HIDUPMU HIDUPKU 7
“Sebenarnya, bagi orang planet Mars, tidak ada perbedaan antara hidup dan mati. Karena, mereka yang sudah mati akan kembali kesana. Menempati bintang keberuntungan, yang bergelantungan diatas, dan berkedap kedip bersamamu”
(Taiwan Drama-Silence,2006)
>>>>><<<<<<
Tak ada apapun di hadapannya selain warna hijau rumput yang menghampas luas pada tanah lapang. Tak ada suara apapun yang mengusik telinganya selain gemerisik angin menerbangkan dedaunan. Tak ada seorangpun yang menyertai keberadaannya ditempat itu, hanya dirinya. Ya, Ia sendirian. Atau lebih tepatnya menyendiri.
Pemuda itu menghembuskan nafas panjang. Seakan baru kali pertamanya menghirup udara bersih. Beberapa kali Ia lakukan kegiatan yang sama, hingga Ia jenuh dan memutuskan untuk merebahkan dirinya diatas kap mobil miliknya. Lalu memejamkan mata.
Sedetik..dua detik..
Mata sipitnya terbuka, seperti ada yang terlupakan. Raganya yang dibalut kemeja dan dasi bangkit untuk mengambil sesuatu pada dashboard mobil.
“Istirahat ini ngga akan sempurna tanpa iPod kesayangan gue” gumamnya sendiri. Dengan headset yang terpasang pada kedua telinganya, pemuda itu memejamkan matanya kembali setelah lagu favoritnya diputar.
I thought this love would never end
How was I to know?
You never told me
Can’t believe that I’m the fool again
And I who thought you were my friend
How was I to know?
You never told me
>>>>><<<<<<<
“Nasi uduk..Nasi uduk..dijamin enak, higenis, lezat dan berkualitas. Ayoo..Pak, Bu, beli..” gadis itu berkoar dengan semangat yang berapi-api. Membuat sosok lain disampingnya tersenyum geli.
“Ih kok malah ketawa sih ? bantuin promosi dong Yel” sungut si gadis kala melihat sosok itu tertawa. Gabriel, begitu namanya segera turun tangan membantu si gadis.
“Yook..Mbak, Mas, Bu, Pak beli Nasi Uduk kami. Makanan asli dari Indonesia..dijamin bakal nambah deh” giliran Gabriel mempromosikan dagangan mereka.
Warung tenda itu berdiri persis didepan perusahaan yang menjulang tinggi. Perusahaan milik keluarga Sindunata. Merupakan keluarga konglomerat yang namanya termasuk dalam 10 besar keluarga terkaya di Asia Tenggara. Perusahaan didepan warung tenda mereka merupakan kantor pusat. Jadi jangan heran jika puluhan bahkan ribuan karyawan & karyawati serta pesuruh yang bekerja di kantor pusat tersebut. Itulah sebabnya mengapa Gabriel dan rekan wanitanya, Shilla memilih membuka usaha didepan kantor itu.
“mas, nasi uduknya 2 ya” pinta dua orang karyawati pada Gabriel. Pemuda tersebut mengangguk.
“Oh iya mbak. Dibungkus ato dimakan disini ?” tanya Gabriel.
“Dimakan disini aja Mas”
“Tunggu sebentar ya Mbak-Mbak” Begitulah Gabriel dan shilla sibuk mempersiapkan makanan untuk pelanggan mereka yang tengah bergosip ria.
“Eh lo udah denger kabar belum ? katanya anaknya Direktur bakal ditempatin ke kantor pusat untuk jadi general Manager” ucap karyawati itu pada temannya.
“Iya gue tau. Denger denger anaknya itu lulusan sekolah manajemen di London ya ? ckckck..terus juga kan masih 20 tahunan ya, kok gampang banget langsung jadi Manager” timpal yang satunya.
“Yah namanya juga anaknya Raja, apasih yang ngga bisa didapetin. Eh eh kan anaknya direktur cowo tuh, pasti cakep. Haha siapa tau bisa gue gebet”
“Yeee gatel banget lo”
“Biarin”
Gabriel dan Shilla saling berpandangan, lalu menggelengkan kepala masing-masing. Apa yang dibicarakan kedua pembeli bukanlan urusan mereka.
“Nih Mbak” Shilla mempersilakan.
Sementara ditempat yang tak jauh dari warung tenda itu, seseorang nampak memperhatikan.
“Kenapa bisa ada warung tenda didepan kantor kita ? emangnya di dalem kantor ngga ada kantin resmi ya ?” Tanya pemuda tersebut, dingin.
Sang sopir yang ditanya menjawab gugup tanpa berani mengangkat wajah. “Warung itu udah ada sejak setengah tahun yang lalu ,Pak Manager”
“Apa ? setengah tahun yang lalu ? berarti udah lama kan ? kenapa ngga ada yang usir mereka ? warung itu benar benar mengusik pemandangan saya”
Masih dengan terbata-bata, sang sopir bertanya. “Adakah yang harus saya lakukan untuk Pak Manager ?”
Sekali lagi, Manager muda itu menatap warung tenda berjarak sekitar 100 meter dari mobilnya. Tatapan sengit.
“Singkirkan warung itu. Beri mereka uang untuk pergi dari sana”
>>>>><<<<<<
“Maaf Pak Manager, saya sudah berusaha sekuat tenaga untuk mengusir dua orang pemilik warung tenda itu, tapi mereka tetap bersikeras tidak mau angkat kaki” terang si pak sopir didepan meja sang Manager.
Manager baru –yang terkenal angkuh- itu mengangkat wajahnya, lalu memancarkan tatapan andalannya, tatapan sengit. “uangnya sudah kamu tawarkan ke mereka ?”
Sang Sopir mengangguk. “Sudah. Tapi mereka menolak. Bahkan mereka menantang”
“Menantang ?”
“Mereka menantang agar pak Manager sendiri yang mengusir mereka. Mereka juga bilang sampai kapanpun mereka tidak akan pergi dari tempat itu”
“Kurangajar” Sang sopir tak bergeming. walau ekspresi Managernya tetap datar, tapi Ia tau kalau Managernya sedang marah.
“Ma..maaf Pak, sa..saya..”
“Kamu, saya pecat karna ketidakbecusan kamu itu, apa susahnya sih Cuma ngusir pedagang kaki lima?!”
“Tapi Pak, beri saya kesempatan..”
“Saya bukan orang yang gampang mengumbar kesempatan! Untuk pedagang warung tenda itu, biar saya sendiri yang urus!”
>>>><<<<
“maaf Pak, tapi kami sudah lebih dari setengah tahun berjualan disini, omset kami naik jika berjualan disini. Orang orang juga menyukai nasi Uduk kami. Saya mohon beri kami kesempatan Pak” pinta Gabriel halus saat Manager itu mendatangi tempat mereka untuk mengusir.
“Tapi warung tenda kalian mengganggu penglihatan saya. Sangat menganggu. Lagipula didalam perusahaan sudah ada kantin resmi yang JAUH lebih BERSIH dari tempat kalian” ucap sang Manager dengan beberapa penekanan kata.
BRAK !
“Oh init oh Manager yang didatengin khusus dari London ? yang anaknya pak Direktur itu ? yang umurnya baru 20 tahun-an ?” Baik Gabriel maupun Sang Manager sama sama menoleh kearah Shilla, si sumber suara.
“Jaga bicara kamu” timpal Sang Manager, tetap dingin.
“Buat apa saya sopan sama orang yang juga ngga punya sopan santun kaya Anda ? Saya pikir orang yang berpendidikan tinggi seperti Pak Manager tau tata cara untuk menghargai orang lain, eh ternyata ? etika Anda bahkan jauh lebih rendah dari anak Jalanan !!”
“…..”
“Asal Anda tau ya, Pak Manager terhormat..saya sama sahabat saya Gabriel ngga akan angkat kaki kami seinci pun dari tempat kami jualan ini, sebesar apapun uang yang Anda kasih untuk kami. Yah untung untung sih bisa nyadarin Pak Manager kalo ngga semua yang Anda mau bisa dibeli dengan uang” lanjut Shilla.
“Kamu…”
“Apa ?? Pak Manager mau ngancem panggilin kami satpam ? kami ngga takut ! jangankan satpam, polisi pun ngga akan buat kami gentar !” tantang Shilla. Gabriel sendiri rona wajahnya sudah berubah pucat. Tampaknya pemuda itu menyadari ada hawa panas dari sosok berdasi didepan mereka.
“Oke kalo itu mau kalian, saya akan panggil polisi” putus sang Manager. Sementara si gadis tak menunjukkan wajah takut. “eh tunggu, saya punya sesuatu buat pak Manager”
Mau tak mau, sang Manager berbalik. Dan…
“SHIT !!” umpat lelaki bermata sipit itu ketika melihat kemejanya penuh dengan noda merah akibat saus cabai yang disemprotkan Shilla kearahnya tanpa henti.
Pluk..botol saus itu terjatuh. Lebih tepatnya dijatuhkan secara sengaja & kasar oleh Sang Manager. Tepat, kedua mata itu bertemu. Dengan tangan yang masih mencengkeram pergelangan tangan Shilla, Manager itu menarik tangan gadis itu menjauh. Saat Gabriel hendak mengejar, justru Ia lah yang diancam sang Manager.
“Kamu, tunggu disitu..selangkah lagi kamu maju, saya ngga akan segan segan panggil polisi” ancam si Manager.
“Temen gue mau lo apain ?” Tanya Gabriel keras. Namun sang Manager tak menjawab. Langkahnya semakin cepat menyeret pergelangan tangan Shilla paksa. Membawa gadis itu ke mobilnya yang memang senantiasa terparkir didepan kantor.
>>>><<<<
“Kita mau kemana sih ?? turunin saya ngga ?! atau…”
“Atau apa ? mau lapor polisi ? heh, yang ada saya yang laporin kamu ke polisi! Karna ada 2 kesalahan fatal yang kamu lakuin. Pertama, kamu telah menjelek-jelekan saya. Kedua, kamu berlaku ngga sopan sama saya!” sela Sang Manager.
“saya ngelakuin itu kan karna kamu duluan yang cari masalah. Plis pak Manager, jangan laporin saya ke Polisi” pinta Shilla dengan menyatukan kedua telapak tangannya tanda memohon.
Sang Manager tersenyum kecil. Terselip sebuah ide cemerlang untuk membalas si gadis. Ide yang jauh lebih baik ketimbang membawanya ke kantor polisi.
“Oke oke, saya ngga akan bawa kamu ke kantor polisi. Asalkan..”
Satu alis Shilla terangkat. “asalkan apa ?”
“Yah liat aja nanti” Shilla mendengus. Bukan jawaban yang diharapkan. Gadis itu makin penasaran karna Manager tampan-namun-sombong itu mengarahkan setir mobilnya ke pinggiran kota, mejuah dari keramaian.
Dan saat menyadari itu, jantung Shilla makin berdetak cepat. Astaga, jangan-jangan Manager itu akan..Ah tidak, tidak mungkin orang yang berpendidikan tinggi tega melakukan hal ‘itu’ kepada shilla ? lagipula kan dirinya hanya gadis miskin dari kampung yang tak mungkin dilirik lelaki tampan disebelahnya.
“Loh kok berhenti ?” Tanya Shilla curiga. Pasalnya Manager itu memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah besar yang..mmm..lebih tepat disebut villa mungkin. Suasananya indah namun..sepi.
Ya! Sepi..
“Turun” suruh Manager itu. Shilla tak bergeming. Sang Manager menyadari itu. Diambilnya sebuah ponsel dari saku kemejanya. “Turun, atau saya telpon….”
“Eh iya iya saya turun” terpaksa Shilla turun juga dari mobil. Catat, TERPAKSA.
“Ayo masuk” ajak Sang Manager.
“Eh tunggu, Bapak mau ngapain saya ?”
“Ck, dua hal yang perlu kamu tau. Pertama, jangan panggil saya ‘bapak’. Kita ini kan ngga beda jauh. Cukup panggil saya Alvin. Kedua, mau masuk Villa atau kantor polisi ?” tawar Alvin, si Manager.
Dan..kembali dengan TERPAKSA Shilla mengikuti Alvin masuk kedalam Villa. Villa tersebut megah. Namun sekali lagi, sepi. Sangat sunyi. Karna lokasinya yang di puncak. Mungkin ada 1-2 orang yang membantu mengurus Villa ini, tapi kemana mereka ? pikir Shilla dalam batinnya.
“Pak..eh Alvin, saya mohon banget sama kamu lepasin saya yah..” Shilla memohon setelah keduanya menginjakkan kaki didalam Villa.
“Ngga, sebelum kamu minta maaf sama saya” ucap Alvin seraya melangkah kearah pintu masuk.
“Iya deh, saya minta maaf sama kamu..saya janji ngga akan ngulangin lagi. Saya nyeseeeeeel banget. Saya…”
Ceklik!
Seketika Shilla menoleh. Jantungnya makin tak terkendali begitu melihat Alvin memegang kunci pintu utama Villa.
“Maaf kamu udah ngga berlaku. Saya paling ngga suka sama orang yang sombong, apalagi menganggap dirinya jauh lebih hebat dari saya. Yaaah, kaya situ itu” sindir Alvin.
“Ck, saya mohoooon banget pak, lepasin saya. Saya kan udah minta maaf. Saya bersedia deh ngelakuin apapun supaya bapak lepasin saya. Saya pengen pulang” rengek Shilla. Wajahnya memerah, seperti mau menangis. Alvin makin geli dibuatnya.
“Oke, siapa nama kamu ?”
“Shilla”
“Oke, Shilla..kamu tau kan, segalanya bisa saya dapetin dengan gampang ? entah itu barang, uang, ataupun wanita. Terutama wanita. Saya ngga perlu ngejar cewe manapun, semuanya secara otomatis mendekat ke saya”
Shilla mengangkat wajahnya, memandang Alvin. Jujur saja, gadis itu masih belum mengerti maksud perkataan Alvin.
“Saya itu paling suka sama kesunyian. Sepi itu sahabat saya. Karna kamu tau ? semua nya bisa saya lakuin..apalagi disaat sepi. Seperti ini” Shilla merinding seketika. Harus bagaimana Ia sekarang ? apalagi setelah dilihatnya ekspresi wajah Alvin jauh lebih dingin daripada sebelumnya. Terlebih gerakan tangannya yang mencoba membuka kancing kemeja –yang masih dipenuhi noda saus-biru muda yang melekat pada tubuh lelaki itu.
Shilla bersumpah, jika pemuda didepannya ini akan bersikap kurangajar padanya, Ia akan menggunakan apapun didalam Villa ini untuk menyelamatkannya dari buaya darat didepannya.
“Kamu mau apa ?” Tanya Shilla cemas. Jelas saja, jika dilihat sudah 3 kancing kemeja yang dibuka perlahan oleh si empunya. 3 kancing lagi, dan semua akan berakhir…
“Tolong jangan apa apain saya..” Entahlah, Shilla lebih memilih pasrah. Gadis itu menyandar tembok dan berlutut. Menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tangan yang menempel pada kepalanya.
Pluk!
Agaknya Shilla merasakan sesuatu melayang mengenai ubun-ubunnya.
“Buka mata kamu” perlahan, Shilla membuka mata. Dan melihat kemeja kotor Alvin tepat mendarat diatas kepalanya. Sontak gadis itu langsung mengambil kemeja itu dari tempat ‘pendaratannya’. Didepannya, gadis itu melihat Alvin masih diam dalam posisinya. Hanya saja lelaki itu memakai kaos polos putih sebagai atasan.
“Ini..”
“Tadi kamu bilang kamu bersedia ngelakuin apapun untuk menebus kesalahan kamu ke saya kan ? oke saya ulangi, APAPUN. Liat kemeja itu ? saya mau kamu cuci kemeja saya sampe bersih. Sebersih-bersihnya. Asal kamu tau ya, kemeja itu adalah kemeja kesayangan saya. Hadiah dari mama saya. Saya kasih waktu seminggu . Jangan sampe ada setitik pun noda saus yang nempel di kemeja itu. Kalo itu terjadi..kantor polisi bakal langsung ada didepan mata kamu!” jelas Alvin yang langsung berbalik menuju pintu, dibukanya kunci pintu.
“Saya sengaja kunci ini supaya kamu ngga kabur”
Sontak, Shilla emosi sendiri ketika baru menyadari Alvin mengerjainya. “Oh jadi kamu ngerjain saya ? dasar cowo Abnormal !!”
Oke bagus Shilla, ucapanmu kali ini sukses membuat Alvin berbalik. “Tarik ucapan kamu barusan!”
“Ngga mau!”
“Ngga mau ?”
“Ngga akan!”
“Oke, silahkan tinggal di Villa ini selamanya. Dadah Shilla !”
Ceklik.
“ALVIIIIN !!!! jangan kunciin sayaaaaaa !!!!”
>>>><<<<<
“Shilla, kamu darimana aja sih ? aku tuh nyariin kamu kemana mana tau ga ?!” cerocos Gabriel (yang sejak tadi sore hingga malam menanti Shilla didepan rumah) ketika melihat Shilla –dalam keadaaan berantakan + menenteng kemeja kotor ditangannya- melangkah gontai menuju rumahnya.
“Ck, itu manager emang orang paling reseeeeee sedunia akherat deh!”
“Dia ngapain kamu ? bilang sama aku kalo dia berlaku kurang ajar, sini, biar aku hajar dia!”
“Ihh diem deh kamu Yel, bête banget nih. Kamu tau ga ? dia bawa aku ke puncak. Terus ngunciin aku di Villa nya, sendirian! 2 jam kemudian penjaga Villa nya bukain pintu buat aku terus nyariin taksi juga. Sampe aku bisa pulang!” curhat Shilla.
“Oh untung deh kamu ngga dikunci seharian disana” timpal Gabriel. Membuat Shilla melotot. “Apa kamu bilang ? untung ? ngga, ini udah keterlaluan! Pokoknya aku harus ngadain pembalasan ke manager rese itu!”
“Sabar Shill. Ngadepin orang kaya dia kudu ati-ati, karna kalo ngga bakal ngerepotin kamu sendiri. Kaya tadi ini. Eh omong-omong, kemeja dia kenapa kamu bawa pulang ?” Tanya Gabriel seraya melirik kemeja biru –kombinasi merah- yang bertengger di pundak Shilla.
“Dia nyuruh aku cuciin kemejanya ini. Udah ah aku mo tidur. Capeee. Untuk sementara kita ngalah dulu. Kita jualan ditempat lain” ujar Shilla diikuti dengan anggukan Gabriel. Setelah gadis itu masuk kedalam rumahnya, Gabriel melangkah menuju rumahnya yang terletak persis disebelah rumah Shilla.
Sementara di tempat lain, seseorang nampak asik memandang langit. Sesekali Ia tersenyum geli mengingat apa yang dilakukannya pada gadis asing tadi siang. Jika diingat, ingin rasanya Alvin tertawa tiap ada bayangan ekspresi wajah Shilla dalam otaknya. Hmm..nampaknya Alvin bakal ketagihan mengerjai gadis itu.
Cukup untuk memikirkan Shilla, Alvin putuskan mengambil iPod nya. Lalu memutar lagu favoritnya.
Baby, I know the story
I’ve seen the picture
It’s written all over your face
Tell me what’s the secret
That you’ve been hiding
And who’s gonna take my place?
I should have seen it coming
I should have read the signs
Anyway…
I guess it’s over
I’ve seen the picture
It’s written all over your face
Tell me what’s the secret
That you’ve been hiding
And who’s gonna take my place?
I should have seen it coming
I should have read the signs
Anyway…
I guess it’s over
>>>><<<<<
“Ck, susah banget sih ilangnya. Mana udah 2 hari lagi. Mampus aku kalo sampe ga mau ilang” keluh Shilla yang masih berkutat pada kemeja Alvin di papan cuci. Sudah berapa banyak sachet detergen berbagai merk yang Ia gunakan hanya untuk satu potong kemeja ?
“Ini semua gara gara manager reseeeee…!!”
“HEI !!” Shilla terlonjak seketika. Sedetik kemudian melotot garang kearah orang yang mengagetkannya.
“Kalo kesini Cuma mao ngagetin doang, mending kamu pergi deh Yel. Aku lagi kesel nih!”
“Wetsah sabar bu, maaf deh yang tadi. Aku ngga tau kalo kamu lagi bad mood. Aku kesini bawa kabar baik loh”
Shilla sedikit tertarik pada obrolan yang ditawarkan sahabatnya sejak kecil itu. “Ohya ? apa ?”
“Aku dapet pekerjaan!”
“yang bener ? dimana ?”
“Ngga nentu sih, tiap ada job aja. Jadi pegawai cathering. Nah kebetulan sabtu besok ada acara tunangan konglomerat. Itu kesempatan pertama aku Shill. Doain ya biar semuanya sukses” pinta Gabriel.
“Hehe pasti dong! Kalo udah dapet honor jangan lupa bagi-bagi ya. Hehe”
Keduanya bersahabat sejak kecil. Dengan keterbatasan materi sebagai orang sederhana, keduanya memang cocok. Cocok dalam arti menjalin persahabatan. Walau salah satu diantaranya mengharap lebih. Ya, mungkin hanya Shilla –dengan ketidakpekaannya- yang tidak menyadari pancaran mata ‘lain’ dari Gabriel tiap memandangnya.
Shilla tak mengerti bahwa Gabriel mencintainya, bahkan sejak mereka balita mungkin.
>>>><<<<
Shilla melirik jam dinding di kamarnya . Pukul 7 malam. Pandangannya beralih ke sebuah ponsel yang berada di tangannya. Ponsel milik Gabriel. Sejam yang lalu Ayah Gabriel dating ke rumah Shilla dan menyuruh Shilla untuk mengantarkan ponsel sahabatnya ke tempat kerja. Kata Paman, ponsel itu penting sekali untuk Gabriel. Yah..bukan hanya Gabriel, sebagian umat jagad raya menganggap ponsel itu PENTING.
“Ck, lagian barang ginian kok bisa sampe lupa dibawa Iyel sih, teledor dasar” sungut Shilla seraya meraih kertas alamat tempat kerja yang tadi diberikan oleh Paman. Setelah itu Shilla bangkit dan meraih tasnya.
Karena merasa bosan selama perjalanan, iseng-iseng gadis itu membuka gallery ponsel sahabatnya. Jangan salah, biarpun ngga punya handphone, bukan berarti Shilla gaptek.
Saat membuka gallery. Terdapat album yang disimpan jauh didalam folder folder. Album yang hanya dinamai dengan 3 simbol (.) membuat Shilla makin penasaran. Gadis itu terkejut.pasalnya, pada folder itu terdapat puluhan bahkan ratusan foto seseorang. Hanya ada 1 objek. Adalah tak lain dan tak bukan, dirinya. Ya, dirinya sendiri. Selama ini Gabriel mengambil gambarnya diam-diam, lalu menyimpannya. Tapi untuk apakah ?
“Heran aku sama Iyel, kami kan tiap hari ketemu. Rumah juga sebelahan. Kenapa juga harus ngumpulin fotoku sebanyak ini ? ah taulah..nanti aku Tanyain langsung ke Iyel nya” gumam Shilla sendiri.
>>><<<<
Gadis itu menganga, terpesona melihat rumah yang sepertinya lebih layak disebut Istana. Besar dan mewah. Semua tamu yang hadir berpakaian rapi. Gaun, jas, etika sopan, dan pembicaraan formal, itu yang sejauh ini Shilla tangkap pada pesta itu.
Oke, balik ke tujuan semula Shilla, batin Shilla. Gadis itu pun kembali mencari sosok Gabriel. Sulit, sulit mencari satu orang diantara puluhan atau mungkin ratusan tamu.
“Selamat malam……” Shilla tak menghiraukan seorang wanita yang sedang berbicara entah apa, bahasanya terlalu ribet. Lagipula bukan hak Shilla mendengarkan apapun yang diucapkan pada pesta ini. Karna tujuannya hanya 1, mengembalikan ponsel Iyel.
“…kita bisa mulai acara pertunangan antara Alvin dengan Sivia sekarang….” Shilla masih bersikap cuek sampai wanita itu menyebutkan satu nama. Kemudian gadis itu berbalik untuk memastikan apakah pemilik nama yang 10 detik lalu disebutkan adalah nama Manager menyebalkan itu?
Sialnya..
PRANG!
Tepat saat Shilla berbalik, seorang pelayan muncul dengan nampan berisi gelas softdrink. Kejadian itu menarik perhatian seluruh tamu. Termasuk pemilik rumah.
“Maaf mas maaf..” ucap Shilla.
“Loh Shilla, kamu ngapain disini ?” Tanya pelayan yang tak lain Gabriel.
“Ummm..aku kes..” belum sempat Shilla mengucapkan maksud tujuannya, ada suara yang lebih cepat menyela.
“Maaf mamah, papah, dan para tamu. Juga Sivia. Bukan maksud saya untuk menghindar dari acara pertunangan ini, tapi kalian semua juga tau kan ? segala hal yang dipaksakan itu ngga akan menjadi baik?” semua tamu, termasuk Shilla dan Gabriel menoleh kearah si empunya suara. Alvin.
“Maksud kamu apa Vin ?” Tanya wanita di sebelahnya, yang menurut perkiraan Shilla adalah mamanya manager menyebalkan itu.
“Maaf beribu maaf, tapi aku udah punya perempuan lain yang sangat aku cintai Mah. Aku ngga akan tunangan sama siapapun selain sama dia” ujar Alvin yang membuat semua tamu dan keluarga terkejut.
“Siapa perempuan itu ?” Tanya Sivia.
Alvin melempar pandangan kearah tamu tamu. “Dia..” tangannya menunjuk. Tepat kearah Shilla.
“Hah ?” gadis itu cengo. Belum sempat berkata, Alvin melangkah mendekatinya. dan merangkulnya.
“Maaf semua, tapi aku janji hari ini akan bawa dia jalan-jalan. Dan dia kesini, untuk nagih janji itu” ucapan terakhir Alvin sebelum pemuda itu menggandeng Shilla dan mengajaknya keluar area pesta.
>>>><<<<
“Kamu mau bawa aku ke Villa lagi ? terus ngunciin aku disana ? atau..kamu mau nyuruh saya nyuciin seluruh baju kamu di lemari ?”
“Ck, tenang dulu kenapa sih. Aku ngga ada niat buruk kok. Nanti aku jelasin semuanya ke kamu” tanpa bertanya lagi, Shilla lebih memilih diam saat Alvin membawa mobilnya menjauh dari keramaian. Entah mengapa, gadis itu percaya pemuda disampingnya tidak akan menyakitinya.
Mobil Alvin berhenti di sebuah tempat yang belum pernah dilihat Shilla. Padang rumput luas, sejuk, dan..nyaman. tak ada apapun selain rumput hijau & pepohonan yang mengelilinginya yang sudah berubah menghitam seiring datangnya malam.
“Kok kamu bisa nemuin tempat se enak ini ?” Tanya Shilla. Sejenak melupakan masalah mereka. Alvin mengikuti Shilla yang mendudukkan dirinya dibawah pohon besar dekat situ.
“Maaf ya, harus bawa bawa kamu kedalem masalahku” Alvin membuka pembicaraan, membuat Shilla menoleh padanya. “Masalah apa ?”
Pemuda tersebut menyunggingkan senyum tipis. “Seperti yang kamu liat tadi. Pertunangan itu sama sekali bukan keinginan aku”
“Loh kalo kamu, eh maksudnya kalo Pak Manager ga mau tunangan kenapa harus ngadain pesta tunangan segala ?” Tanya Shilla sedikit terkejut.
“Panggil aja Alvin. Perlu kamu tau Shill, jabatan Manager itu terlalu berat buat aku. Untuk jawaban dari pertanyaan kamu, aku ngga bisa nolak apa yang udah digariskan sama Papahku. Bagi kami, perintah papah adalah satu hal wajib yang harus dilaksanakan. Kehidupanmu sejak awal udah dirancang sama beliau. Semuanya..bahkan aku sampai lupa apa cita-cita ku dulu” terang Alvin.
Shilla menatap iba. Entahlah, baru kali ini Ia melihat sosok angkuh itu menjadi kecil. “Maaf, aku ngga ber..”
“santai aja kali. Untuk kali ini aku berhasil kabur. Tapi entah besok gimana. Aku ngga habis pikir sama orang yang memandang aku sempurna. Sempurna dari mana ? bahkan aku ngga diijinkan untuk menjalani hidup yang sesuai dengan kemauanku sendiri. Semuanya aku jalanin atas kemauan papah. Semuanya”
Shilla mengalihkan pandangan keatas, menerawang. “Mungkin sekarang kamu ngerasa tersiksa. Tapi percaya deh, suatu saat pasti kamu bakal tau kebaikan orang tua kamu”
“Ya,ya,ya..oia aku belum tau kamu. Certain semua tentang kamu” pinta Alvin. Tanpa segan, Shilla menceritakan semuanya pada Alvin. Walau keduanya baru mengenal.
“..oh jadi Gabriel itu sahabat kamu sejak kecil ?” Shilla mengangguk, menimpali ucapan Alvin.
“Iya, aku sama dia udah tetanggaan sejak kami bayi. Ayahku sama ayahnya Iyel itu sahabatan. Saking deketnya, aku sayang sama dia. Cuma dia yang bisa mengerti aku sepenuhnya ” tutur Shilla.
“Astaga, handphone nya Iyel masih ada sama aku” pekik shilla ketika menyadari ponsel Gabriel masih bersamanya.
“hah ?”
“Iya jadi tadi aku ke pesta untuk nganterin ponsel ini ke tempat kerjanya Iyel. Belom juga sempet ngembaliin, eh malah udah dibawa lari kamu” omel Shilla. Alvin terkikik. “Sori sori..besok aku anter kamu pulang”
“Kok besok ? kenapa ngga sekarang ?”
“Ini adalah tempat favorit aku. Sekali kesini, bakal susah ninggalinnya. Besok aja ya, lagian aku males kalo harus pulang ke rumah” jawab Alvin.
“Yaudah deh terserah” Shilla menimpali. Keduanya bersandar di pohon besar. Pemuda tersebut mengeluarkan iPod nya, benda yang tak pernah luput darinya dimanapun Alvin berada.
“Beuh..sama aja boong dong!” sungut Shilla ketika melihat Alvin mengenakan headset pada kedua telinganya.
“Apanya ?”
“Kalo kamu asik dengerin music, sama aja bikin aku ngerasa sendirian” keluh Shilla. Membuat Alvin mengalah dan membagi headsetnya pada Shilla.
“Baby, I know the story.. I’ve seen the picture..” Alvin bernyanyi kecil. Shilla menatapnya. “Kamu suka lagu ini ?”
Alvin mengangguk. “sejak dulu ini lagu favorit aku”
“Oh, kenapa suka ? apa karna isi lagu ini pernah jadi pengalaman pribadi kamu ?” Tanya Shilla –lagi-.
“Bukan, sama sekali ngga ada sangkut pautnya sama pengalaman pribadi. Aku Cuma ngerasa tenang kalo denger lagu ini. Lagunya bagus, udah itu aja” Shilla hanya tersenyum kecil. Ada perasaan lain yang mengusiknya. Entah apa. Saat Shilla melihat Pak Manager disampingnya memejamkan mata, dirinya turut menutup mata.
I thought this love would never end
How was I to know?
You never told me
Can’t believe that I’m the fool again
And I who thought you were my friend
How was I to know?
You never told me
>>>><<<<<<
Gadis itu terbangun dan tak mendapati Alvin disampingnya. Terbesit dalam pikiran Shilla bahwa Alvin meninggalkannya sendirian ditempat asing ini. Jika sampai hal itu terjadi, Shilla tidak akan memaafkan Alvin lagi.
Oh sepertinya tidak begitu, karna Shilla masih melihat mobil yang dinaikinya semalam masih ada ditempat semula. Tapi kemana Alvin ?
“Arrgghh..” terdengar rintihan pelan. Penasaran Shilla berjalan mencari sumber suara.
“Astaga, kamu ngga papa kan Vin ?” pekik Shilla kala melihat Alvin bersandar di depan mobil. Tangannya memegang perut, wajahnya pucat pasi.
“Aku ngga papa kok, emang sering begini”
“Gapapa gimana, muka kamu pucet gitu. Tiduran didalem mobil aja ya, sini aku bantu” tanpa menunggu respon jawaban dari Alvin, Shilla langsung memapah pemuda itu memasuki mobilnya.
Untuk yang kedua kalinya Shilla merasa iba melihat Manager didepannya yang tengah merintih kesakitan. Ingin Ia menelpon ambulance, tapi dilarang Alvin. Apa boleh buat, gadis itu hanya bisa diam menunggu keadaan sang Manager pulih.
>>>><<<<
“Enak ya pergi sama cowo cakep & kaya. Sampe ngga pulang semaleman” sindir Gabriel dari beranda rumahnya begitu melihat Shilla diantar pulang Alvin. Tentu saja setelah mobil Alvin berlalu.
“Hehe sori Yel, kamu marah ya karna HP kamu aku bawa semaleman ? maaaf banget ya, abisnya semalem dia ngga mau anter aku pulang. Nih aku kembaliin” Gabriel menerima ponsel yang disodorkan Shilla.
PRANG!
Entah untuk alasan apa Gabriel membanting ponselnya. Membuat Shilla terlonjak. “Iyel kamu kenapa sih ?”
“Kamu tau ?!! sejak semalem aku mikirin kamu dimana ?!! aku khawatir Manager rese itu macem-macem sama kamu !! kamu tau ga kalo aku cemas mikirin kamu !!” teriak Gabriel. Shilla sendiri terkejut, baru kali ini Gabriel memarahinya. Ya, baru kali ini.
“Kenapa nangis ?! ga trima aku marah-marah gara gara kamu dibawa pergi sama manager itu ?? oh jangan jangan kamu mulai suka sama dia ? hey inget Shill, inget kodrat kamu!! Kamu ngga akan bisa dapetin dia, dia itu jauuuuh derajatnya diatas kita!!”
“Yel !! aku nangis bukan karna dia, sadar ngga KALO AKU NANGIS KARNA KAMU !! KAMU NGGA PERNAH MARAHIN AKU ?!? dan sekarang kamu marah marah untuk alesan sepele ?!”
“Shill, maaf Shill. Aku..aku Cuma ngga mau kamu dimainin sama orang kaya macem dia. Asal kamu tau Shill, semua orang kaya itu sama” nada suara Gabriel berubah pelan. Entah dimana letak kelucuan ucapan Gabriel sehingga membuat Shilla tertawa. “Kenapa ketawa ?”
“Hehe..habisnya kamu tuh soktau banget, bilang gitu. Siapa bilang aku suka sama dia ? yang semalem itu kan Cuma sandiwara. Lagian mana ada aku bisa langsung jatuh cinta sama dia begitu pergi semaleman penuh ? lucu deh kamu”
Mata Gabriel berbinar-binar. “Jadi kamu ngga suka sama Manager itu ?”
Shilla menggeleng. “Ngga lah. Aku lebih suka sama kamu, sebagai sahabatku”
Dalam hati Gabriel bersyukur, walau menurut pengakuan Shilla dirinya masih dianggap sebagai sahabat, namun itu jauh lebih baik ketimbang tidak berarti apapun dimata gadis itu.
>>>><<<<
“Gimana Yo ? ngga ada yang salah kan sama gue ?” Tanya seorang lelaki diruang serba putih dan penuh dengan peralatan medis itu.
“Sori Bro, gue sangat menyesalkan harus bilang ini ke lo”
Lelaki berwajah oriental itu terbelalak. “Bilang apa ?”
Pria berjas putih yang mengalungkan stetoskop itu menghela nafas. “Dari yang gue liat…lo..lo kena kanker hati atau sirosis. Sori, tapi..harapan hidup lo tipis”
>>>><<<<
“Mau kemana Shill ?”Tanya Gabriel kala melihat Shilla keluar dari rumah dengan mengenakan pakaian rapi.
“Mau ngembaliin ini, kemejanya Alvin udah selese aku cuci” jawab Shilla.
“Eh aku anter ya ?” tawar Gabriel diikuti dengan anggukan Shilla. Sebenarnya itu Gabriel lakukan untuk memastikan tak ada hubungan serius antara Shilla dengan Sang Manager.
Sesampainya di kantor..
“Silakan Pak Manager sudah menunggu anda diruangannya” sekretaris itu dengan ramah menunjukkan ruangan Alvin kepada Shilla dan Gabriel.
“shill, kok dia bisa tau kita bakal kemari ?” bisik Gabriel.
“Iya kan kemaren aku udah janji bakal ngembaliin kemejanya hari ini” jawab Shilla. Shilla melempar senyuman kepada sekretaris Manager yang mempersilakan keduanya masuk begitu sampai didepan ruangan Alvin.
“Astaga, Alvin !” pekik Shilla kala melihat pemuda itu tengah berlutut dengan satu tangan memegang perut sementara tangan lainnya bersandar pada meja kerja.
“Sakit lagi ? aku panggilin ambulance ya ??” Alvin menggeleng. “Ngga perlu, istirahat bentar juga sembuh”
Sama seperti dulu, Shilla memapah Alvin menuju sofa. Di posisi lain, Gabriel merasa mata dan hatinya terbakar melihat pemandangan didepannya.
“Kamu tunggu sini dulu ya, biar aku suruh sekretaris kamu untuk ambilin kotak P3K” pinta Shilla, namun tangannya dicegah Alvin. “Ga perlu, plis disini aja..temenin aku”
Shilla berpikir lumayan lama, lalu mengangguk. Sementara Gabriel makin tak tahan akan kecemburuan yang melumat habis pikirannya. Pemuda itu memutuskan untuk pergi dari ruangan itu.
Shilla tak menyadari Gabriel pergi. Entahlah, gadis itu nampak nyaman berada pada posisinya sekarang. Duduk didekat Manager yang tengah terlelap. Shilla tak mengerti, walau wajahnya nampak tenang, sebenarnya pemuda didepannya tengah berusaha mati-matian agar tak menunjukkan rasa sakitnya didepan gadis yang..mulai istimewa untuknya itu.
>>>><<<<<
Gabriel pergi bersama Ayahnya ke Surabaya. Karena neneknya sedang sakit keras. Sebenarnya pemuda itu tak ingin ikut, tapi paksaan Ayah jauh lebih meluluhkan keinginan awalnya untuk tetap tinggal. Kurang lebih seminggu kepergian Gabriel, terjalin suatu perasaan aneh antara Alvin dan Shilla. Karna Shilla rutin ke kantor untuk membawakan bekal Nasi uduk untuk Alvin. Gadis itu sudah mengawas-awas agar Alvin tak jajan sembarangan. Dalam konteks pertemuan yang makin sering, ikatan perasaan aneh itu makin menyelimuti hati mereka.
Cinta ? entahlah.
>>>><<<<<
Jika cinta berakhir dengan kesedihan, jangan pernah menyasal dengan sebuah pertemuan. Karna orang yang membuatmu menangis adalah orang yang PERNAH membuatmu bahagia..
“ada perlu apa lo ngajakin gue ketemuan di taman ?” Tanya Alvin begitu sampai di taman. Dilihatnya Gabriel sedang berdiri membelakanginya.
“Ada hubungan apa lo sama Shilla ?” Gabriel tak menjawab pertanyaan Alvin, justru balik bertanya.
“Shilla ? ngga kok, kita Cuma temenan”
Gabriel berbalik. “Temenan ? yakin ? kok hati gue bilang lo cinta ya sama dia ?”
“Terus kalo gue emang cinta sama dia kenapa ? lo ada masalah ? bukannya lo Cuma sahabatnya aja ya ?”
“Brengsek lo! Jauhin Shilla sekarang juga! Gue ngga mau dia makin tersakiti karna lo !”
“Tunggu, kenapa lo anggep gue mainin Shilla ?”
Gabriel tersenyum sinis. “Karna menurut gue, semua orang kaya itu sama aja. Jahat, suka mempermainkan perasaan orang miskin! Shilla jauh lebih bahagia kalo sama orang yang sederajat sama dia, kaya gue”
“Yakin Shilla bahagia ? hey, bukan lo yang ngerasain, tapi Shilla”
“Gue udah denger kok seluruh perhatiannya buat lo. Tapi dengerin gue ya Pak Manager, Shilla ngga ada perasaan apapun sama lo. Lo tau ? gue cinta sama dia udah lebih dari 20 tahun. Seluruh jiwa gue hanya untuk jagain dia. Dan itu ngga sebanding dengan waktu lo kenal sama dia. Inget Vin ? 20 tahun ngga akan mampu digantikan sama 20 hari lo kenal dia !” jelas Gabriel.
Alvin terpaku. Gabriel menghampirinya. “Hadiah untuk lo”
BUKK!
Terlalu cepat dan Alvin tak sempat menghindar. Pemuda itu tersungkur dengan darah mengalir dari sudut bibirnya. Namun tetap tak membuatnya berniat membalas kala Gabriel hendak memukulnya lagi.
“Gue peringatin sama lo ya Vin, jauhin Shilla ! kalo sampe gue liat lo deketin cewe gue lagi, gue bersumpah lo akan mati !” ancam Gabriel.
Alvin tersenyum sinis. “Ga perlu lo ancem juga gue bakal mati”
Seusai berucap demikian, Alvin bangkit meninggalkan Gabriel yang sesungguhnya tak mengerti apa maksud ucapan Alvin tadi.
Sementara di tempat lain, seseorang tanpa sengaja melihat adegan brutal yang dilakukan antara dua orang berbeda kasta. Seseorang tersebut merasa bimbang.
>>>><<<<
“Yel, aku mo ngomong” pinta Shilla ketika Gabriel berkunjung ke rumahnya.
“Ngomong apa ?” Shilla mengisyaratkan Gabriel untuk duduk didekatnya.
“Apa yang kamu lakuin sama Alvin tadi di taman ?” Gabriel terkejut. “Kamu liat ?”
Shilla mengangguk. “Kenapa sih Yel ?”
Gabriel menghela nafas. Mungkin sudah saatnya Gabriel berterus terang. “20 tahun Shill, 20 tahun aku cinta sama kamu. Bukan sebagai sahabat. Lebih dari itu, aku pengen milikin kamu. Hati kamu, raga kamu”
“……”
“aku percaya kamu udah liat ratusan foto kamu yang aku simpen di ponsel aku. Itu belum apa-apa Shill. Disini..” ujar Gabriel sembari menunjuk dadanya. “..Disini lebih banyak segala hal tentang kamu yang aku simpan”
“Yel, aku..aku ngga ngerti…”
“Ngga ada yang bisa ngertiin kamu selain aku Shill. Oke, tolong bicara jujur. Kamu punya perasaan yang lebih ke Alvin ?” Tanya Gabriel ragu. Jika jawaban yang keluar dari mulut Shilla bukan jawaban yang diharapkan, sudah tentu hatinya akan terluka. Tapi jika tidak ditanyakan, akan menjadi tanda Tanya besar dalam benak Gabriel.
“Jawab Shill”
Shilla menatap mata Gabriel dalam-dalam. Gabriel, sosok itu hanya sebagai sahabat di matanya. Tak lebih. “maaf Yel, aku..aku cinta sama dia”
“Segitu ? itu balasan 20 tahun aku ngejagain kamu ?!”
“Yel, ini bukan masalah waktu. Aku mohon kamu ngerti Yel, kamu ngga bisa paksa aku. Bukannya dulu kamu bilang, kalo kamu bakal ikut seneng kalo aku seneng ?” tutur Shilla mengiba.
Gabriel bimbang. Memang, dulu Ia berkata demikian. Tapi jika Shilla bahagia diatas penderitaannya ? masih mampukah dirinya mengukir senyum palsu si hadapan Shilla ? sementara hatinya terluka amat dalam ?
Memang, cinta tak akan pernah bisa dipaksa. Dan jika kebahagiaan Shilla bukan pada dirinya, mengapa Iyel harus memaksakan ? Iya, Iyel tak boleh egois. Dirinya sudah kalah. Kalah secara terhormat.
“Mmmm..permisi” tegur seorang gadis ayu yang tiba-tiba muncul di depan rumah Shilla. Tunggu, gadis itu nampak tak asing bagi Shilla maupun Gabriel. Adalah Sivia, gadis yang pernah ditunangkan dengan Alvin.
“kamu ? ada apa ya kesini ?” Tanya Shilla halus. “Kamu Shilla kan ?” Shilla mengangguk. Anggukan Shilla diikuti Sivia yang langsung memeluknya erat.
“Ada apa ya Mbak ?”
“Hhhmmmm…bbb..” yang terdengar hanya isakan dari Sivia. Shilla dan Gabriel makin dibuat heran.
“Tolong jaga Alvin baik-baik, dia sangat mencintai kamu” tutur Sivia.
Shilla terperanjat. “Maksud kamu ?”
>>>>><<<<<<
Shilla menatapi jalan-jalan yang dibatasi kaca bus. Walau pandangannya melihat kearah luar, tetapi pikirannya melanglangbuana entah kemana. Terbesit beberapa kalimat yang Sivia ucapkan sekitar 1,5 jam yang lalu.
“..Alvin cinta sama kamu Shill, dia sendiri bilang ke aku. Kamu gadis yang sangat istimewa untuknya. Aku temenan sama Alvin sejak kami kecil. Aku cinta sama dia sejak dulu. Awalnya, aku memang ngga terima gitu dia bilang ke aku kalo dia sayang sama kamu”
“..perasaan Alvin ngga main main Shill, dia berani bilang ke papa nya yang terkenal keras itu..bahwa dia sayang sama kamu. Dan hanya ingin bersama kamu, bukan aku. Papa nya marah besar dan ngancem untuk menghapus nama Alvin dari daftar perusahaan keluarga. Tapi Alvin ngga gentar Shill. Dia berani menentang papa nya demi kamu. Sekarang dia harus membuktikan ke semua kalo kehidupannya bisa berjalan tanpa ditopang keuangan keluarga. Alvin kabur dari rumah”
“..satu hal Shilla, Alvin menderita Kanker Hati atau Sirosis. Harapan hidupnya tipis. Sangat tipis. Itulah yang membuat aku ngelepasin dia untuk ngejar kamu. Karna aku mau dia dapetin kebahagiaan sejatinya”
“sekarang, susul Alvin. Dia ada di Bandung. Ini alamatnya. Alvin sendiri yang kasih tau aku. Dia pengen pergi menjauh dari kota. Mencari ketenangan. Kenapa Alvin ngga pamit ke kamu ? karna Alvin menganggap kamu cintanya sama Iyel, bukan sama dia. Karna Alvin berpikir, 20 tahun Iyel bersama kamu jauh lebih berharga ketimbang dia yang baru kenal kamu sebentar”
Shilla menghembuskan nafas panjang. 1.5 jam yang lalu Sivia dan Gabriel mengantarnya ke Terminal, mencarikan bus untuk menyusul Alvin. Berbagai perasaan berkecamuk dalam dirinya. Terlebih apabila mengingat kata-kata terakhir Gabriel sebelum dirinya berangkat.
“Aku bukan orang yang suka mengingkari janji. Sejak dulu, sejak dulu aku janji sama diriku sendiri untuk selalu jaga kamu. Aku janji sama diriku sendiri bahwa aku akan tersenyum kalo kamu tersenyum. Menangis jika kamu menangis. Begitu seterusnya. Sampai sekarang. Maaf aku egois berusaha memiliki kamu. Kejar Alvin ya, dan kamu harus janji sama aku Shill, apapun yang terjadi nanti, kamu harus jadi perempuan paling tegar di dunia. Janji ya ?”
Bus tersebut sampai juga di terminal. Shilla menyambungnya dengan ojeg. Motor bebek itu berhenti tepat di sebuah rumah kontrakan kecil dan sempit. Jauh dari kata mewah dan mahal. Apa mungkin Alvin benar benar tinggal disini ?
Tok..Tok..Tok..
Kreeek.
Pintu terbuka, berdiri sosok Alvin yang berbeda dari biasanya. Tanpa kemeja atau dasi. Hanya kaos oblong dan celana selutut.
“Shilla ?” pekik pemuda itu heran.
>>>>><<<<<
“Kamu tinggal disini aja” usul Alvin. Membuat Shilla terbelalak. “Ngga, ngga perlu”
“Hehe..kamu tuh masih aja sama kaya yang dulu. Kontrakan ini punya 2 kamar kok. Kamu bisa pake yang satunya” Alvin menunjukkan kamar yang akan ditempati Shilla. Gadis itu tak menghiraukan, justru melangkah ke belakang.
“Vin..kok…”
“Kenapa ? heran ya rumah yang keliatannya sempit ini punya kolam ikan sama taman yang..mmm..cukup luas dibelakang ?” Shilla mengangguk. “Rumah ini adalah milik salah satu karyawan di kantor. Kebetulan kosong. Jadi yah aku sewa aja”
Shilla masih diam. Entah, gadis itu begitu terpesona dengan taman belakang rumah itu. Sama sekali tak menyangka rumah yang dari depan kecil, ternyata belakangnya terdapat taman yang indah. Ada juga ayunan panjang ber-cat putih yang berada di pinggiran taman.
“Kamu mau kan ? tinggal disini, nemenin aku ?” bisik Alvin. Shilla menatapi pemuda didepannya, lalu mengangguk.
>>>><<<<<
Kedua anak manusia berbeda jenis itu tinggal bersama dalam satu atap. Namun, tak ada hal nista yang mereka lakukan. Keduanya berpikir sehat. Bahwa atsmofer yang menyelimuti rumah mereka adalah atsmofer cinta, bukan nafsu.
Setiap pagi, keduanya berbelanja ke pasar. Lalu memasak makanan bersama. Mengerjakan pekerjaan rumah bersama, mencuci baju dengan menginjak-injak baju dalam ember besar, hamper setiap malam keduanya duduk di ayunan belakang sembari mendengarkan lagu favorit mereka. Shilla juga yang setia menemani Alvin jika penyakit pemuda itu berulah.
Mungkin, Alvin telah benar-benar mendapatkan kehidupan yang diingkannya sendiri. Bukan merupakan rancangan orang lain seperti yang sudah-sudah. Pemuda itu telah mendapatkan kebahagiaannya yang sejati, walau hanya sementara.
>>>><<<<<
Sama seperti malam-malam sebelumnya. Malam ini Alvin dan Shilla duduk bersama di ayunan, memandang langit. Gadis itu menyandarkan kepalanya ke pundak Alvin.
“Shill, kamu bahagia ngga sih ngejalanin semua sama aku ? jawab jujur” Tanya Alvin.
Shilla mendongak. “Ck, pake Tanya lagi. Jelaslah aku bahagia. Kalo ngga ngapain aku tinggal selama seminggu di rumah ini sama kamu ? udah bawel, suka ngatain lagi”
“Yee..kaya sendirinya ngga bawel aja” untuk sesaat, keduanya tertawa bersama.
“Shill, kamu udah tau kan apa yang bakal terjadi sama aku suatu hari nanti ?” Tanya Alvin lagi. Kini nada suaranya lebih pelan.
“Tau, dan apapun itu, aku bakal terima sekuatnya”
“Janji ya Shill, kalo aku pergi, kamu harus lanjutkan hidup kamu. Jangan berhenti sampai disini. Percaya, aku ngga akan ninggalin kamu secepet ini”
“Ya, aku percaya. Dan aku janji. Aku sayang kamu”
“Aku juga…lebih” balas Alvin. angin malam menuntun mata Shilla untuk terpejam. Tetap dalam dekapan lelakinya. Gadis itu berharap, waktu bisa dihentikan saat itu juga. Agar dirinya bisa abadi bersama Alvin. Tapi tidak, karna jika Tuhan telah menggariskan sesuatu, maka tak ada makhluk Nya yang bisa mengelak. Begitu juga dengan gadis itu.
Sinar mentari menerobos masuk taman itu. Disusul dengan suara ayam berkokok yang saling berebut untuk memanggil pagi. Gadis itu terbangun. Baru menyadari dirinya masih ditempat semula, di ayunan.
“Hoaaam udah pagi. Kamu kenapa ngga bangunin aku sih Vin..” gadis itu menggeliat sebentar, lalu mengangkat wajahnya. Menatapi lelakinya yang masih terpejam. Gadis itu menepuk pipi Alvin, guna membangunkannya. Namun tetap tak ada gerakan.
“Vin..bangun Vin” panggilan Shilla semakin keras. Hingga mata bulat gadis itu melihat suatu cairan merah pada tangan dan sudut bibir Alvin. Jantung Shilla berpacu lebih cepat. Gadis itu memberanikan diri untuk menyentuh nadi Alvin, memastikan apakah ada kerja pernafasan disana ?
Dan, ketika menyadari semua telah pergi, Shilla terkulai lemas. Kenapa begitu cepat Tuhan mengambil kebahagiaan darinya ? Shilla menangis tertahan. Kembali Ia sandarkan kepalanya ke pundak Alvin yang sudah terlelap abadi. Ia puaskan memeluk raga Alvin sebelum raga itu benar benar pergi.
>>>>><<<<<<
2 tahun kemudian.
“Anak-anak..udah bel masuk ayoo masuk ke kelas!!” teriak seorang wanita cantik. Puluhan anak anak penghuni Taman Kanak-Kanak Pertiwi berhamburan masuk.
“Bu Cilla..Bu Cilla..masa mainanku diambil sama Cakka” adu seorang gadis kecil dengan mukanya yang cemberut.
“Aduh kesian banget sih Oik, nanti Ibu ambilin deh mainannya Oik. Tapi mainnya nanti ya kalo udah selese belajar” Gadis dewasa yang tak lain adalah Shilla, membimbing anak TK bernama Oik untuk masuk kedalam kelas.
Begitulah, Shilla yang kini menjadi guru TK sebulan sejak kepergian Alvin. Dan sekarang, hari ini adalah tepat 2 tahun kepergian Alvin.
Teng..Teng..Teng..
“Anak-anak beresin bukunya ya. Lintar, pimpin doa” perintah Shilla. Begitu doa selesai, Shilla melangkah keluar kelas.
Gadis itu tersenyum melihat Gabriel sudah ada didepan gerbang TK. “Makasih ya Yel, selama 2 tahun kamu setia disamping aku sebagai sahabat”
“Iya sama sama. Eh Shill, kayanya ada yang ketinggalan deh didalem kelas” ucap Gabriel.
Dahi Shilla mengerut. “apa ? kayanya ngga deh”
“Ada. Coba deh di cek” paksa Gabriel. Mau tak mau Shilla menurut, siapa tau ucapan Gabriel benar.
Kreeeeek..
Jeng..jeng..jeng..
Gadis itu menoleh, melihat Gabriel menenteng gitar. Padahal belum habis keterkejutan Shilla melihat seluruh anak murid berdiri dan memegang lilin.
“Baby, I know the story
I’ve seen the picture
It’s written all over your face
Tell me what’s the secret
That you’ve been hiding
And who’s gonna take my place?
I should have seen it coming
I should have read the signs
Anyway…
I guess it’s over”
I’ve seen the picture
It’s written all over your face
Tell me what’s the secret
That you’ve been hiding
And who’s gonna take my place?
I should have seen it coming
I should have read the signs
Anyway…
I guess it’s over”
Shilla tak dapat menyembunyikan rasa harunya kala Gabriel menyanyikan intro lagu favoritnya dengan Alvin dulu.
“Yok, anak anak…” pandu Gabriel. Seketika, terdengar anak anak TK serempak menyanyikan refrain lagu tersebut.
“Can’t believe that I’m the fool againI thought this love would never end
How was I to know?
You never told me
Can’t believe that I’m the fool again
And I who thought you were my friend
How was I to know?
You never told me”
Gadis itu tak dapat menyembunyikan rasa harunya, hingga sebulir airmata menetes.
“Makasih semua..”
“Kita semua sayang sama kamu Shill, jangan sedih ya” ucap Gabriel. Shilla tersenyum. “Aku janji”
Baby, I know the story
I’ve seen the picture
It’s written all over your face
Tell me what’s the secret
That you’ve been hiding
And who’s gonna take my place?
I should have seen it coming
I should have read the signs
Anyway…
I guess it’s over
Can’t believe that I’m the fool againI’ve seen the picture
It’s written all over your face
Tell me what’s the secret
That you’ve been hiding
And who’s gonna take my place?
I should have seen it coming
I should have read the signs
Anyway…
I guess it’s over
I thought this love would never end
How was I to know?
You never told me
Can’t believe that I’m the fool again
And I who thought you were my friend
How was I to know?
You never told me
Baby, you should’ve called me
When you were lonely
When you needed me to be there
Sadly, you never gave me
Too many chances
To show you how much I care
I should have seen it coming
I should have read the signs
Anyway, (anyway)
I guess it’s over
Never told me
About the pain and the tears
If I could I would
Turn back the time
I should have seen it coming
I should have read the signs
Anyway, (anyway)
I guess it’s over
(Westlife-Fool Again)
-TAMAT-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar