Selasa, 02 Agustus 2011

Hidupmu Hidupku 6 -Short Story-

HIDUPMU HIDUPKU 6

>><< 

Mata bocah laki laki itu terbuka. Pandangannya lurus ke depan. namun begitu, tak ada yang dilihatnya. Bayangan didepannya gelap. Hitam. Kenapa ? karena Ia buta. Tak kentara memang, dibalik wajah tampan bocah itu. tak ada yang menyangka ada kekurangan tersembul dalam dirinya. Jika tanpa tongkat yang memapah langkahnya, pasti semua yang melihat menyangka Ia normal. Walau kenyataannya..tidak.

>><< 

“Nanti kalo Cilla udah gede, Cilla mau jadi pacar  Cakcak” celoteh seorang gadis kecil di bangku belakang mobil yang tengah dikemudikan ayahnya. Bersama bocah lelaki seusianya, mereka berdua asik berceloteh sedari tadi.

“Ih Cilla ah…namaku itu Cakka, bukan Cakcak” protes bocah laki laki tak terima namanya diobrak abrik perempuan disampingnya.

“Ck Cakcak tuh nyebelin deh..itu kan nama kesayangannya Cilla buat Cakcak” timpal gadis yang sesungguhnya bernama Shilla. Sementara ayah bundanya menoleh ke belakang, dan tertawa bersama melihat ekspresi cemberut putrinya.

“Shilla sama Cakka jangan marahan mulu dong. Kita kan mau ke Puncak. Ntar ngga asik loh kalo musuhan gini. Baikan gih. Katanya kalo udah gede mau pacaran” bujuk Bunda.

“Cakcak duluan” tolak Shilla. Cakka menoleh, menyampingkan letak duduknya menghadap Shilla. “Iyadeh..Cakcak minta maaf. Cilla jangan marah marah lagi ya” Shilla membalas dengan mengaitkan telunjuknya ke telunjuk Cakka. Keduanya tersenyum.

“Ayah awass !!!” pekik Bunda saat melihat sebuah motor muncul ugal ugalan dari arah berlawanan.

CIIITTTT !!!

“ARGGGHHHHH !!!” jeritan terakhir Shilla. Setelah itu, semua gelap!

>>><<< 

“Gimana dok ? apakah sudah ada pendonor mata untuk anak saya ?” tanya seorang wanita muda di ruangan dokter.

Dokter yang ditanyai, menerawang sembari mengusap usap dagunya. “Belum ada. Tapi..”

“Tapi apa dok ?”

“Tapi ada 4 orang pasien yang baru saja masuk ke rumah sakit ini. mereka mengalami kecelakaan hebat. 3 dari mereka tidak dapat diselamatkan. Jika ibu mau, kita bisa mengusahakan serta membujuk keluarga pasien untuk mendonorkan kornea matanya untuk Alvin”

>><<< 

Shilla termenung di ruangan serba putih yang Ia tempati saat ini. sendiri. kepalanya pening. Namun bukan itu yang ada dipikiran gadis berusia 10 tahun tersebut. Ada 2 kabar buruk. Pertama, suster  baru saja memberi kabar duka atas kepergian Ayah, Bunda dan Cakka selama lamanya akibat kecelakaan tadi. berita itu cukup mengguncang jiwa Shilla. Bagaimana tidak ? jika kedua orang tua dan teman kecilnya pergi, lalu dengan siapa Shilla melanjutkan hidupnya ? itu mungkin bisa dipikirkan nanti. Karna berita kedua lebih menyakitkan.

Shilla kehilangan suaranya. Entah untuk sementara atau selamanya. Ada luka pada pita suaranya. Entah bagaimana penjelasan medisnya, Shilla tak begitu mencerna. Yang Ia ingat betul, sekarang Ia gadis kecil kesepian. Dan..bisu.

>>><<< 

10 tahun kemudian..

Rumah besar itu nampak ramai. Sepertinya ada hajatan besar besaran. Yap ! seorang pengusaha sukses pemilik rumah itu, berencana mengadakan pesta pertunangan putra tunggalnya dengan gadis pilihannya.

“Hei kamu” panggil sang nyonya pengusaha seraya menunjuk salah satu pelayan. Pelayan cantik tersebut menunjuk dirinya sendiri. memastikan bahwa dirinya yang dipanggil sang majikan.

“Iya kamu. sini” pelayan tersebut mendekat. “Siapa nama kamu ?” tanya nyonya. Sang gadis, bukannya menjawab malah memainkan jari-jarinya. Mengepalkan tangan, menyampingkan rapatan telunjuk dengan ibu jari, mengangkat kelingking, mengangkat jempol dan telunjuknya, terakhir menggulung anak anak jari.

Majikannya memandang cengo. Apa maksudnya ? “Hei, apa yang kamu lakukan, saya tanya siapa nama kamu.malah maen maen jari ga jelas”

Gadis itu menggeleng. Tiba tiba datang pelayan lain. “Maaf nyonya, nyonya memang tidak bisa berkomunikasi normal dengan Shilla. Karna dia bisu”

“Bisu ?”

“Iya. Dan jika ingin berkomunikasi, dia menggunakan bahasa isyarat” tambah pelayan itu.

“Oh siapa namanya ? dan siapa nama kamu ?”

“Namanya Shilla. Sedangkan saya Ify”

“Oke, kalian berdua bantu angkat makanan yang baru dateng. Pelayan yang lain sibuk” perintah nyonya. Keduanya mengangguk.

BRUKK..

“Aww..damn ! hei punya mata ngga sih kamu ?” omel seorang pemuda yang tak sengaja dikotori kemeja jasnya oleh makanan yang dibawa Shilla. Shilla terkejut, lalu merapatkan kedua telapak tangannya.

“Minta maaf kek, kenapa Cuma mohon mohon gitu ? bisu  ?” ejekan pemuda itu mengundang tawa gadis cantik dibelakangnya.

Shilla tak terima dikatai seperti itu. walau kenyataannya memang benar. Gadis itu menunjuk pemuda tadi dengan telunjuknya. Kembali menggunakan bahasa isyarat yang sulit dipahami.

“Ngapain sih dia ?” tanya pemuda itu bingung. Ify yang bertinda sebagai ‘penerjemah’ pun ikut berbicara.  “Katanya, saya memang ngga bisa bicara. Puas kamu ?” ucapan Ify diangguki Shilla mantap. Pemuda yang tak lain Alvin, menatap cengo.

“Udah deh Vin, penting ya ngurusin cewe model gini ? yuk..ini acara pertunangan kita. Kita temui tamu tamu dulu” ajak seorang gadis cantik tunangan Alvin, Sivia. Via menggamit lengan Alvin. mengajaknya pergi. tapi tunggu, Shilla terpaku. menatap mata Alvin. entah apa, bagi Shilla, tatapan mata Alvin..mengingatkannya pada seseorang.

Acara pemasangan cincin dilakukan. Mata Shilla terus menatap mata kecil Alvin. walau si empunya mata tak balik menatapnya. Gadis itu rupanya masih penasaran dengan sinar mata Alvin. sesuatu tersimpan didalamnya. Yang Shilla sendiri tak tau apa. Pemuda itu merasa risih ditatap gadis bisu tersebut. Ingin rasanya Ia bertanya mengapa pelayan itu terus memandanginya ? tapi jelas tak mungkin.

‘nanti ajadeh kalo udah selese acaranya’ batin Alvin.

“Yey akhirnya selese juga ya Shill. Sumpah saya capeee banget. Tamu yang dateng banyak banget lagi. moga kita dapet honor gede dari pihak catering” harap Ify. Ditimpali Shilla dengan anggukan.

“Ehem” dehem seseorang. Kedua pelayan yang tengah membereskan gelas, menoleh ke belakang.

“Tu..tuan”

“Bisa tinggalin saya berdua sama..umm..”

“Shilla Tuan”

“Iya Shilla”

“Baik tuan” Ify undur diri. dari jarak sedekat itu, Shilla masih menatapi mata Alvin. makin heran Alvin dibuatnya. “Kenapa kamu ngeliatin saya kaya gitu ? dari tadi lagi”

Shilla ingin menanyakan, namun Ia ingat tak ada Ify disampingnya. Alvin tak mungkin mengerti apa maksud ucapannya. Jadilah Shilla hanya menggeleng.

“Ck..dasar cewe aneh” sepeninggal Alvin, gadis itu termenung. Mencoba menata pikirannya akan sinar dari mata Alvin.


>>><<< 

“Vin..kamu mau pesen apa ? bentar ya aku panggilin pelayan dulu” Sivia mengangkat tangannya keatas, datang pelayan yang tak asing untuk Alvin. Namun pemuda itu masih belum ngeh. Karna Ia sibuk berkutat dengan buku menu.

“Saya ngikut kamu ajadeh Vi” putus Alvin. Barulah pemuda tersebut mendongak. Tepat ! mata keduanya kembali bertemu. Shilla masih mencari teka teki dalam tatapan Alvin. apa ya ? 3 hari yang lalu hingga kini, Shilla merasakan betul ada yang beda dengan mata Alvin.

“Yaudah aku pesen…” saking asiknya bermain tatap, Shilla sampai lupa mencatat menu yang dipesan Via. Cukup lama Shilla berdiri ditempatnya. Alvin sudah mengalihkan pandangannya kearah lain. Namun Shilla tetap terpaku pada Alvin.

BRAK !

“Hei, cepet bawakan pesanan kami ! malah ngelamun !” amuk Via sesaat setelah Ia menggebrak meja. Shilla terkejut. Begitu juga Alvin dan pengunjung lain. Shilla mengangguk cepat dan melangkah ke dapur.

“Vi, pelanan dong. Santai kan bisa” protes Alvin. Via membuang muka. di dapur, Shilla yang notabene belum mencatat pesanan Alvin dan Sivia, tentu saja tak tau apa pesanan yang harus Ia kasih kepada snag koki. Terpaksa Shilla kembali ke meja Alvin untuk menanyai pesanan kembali.

Didepan Alvin dan Sivia –yang belum reda emosinya-Shilla menulis sesuatu pada notes tempat Ia biasa mencatat pesanan. Lalu carikan kertas tersebut diletakkan dimeja. Kertas bertuliskan ‘maaf, saya lupa mencatat pesanan anda. Mohon diulang kembali’

Via menatap heran. Bercampur emosi, gadis itu bangkit dari duduknya. “Mana manager lo ? gue mau protes ! kerja lo apasih ? udah bisu, gabisa kerja lagi. makan gaji buta lo hah ?!! nyatet pesenan gitu seberapa susahnya sih ? makanya jangan ngeliatin calon suami orang mulu !! ganjen !!”

PUKK Shilla menjatuhkan notesnya. Lalu pergi begitu saja. Tampaknya gadis itu cukup tersinggung dengan ucapan tajam Sivia barusan. Para pengunjung hanya bisa menonton adegan tersebut. Tanpa mampu berbuat apa apa.

Sepulang kerja..

Shilla terpaksa harus pulang malam. Hari ini Ia lembur dikarenakan harus mencuci semua peralatan makan dan masak, menggantikan tukang cuci. Itu hukuman yang diberikan manager restoran atas keluhan Sivia padanya. Fuh apa boleh buat ? percuma juga Shilla melawan. Pekerjaan ini amat sangat penting baginya. Untuk membantu penghasilan Paman dan Bibi yang mau berbaik hati mengangkatnya sebagai anak angkat 10 tahun lalu.

“Hei..” sapa seseorang. Shilla mendongak. Adalah Alvin, yang tengah bersandar di pintu mobilnya yang terparkir didepan resto. Shilla menatap alvin heran. Mengingat kejadian menyebalkan yang dilakukan Sivia tadi, Shilla jadi enggan berurusan dengan Alvin.  gadis itu melangkah maju. Tak mengacuhkan panggilan Alvin.

“Hei saya manggil kamu…umm…Shi..Shilla !” mendengar namanya disebut, Shilla membalikkan badannya.

“Saya anter kamu pulang ya. boleh kan ? saya..saya pengen kenal sama kamu”  tawar Alvin. Shilla melirik jam di tangannya. Pukul 11 malam. Akan rawan jika gadis sepertinya melangkah sendiri. setelah berbagai pertimbangan, akhirnya Shilla mengangguk juga.

Didalam mobil, kesunyian menjadi atsmofer utama yang menyelimuti lingkup mereka. Shilla memandang keluar jendela.

“3 hari yang lalu, saya liat kamu menatapi saya dengan tatapan aneh. Dan itu saya liat lagi tadi. kenapa ? ada yang aneh sama saya ?” tanya Alvin pelan. Shilla menoleh ke Alvin. lalu kembali berkomunikasi dengan bahasa isyaratnya. Jelas Alvin tak mengerti.

“Saya ngga ngerti” ungkap Alvin polos. Shilla menghela nafas. Gadis itu menepuk pundak Alvin, membuat Alvin menoleh padanya. Kembali Shilla mengulangi maksud hatinya dengan bahasa isyarat seperti tadi.

“saya ? um..maksudnya kamu ?” terka Alvin saat Shilla menunjuk dirinya sendiri. “iya..kenapa ?? saya ngga ngerti”

Shilla menepuk jidatnya. Tampaknya Ia mulai frustasi alias menyerah. Alvin tertawa kecil dibuatnya.
“Maaf ya, saya beneran ngga ngerti arti bahasa kamu. mungkin kamu bisa tuliskan disini” Alvin menyerahkan ponselnya pada Shilla. Gadis itu menerima dan mengetikkan pesan yang tadi ingin disampaikannya. Setelah selesai, Shilla berikan ponsel tersebut ke Alvin kembali.

‘Mata kamu menyimpan sesuatu. Yang saya sendiri ngga tau apa. Umm..mengingatkan saya kepada sesuatu mungkin’

Alvin membulatkan bibirnya. “Ooh..emang siapa ?” Shilla merampas ponsel Alvin. beberapa saat kemudian, dikembalikan lagi kepada si empunya.

‘kalo saya tau siapa, ngga mungkin saya menatapi kamu sampai sebegitunya. Ck aneh kamu’

“Yee saya kan Cuma basa basi. Maaf deh” Untuk yang kesekian kali, Shilla kembali merebut ponsel Alvin. lalu dikembalikan setelah Ia berhasil menyelipkan pesan didalamnya.

‘Terus tujuan kamu mengantar saya pulang hanya untuk menanyakan hal itu ?’

“Ngga juga sih..saya penasaran sama kamu. udah itu aja. Ngga boleh ? ngga ada yang marah kan ?” goda Alvin. Shilla tersenyum simpul dibuatnya.

Sesampainya di rumah, Shilla mengucap terima kasih. Tentunya dengan bahasa isyarat.

“Sama sama. Kapan kapan boleh kan saya main kesini ?” pinta Alvin. Shilla tak menjawab, melainkan mendorong Alvin untuk masuk ke mobil. Lalu Shilla menunjuk jam di tangannya, menunjuk langit, terakhir  memejamkan matanya.

“Kata shilla ini sudah jam setengah 12. Sudah malam. Waktunya tidur” ungkap bibi Shilla. Shilla mengangkat jempolnya. Alvin tersenyum, lalu mengacak acak rambut Shilla.

“saya pulang dulu..makasih ya” sampai Alvin menutup pintu mobil, pemuda itu masih melihat Shilla tengah merapikan rambutnya sambil memajukan bibir dan menggembungkan pipinya. Alvin tertawa kecil melihatnya. Sehari mengenal Shilla, pemuda itu sudah bisa menangkap hal yang istimewa dalam diri Shilla.

>><< 

Alvin menarik pedal gas dalam dalam. Emosinya sudah tak terbendung. Entah ada apa dengan hari ini. semua nampak tak beres. Bukan nampak, tapi memang kenyataannya begitu. Semua proposalnya ditolak mentah mentah oleh presiden direktur yang merupakan ayahnya sendiri. juga presentasi yang dinilai buruk oleh para client-nya. Belum lagi ocehan Sivia yang selalu menempatkannya diposisi yang serba salah.

“ARGH ! DAMN !” seru Alvin emosi. Tangannya menggenggam kuat stir kemudi. Kecepatan kendaraannya juga sudah melewati batas normal. pemuda itu pun tak tahu pasti kemana arah laju kendaraannya sekarang. Yang tadi Ia lakukan hanya membawa ngebut mobilnya. Ditengah kepenatan, satu nama terlintas dalam benaknya : Shilla.

Siapa tau gadis unik itu bisa mengembalikan mood Alvin ? setelah mendapat wangsit kemana Ia pergi, pemuda itu membelokkan stir mobilnya kearah rumah Shilla.

Kesalahan Alvin berikutnya, Ia masih saja memacu cepat mobilnya di jalanan yang kanan kirinya ditumbuhi semak semak, juga tanah yang berubah menjadi lumpur akibat guyuran hujan. Jika tidak hati hati, kendaraan yang melintas bisa selip dan tergelincir.

Begitu juga yang terjadi pada Alvin beberapa menit kemudian..

Dari kap mobil, asap mengepul saling berebut keluar. Rupanya Alvin baru saja membawa mobilnya mencium pohon besar yang berdiri diam di ujung jalan. Sekarang, mobil tersebut tak ubahnya seperti rongsokan yang mengepulkan asap kemana mana. Jalanan tersebut sepi. Sehingga sampai setik inipun, belum ada yang menolong Alvin dari kecelakaan tunggal itu.

Shilla menunduk, memandangi kakinya melangkah. Hari ini Ia pulang terlalu sore. Tak ada angkutan umum yang ditemuinya. Sekali menemukan angkot, eh Shilla diturunkan di ujung jalan. Katanya si angkot akan ada carteran. Yasudahlah apa boleh buat.

Langkah gadis itu terhenti. Saat melihat mobil yang tak asing untuknya, terparkir dalam keadaan menyedihkan. Sedetik kemudian, Shilla berlari. Ia tahu betul apa yang sebenarnya terjadi. Benar saja, Shilla menemukan Alvin tengah bersandar di stir. Dahinya berdarah. Gadis itu beriniatif meminjam ponsel Alvin untuk mengirim pesan kepala desa di tempatnya. Untuk mengirim bantuan guna menolong Alvin dan mengevakuasi mobil tersebut.

Tak selang lama, bantuan yang dimaksud pun datang..

>>><<<< 

Shilla memainkan jari dan tangannya. Mencoba berkomunikasi dengan bibinya melalui bahasa isyarat.

“Kata dokter, keadaannya baik. Cuma lecet di dahi. Bentar lagi dia juga sadar” jawab Bibi Hana yang hapal dengan ucapan ‘unik’ Shilla. Shilla membulatkan mulutnya. lalu mengelus dada. Tanda lega, mungkin.

“Yasudah, ambilkan air untuk mengompres dia” suruh Bibi Hana. Shilla menurut. Diambilnya handuk kecil, dan baskom berisi es batu. Segera Ia hampiri Alvin yang belum sadarkan diri di kamar tamu. Pelan, Shilla mengompres dahi Alvin.

 Gadis itu terpaku, menatapi ukiran wajah tampan yang tengah terlelap damai didepannya. Sesuatu menggetarkan Shilla. Apa mungkin dirinya telah jatuh cinta pada pemuda didepannya ? ah tidak mungkin, pikir Shilla.

‘saya Cuma gadis bisu yang miskin. Jadi ,jangan ngarep yang ngga ngga’ batin Shilla.

>>><<< 

“Aww..” Alvin memekik saat mendapati rasa nyeri di sekitar dahinya. Belum lepas semua rasa itu, muncul keterkejutan saat mengetahui dimana Ia berada. Kamar sederhana yang sangat asing untuknya.

“dimana saya sekarang ?” lirihnya. Ditengah kebingungan, dari balik pintu muncul Shilla sambil membawa baskom berisi air kompresan baru. Melihat ‘pasien’nya sudah sadar, Shilla tersenyum. Gadis itu berkomunikasi, Alvin menjawab asal-asalan walau Ia tak mengerti apa maksud isyarat tangan Shilla.

“Iya saya udah rada mendingan. Oia saya ada dimana ?” Shilla menjawab, gadis itu merentangkan tangannya membentuk lingkaran , pandangan matanya menatap ke langit langit. Dan terakhir menunjuk dirinya sendiri.

Alvin mulai mengerti. “Oh di rumah kamu ?” Shilla mengangguk. Pemuda itu mengalihkan pandangannya ke baskom kompres. “Jadi selama ini kamu yang rawat saya ?” shilla kembali mengangguk.

“Udah berapa lama saya disini ?” tanya Alvin (lagi).

Shilla menunjukkan kedua jarinya membentuk ‘V’.

“2 hari ?” Shilla mengangguk.

“Makasih ya, udah ngerawat saya” Shilla mengangguk (lagi dan lagi). gadis itu mengembalikan ponsel Alvin yang disimpannya semenjak kecelakaan. Alvin membuka ponselnya.

“Orang rumah pasti mau nelpon. Dan astaga..sms banyak banget. Dari Sivia ? dia tanya saya dimana. Saya telpon balik aja lah” gumam Alvin sendiri. Shilla masih berdiri dalam posisinya, dan begitu mendengar nama Sivia disebut, Shilla lebih memilih angkat kaki.

>>>><<<< 

“Iya Vi, saya ngga papa kok. Cuma luka kecil aja sedikit. Kalo saya udah rada baikan, saya pasti balik ke rumah…apa ?..ngga..ngga perlu..kamu ngga perlu tau saya ada dimana…..iya….oke…udah dulu ya…bye”Alvin menutup ponselnya karna tak tahan oleh ocehan Sivia. Pemuda itu mendudukkan diri di beranda rumah Shilla. Rumah yang jauh dari keramaian kota. Itu yang dicari Alvin. ketenangan..

Seseorang menepuk pundak Alvin. sontak, pemuda tersebut menoleh.
“Eh hai..”

Shilla duduk disamping Alvin. gadis itu menyerahkan handuk untuk Alvin. seolah mengingatkan pemuda tersebut untuk mandi.

Alvin menerimanya seraya tersenyum dan bangkit dari duduknya “Makasih ya..saya lupa kalo udah 2 hari ngga mandi. Oia dimana kamar mandinya ?”

Shilla menunjuk arah tempat tersebut. Alvin mengangguk tanda mengerti.

Selesai mandi..

“Ini untuk apa Shill ?” tanya Alvin kala melihat karung, cangkul, berbagai alat untuk bertanam berada di beranda rumah Shilla.

“Untuk apa ? ber..beternak ?” Shilla menggeleng. Lalu menunjuk ladang sayur di bagian selatan. “Oh untuk nanem ?” Shilla mengangguk. Akhirnya Alvin mengerti juga bahasa isyaratnya Shilla.

“Paman kamu yang bertani ?” Shilla mengangguk.

“Bertani apa ?” bukan menjawab, Shilla ngeloyor kedalam. Gadis itu kembali dengan kembang kol dan kubis di tangannya.

“Oh itu toh..terus hasilnya dijual di pasar ?” Shilla mengangguk lagi.

“Kapan panen ?” Shilla menghitung jari jarinya. Lalu memamerkan kedua telunjuk dari tangan yang berbeda. Kedua jari yang diarahkan kebawah.

“Sekarang ?” shilla mengangguk senang.

“Kalo gitu ke ladang yuk ! saya pengen bantuin paman kamu. oia paman kamu udah berangkat ?”

“Ada apa ini ?” kebetulan paman baru muncul dari dalam rumah. Tak sengaja mendengar percakapan Alvin.

“Gini paman, kata Shilla paman mau panen ya ? saya boleh ikut bantu ?” tawar Alvin. paman melirik Alvin dan Shilla secara bergantian. “Tentu saja boleh. Yuk berangkat ! keburu gelap”

Baru saja melangkah, Paman berhenti mendadak. “Kenapa paman ?”

“Kalian berdua naik sepeda saja. Kan nak Alvin juga baru pulih. Jauh loh ladangnya” usul paman.

“terus paman gimana ?”

“Paman biar jalan kaki aja. Udah biasa kok” setelah kesepakatan, Shilla menuntun sepeda tanpa boncengan itu keluar. Alvin menaikinya. Namun Shilla tak bergeming.

“Hei, katanya mau ikut. Ayook naik” ajak Alvin. Shilla cengo, memandang depan. Alvin ikutan menatap yang ditatap Shilla. “Iya kamu naik disini” Alvin meyakinkan. Karna gadis didepannya masih tetap cengo, Alvin menarik pergelangan tangan Shilla, lalu mendudukkan gadis itu didepannya (tau kan dimana Shilla duduk ? penulis gatau namanya. Itu loh, diantara stang sepeda sama sadel. Yang kaya sinetron2 gitu gaya boncengnya -__-).

Alvin mengayuh sepedanya. Sementara Shilla termenung dalam diam. Hatinya sungguh tak karuan. Antara kikuk dan degdegan. Walau terlihat santai, sesungguhnya Alvin juga merasakan hal yang sama. Namun tak begitu kentara.

“Aduh kamu berat juga ya Shill” protes Alvin ketika mereka menyusuri jalanan menanjak. Shilla menjiwit tangan Alvin yang tengah memegang kemudi. Muncul niat untuk mengerjai Shilla.

“Aww..sakit tau..” Pelan, Alvin goyangkan sepeda tersebut hingga oleng.

“Yah yah..tuh kan oleng. Kamu sih” Shilla berpegangan erat pada lengan Alvin. diam diam Alvin tersenyum sambil menggelengkan kepala. Untung saja pemuda itu bisa cepat menormalkan laju sepedanya.

Di ladang, keduanya menghabiskan senja untuk membantu paman memanen. Hasilnya dikirim ke pasar keesokan harinya. Untuk perjalanan pulang pun, Alvin dan Shilla kembali bersepeda seperti tadi saat berangkat.

Sesampainya di rumah

“Oh..jadi kamu ada disini ? sama perempuan bisu ini ?” Alvin terkejut saat mendapati kedatangan mendadak Sivia di beranda rumah Shilla. Shilla cepat cepat turun dari sepeda. Sementara Paman belum sampai karna harus jalan kaki.

Shilla menghampiri Sivia. Dengan menggunakan bahasa isyarat, gadis itu menjelaskan bahwa Ia tak ada hubungan apa apa dengan Alvin. bahwa semua nya hanyalah kebetulan. Bahwa semua hanya kesalahpahaman.

Via menarik bibirnya keatas. Membentuk senyum sinis. Shilla tak peduli dengan tatapan sinis Sivia. Gadis itu tetap mencoba menyampaikan maksud hatinya kepada Sivia walau yang ditujunya tak mengerti.

PLAKK ! sebuah tamparan keras. Mendarat di pipi Shilla. Sontak, gadis itu menghentikan upayanya ‘menjelaskan’.  Shilla berlari kedalam rumah seraya memegangi pipinya. Isakan terdengar sampai ke telinga Alvin.

“VIA !!” bentak Alvin.

“Kenapa ? itu emang pantes didapetin sama dia ! gatau diri banget sih. mustinya dia sadar dong. Kalo dia itu bisu ! miskin ! ga pantes jatuh cinta sama kamu !” omel Sivia.

“Siapa yang jatuh cinta ? kami emang ngga ada hubungan apapun !” elak Alvin.

“Ohya ? kamu pikir aku ngga tau beberapa hari yang lalu kamu nganterin dia balik. Terus tadi, aku liat kamu boncengan mesra sama dia, terus 2 hari kamu ngga pulang..pasti semua karna rayuan cewe bisu ini kan ??!! Alvin..Alvin..apa sih kurangnya aku ? aku cantik, kaya, dan satu lagi..aku NORMAL !!” gadis angkuh itu memberikan penekanan pada kata yang dicapslock.

“CUKUP ! udah deh, gausah kamu ngejudge Shilla yang macem macem. Kamu ngga tau siapa dia. Dan perlu kamu tau, dia bahkan lebih baik dari kamu !!”

>>>><<<< 

BRAAKK !

“saya ngga boong Via ! saya kecelakaan dan Shilla yang nyelametin nyawa saya !!” teriak Alvin emosi. Barusan Ia membanting pintu rumah saat masuk. Membuat kedua orang tuanya keluar dan menatapi pertengkaran anaknya dengan Via yang masih berlanjut sampai sekarang. tadi Via berhasil membujuk Alvin pulang.

“Terus kenapa 2 hari ngga pulang ? kamu kan bisa telpon aku atau anak buah papah kamu untuk jemput kamu. dan ngerawat kamu di rumah sakit !”

“Saya pingsan saat itu !! gimana caranya saya nelpon kamu ?? ngertiin saya dong Vi !”

“Aku udah cukup ngerti kamu Vin, Cuma kamunya aja yang ngga pernah sebaliknya. Aku cape ! apa yang kamu cari sama gadis bisu gitu ?”

“Ohya ? Apa ngga kebalik ? selama ini siapa yang selalu ngalah ? SAY A VI !! saya yang seharusnya bilang cape !”

“Vin..”

“Saya cape ngehadapin kelakuan childish kamu. dimata kamu selalu saya yang salah. Kamu bahkan selalu menempatkan saya ke dalam posisi serba salah ! cukup pengorbanan saya untuk kamu ! baru saya sadari seberapa tersiksanya saya dijodohin sama kamu !”

“Oh gitu ? kamu nyesel ? kamu nyesel karna gadis bisu itu ? kamu jatuh cinta sama dia ?”

“……”

“Jawab Vin !!”

“IYA !! saya jatuh cinta sama Shilla ! PUAS KAMU ?!!”

Via tersenyum dingin. “Percuma. Apasih yang bisa kamu lakuin buat sama sama dia ? inget ? kita udah tunangan”

“Ohya ? kalo menurut kamu dengan tunangan, saya ngga bisa lepas dari kamu, itu salah. Kamu liat..” Alvin melepas cincin yang melingkar di jari manisnya. Cincin yang beberapa waktu lalu disematkan oleh Sivia di jarinya.

“apa yang mau kamu lakuin sama cincin tunangan kita ?” Alvin tak menjawab. Melainkan melempar cincin itu entah kemana. Sivia terbelalak. Begitu juga kedua orang tua Alvin yang menyaksikan pertengkaran mereka.

“Vin..kamu..”

“Kita putus. Selesai kan ?”

>>><<<< 

“Oh jadi papah ngga terima saya putusin hubungan saya sama Sivia ?” tanya Alvin. sesaat setelah Via pulang, kedua orang tuanya memanggil Alvin.

“Kamu tau siapa Via ? dia anak tunggal relasi bisnis sekaligus anak sahabat papah. Kamu tega menghancurkan tali silaturahmi kami”

“saya udah ngga peduli pah. Saya ngga bisa mempertahankan Via. Dia udah keterlaluan sama Shilla. Saya ngga bisa terima itu pah”

“Terus mau kamu apa ? mengejar gadis bisu yang ngga membawa pengaruh apapun buat perusahaan keluarga kita ?”

“…..”

“Ayolah Vin…kamu itu satu satunya harapan kita. Balik ya sama Sivia” bujuk mama Alvin.

Alvin menggeleng. “Maaf ma, pah..saya ngga akan kembali ke Via. Gimanapun ancaman papa mama. Kalopun saya harus keluar dari perusahaan, akan saya hadapi semuanya. Saya sayang sama Shilla. Apapun yang terjadi, akan tetap begitu”

>>><<<< 

“Nak Alvin ? ngapain pagi pagi kesini ? belum puas menyakiti keponakan paman ?” gertak paman saat melihat Alvin datang ke rumahnya pagi pagi buta.

“Maaf paman. Saya kesini mau bilang ke paman, kalo saya..kalo saya sayang sama keponakan paman. Saya ninggalin semua diluar sana demi shilla. Ijinin saya bicara sama dia paman” mendengar pengakuan Alvin, hati paman tergugah.

“Baik, paman panggilkan Shilla dulu”


>>><<<< 

‘Saya juga sayang sama kamu’

Alvin memeluk Shilla setelah membaca pesan yang ditulis Shilla di ponselnya. Alvin berhasil mengungkapkan seluruh isi hatinya pada gadis itu. di danau dekat ladang.

“Eh tapi saya boleh tanya sesuatu ?” Shilla mengangguk.

“masih inget pertanyaan saya dulu ? kenapa kamu terus menatap saya dipertemuan pertama dan kedua kita dulu ?” tanya Alvin hati hati. Shilla menghela nafas. Gadis itu menulis sesuatu di ponsel Alvin.

‘karna kamu mengingatkan saya pada seseorang bernama..Cakka’

“siapa Cakka ?” tanya Alvin penasaran. Airmuka Shilla berubah sedih. Matanya berkaca kaca.

“Shill..” gadis itu merebut kembali ponsel Alvin.

‘Cakka itu teman kecil saya. Tapi dia meninggal pada saat kamu berusia 10 tahun. Ia meninggal dalam kecelakaan bersama kedua orang tua saya yang juga tewas. Pancaran mata kamu mengingatkan saya pada pancaran mata Cakka. Yang..sama persis’

“Shill…saya…” Shilla bangkit dan pergi begitu saja. Tampaknya gadis itu mengalami guncangan karna ingat dengan teman kecil yang pernah disukainya dulu.

Alvin teringat, saat Ia buta. Sejak kecil Ia terlahir buta. Dan di usia 10 tahun, Ia mendapat donor kornea mata. Alvin ingat betul, dimana mamanya berkata bahwa kornea itu adalah milik korban kecelakaan mobil. Kalo tidak salah, mamanya juga bilang bahwa korban meninggal bersama kedua orang tua temannya. Sementara teman perempuan-yang merupakan anak dari orang tua itu-selamat.  Alvin tertegun. Jangan jangan…

Tunggu, tangan Alvin meraba sesuatu. Sebuah dompet. Dompet Shilla rupanya. Alvin memungutnya, penasaran lalu membuka isinya.

Didalamnya, terselip foto dua bocah laki laki dan perempuan yang tengah bermain istana pasir. Keduanya nampak bahagia. Alvin menarik foto itu. benar saja, di balik foto itu tertulis sesuatu.

‘I Love you..my best friend, my heart. P.S Ashilla (untuk Cakka)’

>>>><<<<< 

“Paman, tolong kasih tau saya semua tentang Shilla dan laki laki bernama Cakka” pinta Alvin suatu hari. Pemuda itu ingin menyelidiki segalanya tentang Shilla. Sudah cukup hatinya diobrak abrik oleh pesan kecil dibalik foto Shilla dengan Cakka. Sejak kejadian di danau itu, Shilla menghindar dari Alvin dan menginap di rumah Ify.

“Paman ngga tau banyak. Yang jelas..paman dan bibik mengangkat Shilla di usia 10 tahun. Pada saat itu dia baru saja ditinggal oleh kedua orang tuanya yang tewas akibat kecelakaan saat perjalanan menuju puncak”

“Shilla menjadi pemurung. Mungkin karna Ia belum terbiasa dengan kami. dan mungkin karna dia masih shock akibat kehilangan orang orang yang paling disayanginya. Juga kehilangan suaranya”

“Kemana mana, Shilla selalu membawa fotonya bersama Cakka. Yang kalo tidak salah mereka berdua sedang bermain pasir. Oia Shilla pernah menangis semalam karna foto itu hanyut di sungai. Paman berusaha keras mencarinya. Sementara bibi berusaha menghentikan tangis Shilla. Untung saja foto itu berhasil ditemukan. Dari perlakuannya, sepertinya Cakka seseorang yang sangat berarti untuk Shilla”

“Oia nak Alvin, bibi temukan ini di kamar Shilla” bibi Hana menyerahkan sebuah buku. Yang mungkin buku diary Shilla.

“makasih Bi, oia kalo boleh saya tau..dimana Shilla dirawat dulu ?”

“di rumah sakit Cahya”

Sebelum membukanya, Alvin berpamitan kepada paman dan bibi. Rencananya Ia akan ke rumah sakit tempat dulu melakukan operasi mata. Ya, rumah sakit yang sama saat Shilla kecelakaan. Alvin ingin memastikan apa mata yang Ia dapat adalah milik Cakka ?

>>><<< 

Saya bertemu dengan seseorang yang pancaran matanya begitu mirip dengan Cakka. Ah saya berasa melihat Cakka lagi. Cakka, seseorang yang sangat saya cintai sedari kami kecil. Sosoknya tak akan pernah terganti. Oleh siapapun, oleh apapun..

Saya makin dekat dengan Alvin, pemilik sinar tatapan itu. Saya bukan melihatnya sebagai Alvin. tapi sebagai Cakka. Saya nyaman disampingnya seperti saya nyaman disamping Cakka, bukan disamping Alvin.

Kedengarannya kejam mungkin. tapi saya menyayangi Alvin, karna ada sosok Cakka dalam dirinya. Terutama pada matanya. Maafkan saya Vin, saya memang belum bisa melupakan Cakka sepenuhnya..


Hati Alvin hancur berkeping keping. Baru saja Ia dari rumah sakit Cahya. Dan menemui dokter yang dulu mengoperasinya. Ternyata benar, mata yang ada padanya sekarang adalah mata Cakka. Cakka yang telah membantunya melihat dunia.

Tapi Cakka juga yang harus merenggut kepercayaannya terhadap Shilla.

>>><<<< 

“Saya mau ngomong sama kamu !” ucap Alvin dingin kala Ia menjemput Shilla dari tempatnya bekerja. Awalnya Shilla menolak. Tapi Alvin memaksanya lebih keras. Pemuda itu menyeret lengan Shilla menuju mobilnya. Shilla yang tak terima diperlakukan kasar seperti itu, berontak dan melepaskan genggaman Alvin.

“Kenapa ?” tanya Alvin ketus. Shilla memandang Alvin sayu, tatapan matanya mengisyaratkan tanda tanya.

“Kamu mau tau kenapa saya bersikap dingin sama kamu ? nih sebabnya !” Alvin melempar buku harian Shilla. Shilla memungutnya. Berusaha mengisyaratkan sesuatu. Alvin yang sudah cukup lama mengenal Shilla, mengerti apa maksud isyarat Shilla.

“Kenapa ? kamu tanya kenapa ? kamu tanya apa hubungannya dengan Cakka dan mata ? oke saya jujur sama kamu. saya terlahir buta. Dan hari dimana kamu kecelakaan, adalah hari operasi kornea mata saya. Kamu tau siapa pendonor kornea mata saya ?”

Shilla menggeleng.

“Cakka. Laki laki pujaan kamu !”

“….”

“ saya ngga nyangka kamu mampu menyakiti saya sampe kaya gini. Saya pikir kamu polos. tapi ternyata..kamu sama Sivia itu sama aja !! kenapa ngga bilang dari awal kalo kamu cinta sama saya karna sosok Cakka dalam diri saya ??”

Bulir bulir kristal mengaliri wajah cantik Shilla. Kembali gadis itu berkomunikasi melalui bahasanya. Namun tetap tak di gubris Alvin. wajah cantik itu basah oleh airmata.

“semuanya udah selese. Udah ngga ada lagi kisah diantara kita. Jaga baik baik diri kamu ya Shill. Semoga kamu nemuin Cakka lain yang jauh lebih baik” Alvin berjalan diatas trotoar. Shilla menghalangi langkah Alvin. namun tetap tidak dipedulikan pemuda itu. nekat, Shilla melangkah ke tengah jalan guna menarik perhatian Alvin. untung saja jalanan sepi.

Tak jauh dari situ, sepasang mata menatap jahat kearah pertengkaran Alvin dan Shilla dari balik kaca mobil. Ya, Sivia. Rupanya gadis itu masih tak bisa terima keputusan Alvin mengakhiri semua dengannya.

“Semuanya gara gara cewe bisu murahan itu ! gue harus lenyapin lo !!” selesai berkata, Sivia memutar persneling, lalu menginjak pedal gas dalam dalam. Dengan percaya diri, Sivia lajukan mobilnya kearah Shilla yang masih berusaha menghentikan Alvin.

Sampai mobil Via mulai dekat, Alvin masih belum melihat Shilla. Sementara Shilla mulai pasrah terhadap segala hal buruk yang terjadi padanya.

Untung saja..Alvin melihat sesuatu yang berbayang di kaca mobil yang terparkir di jalan dekat posisinya. Dalam kaca itu terlihat Shilla berdiri pasrah di tengah jalan sambil menatapnya, dibelakangnya Alvin melihat mobil yang Ia kenal melaju kencang. Alvin tau Shilla dalam bahaya !

Tak ada waktu lagi..

“SHILLA AWAASSS !!”

BRAAKKK !!

Shilla menangis seraya memeluk kepala Alvin yang berlumuran darah. Mobil Sivia sudah kabur terlebih dahulu setelah menabrakan mobilnya ke tubuh Alvin. orang orang hanya mengerumuni mereka. Ada yang sudah menelpon ambulance. Shilla menangis tertahan. Tak ada suara darinya. Gadis itu menggenggam tangan Alvin.

saya ngga bermaksud buat kamu kecewa. Percayalah, sekarang saya cinta kamu tulus karna kamu Alvin. bukan dan ngga ada bayang bayang Cakka. Saya sudah merenungi itu saat saya menginap di rumah Ify. Maafin saya Vin..tapi saya beneran ngga bohong. Saya sayang sama Alvin, bukan sama Cakka. Cakka hanya masa lalu saya’

Percuma Shilla mengatakan hal itu dalam bahasa isyarat. Karna Alvin telah terlelap abadi.

-TAMAT-










Tidak ada komentar:

Posting Komentar