayanya, Bastian.

“Yee jelas aja kamu tahan. Orang kamu duduk. Aku kan berdiri” balas Ourel.

“Hei udah udah jangan berantem. Udah selesai nih. Mau liat gambar kalian ?” Kedua bocah itu mengangguk mantap, lalu memburu Rio. keduanya memandang kagum hasil goresan Rio dalam kertas gambar. Sempurna sekali. Pose Ourel yang tengah berdiri menyamping, menunggu senja. Dan Bastian yang duduk pasrah sembari memeluk lutut dengan pandangan sama seperti Ourel. Ekspresi polos anak jalanan yang pasrah menunggu perubahan menyambangi mereka. Perubahan untuk kehidupan yang jauh lebih baik.

“Waw gilaaaa !! kereeen banget sumpah ka !! lo bakat banget jadi pelukis” puji Acha heboh begitu merampas kertas gambar itu dari tangan dua adik angkatnya. Rio terkekeh melihat Acha diomeli kedua adiknya.

“Woi Cha, gu..aww..” pekik Rio . Rasa itu kembali datang. Sakit dan sungguh menyiksa.

“Kenapa ka ? lo sakit ya ?” tanya Acha panik. Rio hanya menggeleng. Mencoba memasang tampang ‘semua baik baik saja’. Dan yah..nampaknya berhasil.

“Oh gue kira lo kenapa napa” Acha mendudukkan dirinya disamping Rio. sudah seminggu sejak mereka ngamen, keduanya memang menjadi dekat. Tak ada rasa apapun, Rio menganggap Acha adik. Begitu pula sebaliknya.

“…cintailah..aku..sepenuh hati..sesungguhnya aku..tak ingin kau pergi..takkan mampu kuhadapi dunia ini..tiada arti semua..bila kau pergi..” Acha menyenandungkan sebuah lagu yang pernah Ia curi dengar di radio radio. Rio terpejam sejenak. Lalu membuka matanya kembali.

“Suara lo bagus banget Cha” puji Rio.

“ehehe makasih ka. Lo itu orang ke 132000 yang bilang suara gue bagus” Rio mengacak acak rambut Acha, gregetan pada tingkah narsis bocah disampingnya.

Rio menerawang. “Udah berapa lama..lo jadi anak jalanan ?”

Pertanyaan yang menyentuh hati Acha. Namun gadis itu tak melepas senyum sama sekali dari wajahnya. “Sejak gue kecil”

“Kenapa ? terus dimana orang tua lo ?”

Acha mengedikkan bahu. “Kenapa ? karna itu takdir yang diberikan sama Tuhan. Orang tua gue…entahlah. Gue ngga pernah tau satu hal pun tentang mereka. Mungkin mereka ngga pernah ngarepin kelahiran gue. makanya begitu ada gue, mereka ngebuang gue dipanti. Gue dirawat disana sampe umur..10 tahun. Karna panti itu kebakaran dan gue kabur, menyelamatkan diri. gue yang pada saat itu ngga tau apa apa, ketemu sama Bang Daus. Yang akhirnya membawa gue ke kehidupan seperti ini”

“Apa lo ngga merasa tersiksa ?”

“Awalnya tentu aja begitu. Bocah 10 tahun yang dipaksa ngamen, dibawah panas matahari dan guyuran hujan. Untungnya Bang Daus serakah serakah banget kaya preman di tipi yang mengintimidasi anak anak jalanan. Bang Daus baik. Sayangnya setahun lalu dia meninggal karna over dosis”

“Kami hidup sendiri setelah orang yang kami anggap kakak, pergi. kami mencoba mandiri. Prinsip kami itu..adalah berbagi. Apapun kesulitannya, misal masalah makanan. Kalo ada diantara kami yang dapet duit lebih, yah udah seharusnya kami beli makanan buat sodara sodara kami disini. dapet sedikit ngga masalah. Yang penting kami semua bisa makan. Dan lo tau ka ? makan bersama itu adalah hal yang paling membahagiakan di dunia ini. menikmati sesuap nasi bersama orang orang yang kita sayangi. Bukan berarti orang tua, karna anak anak yang disini pun udah gue anggep lebih dari keluarga”

Rio tertegun. Benar sekali. Selama ini Ia tak pernah mengecap kebahagiaan saat makan bersama Acha dan teman temannya. Suasananya sungguh hangat dan jauh lebih kekeluargaan. Membuatnya nyaman. Walau lauk yang Ia makan tak semewah dan tak seenak biasanya.

“Lo..punya cita cita ?”

Acha tersenyum. “Punya lah. Semua orang itu punya cita cita. Agar hidup kita lebih termotivasi. Sejak kecil, gue pengen jadi penyanyi. Gue cinta musik. Gue suka denger orang bersenandung kecil. Gue puas tiap kali menjual suara gue. walau dapetnya hanya beberapa keping receh. Tapi kepuasan yang di dapet melebihi segalanya”

“Kalo misal suatu hari, impian lo sebagai penyanyi terwujud. Apa yang mau lo lakuin ?”

Acha menerawang. “Apa ya ? ummm…yang pertama jelas gue mau bahagiain sodara sodara gue disini. gue ngga mau mereka terus terusan hidup di jalanan yang keras. Kedua..gue bakal berusaha untuk membuat orang orang yang ada di sekitar gue bahagia. Siapapun itu. ehehe ngga masuk akal ya ?”

Rio tersenyum. “Lo tau ngga sih Cha, sebenernya gue iri sama lo. Apa yang selama ini gue dapetin dalam hidup, itu ngga sebanding dengan apa yang lo alami”

“Hah ? apa lo bilang ? iri sama gue ? beuh justru gue yang iri sama lo ka. Lo punya segalanya. Ganteng, smart, kaya, lo punya mobil. Dan gue yakin pasti rumah lo juga gede kan ?”

“Acha Acha..gue itu bagai burung yang tinggal dalam sangkar emas. Semua yang liat posisi gue hampir sependapat bilang ‘jadi lo tuh enak banget ya Yo’, ‘gue pengen makmur kaya lo. Punya segalanya’ hmm..gue sendiri sering bingung tiap ada yang bilang gitu sama gue. mereka Cuma memandang dari luar. Ngga tau dalemnya gimana. Gue itu ngga pernah dapet kebahagiaan kaya yang lo dapetin disini” terang Rio.

“Bokap gue sibuk. Terlalu sibuk sampe ngelupain gue dan nyokap. Sementara nyokap gue depresi berat. Nyokap gue kesepian. Selama ini dia ngga pernah dapet manis sedikitpun. Selalu pahit. Gue sendiri merasa ngga berguna sebagai anak. Anak yang ngga bisa bahagiain ibunya. Mungkin kasih sayanglah yang bisa nyembuhin depresi nyokap gue. tapi sayangnya, pasokan kasih sayang itu kurang, terlalu sedikit”

Acha menoleh kearah Rio. “Ka Rio..gue..gue..gue beneran ngga nyangka lo..lo menderita kaya gini”

“Hidup itu singkat Cha. Sangat singkat. Selama ini gue nyesel karna udah lewatin semua dengan sia sia. Tapi setelah ketemu lo, gue sadar.sangat sadar bahwa setiap detik nafas kita itu berharga. Dan gue sadar, yang membuat hidup kita bahagia itu bukan apa apa yang kita dapetin. Tapi tergantung diri kita sendiri”

“Bener ka. Kaya lagunya D’Massiv..syukuri apa yang ada..hidup adalah anugrah..tetap jalani hidup ini..melakukan yang terbaik..”

“…Tuhan pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasanya..bagi hambanya…yang sabar..dan tak kenal putus asa..” pada bait terakhir, keduanya bernyanyi bersama. Rio tertegun kembali. Pertama kalinya Ia menyanyi dengan sepenuh hati. Bukan dengan paksaan seperti biasa dilakukan ayahnya.

“Menurut gue itu ka..kunci kebahagiaan itu adalah..mensyukuri nikmat pemberian Tuhan. Sekecil apapun nikmat itu. dan pada saat itu, lo akan ngerasain manis yang ngga pernah lo dapetin sebelumnya” ungkap Acha sembari tersenyum.

>>>><<<<< 

Acha melangkah gontai menuju pohon tempat Ia berteduh. Lampu merah berlalu cepat. Pendapatannya pun berkurang. Namun bukan itu yang mengganjal dihatinya. Satu nama yang menguasai seluruh benaknya. RIO. yap, sudah lebih dari sebulan Acha kehilangan kabar. Terakhir bertemu sehari setelah mereka melalui obrolan panjang. Saat itu Rio menemaninya ngamen. Setelah itu, Rio tak datang lagi. dan Acha kembali ke kehidupannya. Sama seperti dulu Ia belum bertemu pemuda yang telah Ia anggap sebagai kakak.

“Ah bego gue udah ngarepin ka Rio buat bantu ngerubah hidup gue sama temen temen gue. ternyata semua orang kaya sama aja. Sekarang mana buktinya ? obrolan yang waktu itu ngga ada guna. Dan ngga bermakna apa apa. Liat aja sekarang dia malah ilang kaya ketelen bumi. Segitu cepetnya ka Rio ngelupain gue sama temen temen gue. ihhh rese rese rese !!” omel Acha sendirian. Sesekali mengetukkan kakinya ke tanah. Ungkapan kekesalannya.

“Ehem permisi..apakah adik yang bernama Acha ?” tegur seseorang. Acha menoleh. Dan terkejut melihat siapa yang menyapanya. Seorang lelaki yang diperkiran berusia 35 tahun-an. Berpakaian rapi dengan jas dan dasi. Juga mobil mewah yang terparkir tepat didepannya. Acha hanya berharap orang itu tak salah mencari orang sepertinya.

“Eh iya. Gu..eh saya Acha. Bapak siapa ya ?”

Orang itu tersenyum. “Saya….”

>>>><<<<< 

Setahun kemudian..

Seorang gadis cantik, melangkah memasuki kamarnya yang mewah. Gadis itu menghentikan kakinya didepan ranjang. Lalu membungkuk. Meraih sebuah kotak berwarna coklat yang tergeletak di bawah ranjang.

Gadis tersebut membuka kotak itu. terdapat beberapa benda. Tangan si gadis terjulur untuk meraih amplop yang isinya selembar kertas surat.

Hei Acha..
Saat lo baca surat ini, mungkin gue..umm..mungkin gue udah ngga ada lagi di samping lo.
Udah ngga bisa nemenin lo ngamen lagi. ngga bisa ngeledekin lo lagi. ah gue kangen tiap saat saat bareng lo sama sodara sodara lo.

Bener kata lo Cha. Kunci kebahagiaan adalah mensyukuri tiap apa yang diberikan Tuhan. Hmm..gue udah menerapkan itu kedalam hidup gue. dan hasilnya..ga terlalu mengecewakan. Ehehe..

Tuhan emang Maha Adil ya Cha. Orang orang memandang sempurna gue. tapi gue ngga sesempurna yang mereka bayangin. Gue rapuh Cha. Saat Tuhan menganugrahkan penyakit yang memakan usia gue. memakan tiap detik hidup gue. lemah jantung..yap ! itu udah gue derita sejak lama. Mungkin keturunan dari bokap ato nyokap gue ngga ngerti.

Penyakit yang gue putuskan untuk ngga memberitahu siapapun. Termasuk lo. Karna..karna gue ngga suka dikasihanin. Gue ngga mau orang memperlakukan gue secara istimewa karna gue sakit. Karna gue penyakitan.

Awal tau gue penyakitan, semangat gue pupus Cha. Gue ngerasa Tuhan tuh jahat banget sama gue. saat itulah gue berubah. Menjelma jadi sosok lain, yang temperamen, dingin, dan cuek.

Sampe pada akhirnya gue mengerti tujuan Tuhan memberikan penyakit itu ke gue. gue mencoba mensyukuri apa adanya. Tentu ada cara untuk sembuh. Dengan operasi transplantasi jantung di Singapore sana. Tapi ngga, gue ngga mau menyalahi takdir yang telah digariskan Sang Maha Kuasa. Gue akan hadapi itu..gue akan hadapi kematian itu.

Sejak kecil, bokap gue yang merupakan pemilik perusahaan rekaman itu..terobsesi buat jadiin gue penyanyi. Tapi ngga, gue ngga mau. Cita cita gue hanya satu. Jadi pelukis, seniman. Walau begitu, bokap selalu maksa. Gue ngga suka Cha. Oke gue emang anak durhaka. Tapi ngga salah kan kalo kita menolak keinginan orang tua yang ngga sesuai dengan kita ?

Beruntung gue ketemu lo. Suara lo bagus. gue yakin lo bisa gantiin posisi gue.

Cha, saat ini gue terbaring lemah. Sangat lemah. Maaf ya gue ngilang begitu aja. Gue ngga bisa ngabarin lo. Karna pasti, lo akan tanya gue dimana. Disaat itu gue bingung gue harus jawab apa. Ga mungkin kan gue bilang yang sejujurnya.

Taruhan berapa, pasti sekarang lo lagi nangis baca surat gue. ya kan ? haha gue menang /(^_^)/

Gue berhasil Cha. Gue berhasil bujuk bokap gue. sebelum gue pergi. bokap gue udah sadar . dan dia janji akan ngeluangin waktu buat nyokap gue. dan..mewujudkan semua impian lo.

Acha, gue sayang sama lo. Lo udah gue anggep sebagai adik gue sendiri. jangan kecewain gue ya Cha. Cuma lo harepan gue satu satunya. Gue yakin mama bakal bahagia kalo hidup sama lo. Bawa kembali senyum nyokap gue Cha. Karna beliau adalah segala galanya buat gue.

NB : udah setahun kan ? berarti lo boleh buka dan baca surat ini. haha..gue liat pipi lo tembem banget tuh. Pasti hidup lo udah enak. Hmm..oke deh yang udah jadi penyanyi terkenal nih..inget Cha, kunci kehidupan menurut Mario adalah…melewati pahit dan manis dengan senyum, dan ketulusan. Percayalah, disaat itu lo akan dapet kebahagiaan sejati.

Rio

Acha menyeka airmatanya. Tak disangka akan begini jadinya. Menjadi anak angkat orang tua Rio. menggantikan posisi pemuda itu yang telah setahun lalu pergi.

Gadis itu mencoba tegar. Dan memamerkan senyum khasnya. Diletakkannya surat dari Rio, tangan Acha meraih beberapa lembar kertas. Yang isinya lukisan tangan Rio yang menggambarkan kehidupan anak jalanan saat ada ditempatnya dulu. pada satu lukisan terakhir, terdapat gambar Acha dan Rio tengah tersenyum sembari berangkulan.

Kertas tersebut dipeluk Acha erat erat. “Makasih Ka, lo udah kasih kesempatan gue untuk memegang ini semua. Gue janji..gue janji akan menjaga apa yang udah gue dapetin. Dan mama..mama lo ngga akan kehilangan kebahagiaannya lagi selama ada gue. gue janji ka”

-TAMAT-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar