Selasa, 02 Agustus 2011

Life -short Story-

TAK ADA YANG ABADI
Kematian bukan sebuah senandung..
Melainkan takdir..
Kehidupan bagai kuda yang menjadi tunggangan awal yang menemani kita menuju segala sesuatu di masa depan..
Kehidupan membuka kesempatan kami setiap insan di alam ini,
Untuk menikmati dan mensyukuri pahatan Tuhan..
Namun,
Kematian tak ubahnya seperti kendaraan yang menjemput jiwa makhluk Tuhan yang bernafas untuk menjauh, pergi..
Dan mengantar jiwa tersebut menuju suatu tempat yang jauh lebih abadi..
Jangan takut menghadapi kematian..
Karna sebenarnya,
Kematian adalah teman setiap makhluk yang bernafas dimuka bumi ini..
Kau hanya punya 2 pilihan,
Merelakan teman bernama ‘kematian’ dan sahabatnya bernama ‘Malaikat Izrail’ menjemputmu,
Atau..
Membawa raga mu, menyakitinya hingga jiwamu terlepas secara paksa ?
>>>><<<<
Gadis itu melangkah dengan gontai. Pakaian dan aksesoris yang dikenakannya bagai memberikan pembenaran bahwa Ia berasal dari keluarga kaya raya. Air muka mendung, bagai menyimpan duka yang dalam. Walau penampilannya awut awutan dan raut wajahnya tidak bersahabat, namun sulit dipungkiri adanya wajah ayu yang memancar aura indah.
Gadis itu tak mempedulikan seberapa jauh langkahnya berjalan. Tak mempedulikan berapa ratus pasang mata yang menatapnya aneh. Ia tak mempedulikan lalu lalang jalan ramai Jakarta. Bahkan Ia tak mempedulikan bila terjadi gelombang tsunami datang menghantam. Kalau perlu, segala hal terburuk, terjadilah. Setidaknya Ia punya alasan untuk mengakhiri kehidupan yang mulai menghitam dimatanya.
“ARGHHHH !!!” gadis itu meronta. Seakan ingin menunjukkan betapa nelangsanya Ia. Gadis itu merasa, bahwa Ia adalah makhluk terkerdil di dunia. Yang bahkan, semutpun tak peduli dengannya.
“Gue benci !! gue benci !!” teriakan pilu yang diiringi background isakan tangis, seakan menambah perih rontaan gadis itu. semua orang menatapnya, bertanya tanya apakah gerangan yang terjadi dengannya ? mengapa Ia berteriak teriak layaknya orang gila ? apakah Ia punya rumah ?
Semua hanya bisa membatin. Tak ada sepatah katapun terlontar dari mulut mereka. Hingga sang gadis menghentikan langkahnya didepan jembatan penyebrangan. Gadis itu menatap ke bawah, jutaan pasang ‘mata’ yang berasal dari kendaraan beroda empat sibuk berlalu lalang.
Kota yang tak pernah mati. Aktifitas yang tak pernah mati. Keegoisan orang orang yang tak pernah mati. Mereka, mereka yang memiliki bermilyar saham di gedung pencakar langit sana, mereka yang kemana mana menenteng koper dan menggantungkan dasi di lehernya. Mereka semua, adalah bentuk keegoisan maha tinggi. yang bahkan tak ada waktu bagi mereka untuk meluangkan sedikiiiittt saja hari mereka dengan keluarga.
Tidak, tidak ada dalam kamus mereka. Client, meeting, presentasi, saham, untung, kerjasama adalah secuil kosa kata yang bisa ditemukan dalam kamus orang berdasi.
Gadis itu menatap pilu. Akankah semua harus berakhir seperti ini ? apakah sudah tidak ada lagi yang diharapkan dari hidupnya ?
Tidak, tidak ada. Gadis itu memantapkan hatinya, meyakini bahwa apa yang akan dilakukannya adalah suatu yang benar. Walau nyatanya, salah besar. Dengan tangan bergetar hebat, gadis itu berpegangan erat pada jembatan. Perlahan, Ia menaikkan satu kakinya lalu kedua kakinya , bertumpu di jembatan tersebut.
Sepintas, orang orang yang melintas langsung bisa menangkap apa yang akan dilakukan gadis itu. Bunuh diri.
Namun sekali lagi, tak ada yang mencegah. Tak ada yang bersuara, tak ada yang mempedulikan. Mereka berlalu seakan akan bunuh diri adalah tindakan yang wajar dan sama sekali tak berdosa.
“hey” ow ada suara ? itu artinya masih ada yang mempedulikan gadis itu.
Merasa ada yang menyapa, gadis itupun menoleh. Disampingnya berdiri seorang pemuda berwajah ramah. Ia mengenakan topi yang dibalik dikepalanya, tak lupa mengalungkan sebuah kotak besar yang isinya barang asongan.
Gadis itu tak mempedulikan. Ia membuang muka.
“Cara lo salah”ucap pemuda lagi. gadis itu masih tetap diam. Tak bergeming.
“Di bawah itu rame loh mbak. Pengendara<span> </span>dibawah sana memacu kendaraannya minimal 80 km/jam. Kemungkinan bisa loh, mereka menarik gas diatas batas normal. Yah kecuali kalo lagi macet”
Gadis itu menatap kebawah.
“Tapi nyatanya, saat ini, dibawah sana ngga terjadi kemacetan apapun. Kendaraan bebas berlalu dengan kecepatan seenaknya. Bayangin deh mbak, kalo mbak jatoh ke bawah, terus mbak ditabrak satu mobil. Dilindes mobil laen. Banting sana, banting sini. Badan mbak bisa ancur” tambah pemuda itu.
Gadis itu masih menatap ke bawah. Jauh didalam hatinya ada rasa takut setelah mendengar perkataan pemuda.
“Terus nanti, mayat mbak ditemukan dalam keadaan yang…mengenaskan. Leher terpisah, mata melotot, atau mungkin..kepala pecah ?”
Spontan, gadis itu mendelik. “Lo nyumpain gue ?”
Pemuda tersebut<span> </span>tersenyum kecil. “Ih saya sih amit amit mbak. Jangan sampe itu terjadi sama siapapun. Saya ngga ngedoain hal buruk terjadi sama mbak. Saya hanya memperingatkan. Apa mbak ngga malu ? kalo nantinya orang orang menemukan mayat mbak dalam keadaan yang..um..kurang terhormat ? bunuh diri dengan cara melompat dari jembatan penyebrangan, dan terlindas mobil dibawahnya ? sangat mengerikan..”
Gadis itu terhenyak. Ia resapi setiap patah kata pemuda yang bahkan tidak dikenalnya. Jika diurut kedepan, memang ada benarnya. Dia, yang merupakan putri seorang pengusaha sukses, mati mengenaskan dengan cara yang tak pantas. Apa sama saja tidak membunuh reputasi ayahnya ?
Tapi, apa ayahnya peduli dengannya ? tidak. tak pernah barang sehari pun Ia melewati masa indah layaknya ayah dan anak. Tak dapat berbohong, gadis itu tentu sangat mencintai ayahnya. Namun tak dapat dipungkiri juga, bahwa ada sejuput kebencian terhadap figur lelaki yang dikenalnya sebagai ‘ayah’.
“Mendingan lo pergi. lo Cuma buang waktu gue aja” usir gadis itu. mencoba mengalihkan pikiran untuk turun.
“Hidup ini emang keras mbak. Jauh lebih kejam dari Raja firaun, jauh lebih keras dari gunung Es di samudra antartika. Tapi, hidup bisa mbak taklukan, menjadi sejinak merpati, selembut ibu peri. Jika..” pemuda tersebut memotong ucapannya. Sehingga mau tak mau membuat gadis itu menyambung.
“Jika apa ?”
“Jika mbak tau arti penting hidup ini” jawab si pemuda. Wajahnya yang cerah menoleh, menatap si gadis yang masih bingung.
“Mbak boleh bunuh diri dengan cara apapun, saya ngga akan larang. Tapi, setelah mbak melakukan suatu hal yang berharga. Setidaknya itu membuat orang orang mengenang mbak walau hanya dengan siluet wajah. Dan setidaknya, hal itu membuat diri mbak merasa lebih berguna. Syukur syukur, mbak bisa lebih menghargai hidup dan ngga membuang nyawa mbak” terang si pemuda.
Mendengar ocehan orang disampingnya, gadis itu merasa tertarik. Yang dikatakan pemuda itu memang ada benarnya. Dengan hati hati, gadis itu turun dari posisinya yang membahayakan. Kini Ia berdiri sejajar dengan pemuda penjual asongan.
“Maksud lo ?”
Pemuda itu kembali tersenyum. “Kalo mbak mau tau apa yang harus mbak lakukan, temui saya besok. disini. Dan saya akan menunjukkan betapa berartinya hembusan nafas dalam setiap detik hidup kita”
Selesai berkata, pemuda tersebut berbalik. Hendak pergi. si gadis diam merenung. Tampaknya Ia melupakan sesuatu.
“Hei !! nama lo siapa ??” teriaknya. Penjual asongan menoleh. Dengan senyumannya yang khas pula, Ia berucap.
“Gabriel !”
>><<<
Terik mentari siang hari itu sama ganasnya dengan kesibukan yang terjadi di jalan raya. Gadis itu-masih dengan pakaiannya yang kemarin- sudah menetap di lokasi ‘pencabutan (paksa) nyawanya’ tadi malam. Raut wajah gadis itu nampak letih. Dan juga pucat. Baru sekitar setengah jam yang lalu Ia berada disini. Menunggui seseorang yang mampu membujuknya untuk lebih mendalami apa arti dari kehidupan.
Gadis itu sedikit terkagum dengan pemuda asongan kemarin. Gadis itu berfikir. Setaunya, Ia adalah orang yang paling sulit dibujuk. Manja, dan paling tak suka digurui, dinasehati, diceramahi, atau semacamnya. Namun entah mengapa, penjelasan panjang-lebar yang diucapkan Gabriel, mempu menggungah hatinya. Alasan yang unik dan masuk akal.
Yeah, berkat pemuda itu, si gadis masih bisa menghirup udara pengap kota Jakarta.
“Hai, maaf nunggu lama” mendengar ada suara, gadis itu menoleh. Benar, Gabriel si<span> </span>penjual asongan. Bedanya, tak ada barang dagangan yang menggantung di leher Gabriel.
“Lumayan” sambut si gadis dengan nada cuek. Gabriel menatap gadis itu dari atas hingga bawah.
“Mbak ngga pulang ya ?” selidiknya ketika menyadari penampilan sang gadis tak berubah dari semalam.
Gadis tersebut membuang muka. “Jangan panggil mbak dong. Gue punya nama. Nama gue Alyssa. Panggil aja Ify”
“Oke, Ify, kamu ngga bisa mengalihkan topik. Semalem kamu ngga pulang ?” Gabriel mengulang pertanyaannya.
“Gue ngga punya rumah” sahutnya jutek.
Gabriel menghela nafas. Nampaknya memberi pertanyaan tadi kepada Ify hanya membuat Gabriel frustasi. Pemuda itu memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan.
“Umm..kamu beneran serius ikut sama saya ?”
“Loh kan lo yang minta, gimana sih ? jadi ngga nih ? kalo ngga gue pergi. percuma buang waktu !” sungut Ify sembari melangkahkan kakinya pergi, namun dicegah Gabriel.
“Saya serius kok. Sekarang, kamu ikut saya..”
>><<
Gang itu terlalu sempit. Bahkan untuk dilewati dua orang. untuk melewatinya, sudah cukup disembuli seorang saja. Sementara orang yang lain harus mengantri dibelakangnya. Bukan hanya itu, gang sempit tersebut juga becek. Genangan air berwarna coklat susu menggenang di alas gang yang berlubang. Membuat Ify terpaksa menjinjitkan kakinya saat melangkah. Tak Ia biarkan pentopel mahalnya kotor.
“Gab, Yel, yeah whateverlah. Kita mau kemana sih ?” keluh Ify. Gabriel tak menjawab. Membuat ify makin kesal. Setelah sekitar<span> </span>seperempat detik berkutat pada satu jalan lurus, akhirnya pemuda dan gadis berlatar belakang berbeda itu berhasil keluar dari gang. Di ujung gang, terdapat lapangan bola. Disana ramai oleh bocah bocah yang tengah berebut bola. Setiap gol disambut dengan teriakan gembira, seolah olah mereka baru saja menjebol gawang club luar negeri.
“Fy, kamu lihat mereka kan ? apa yang kamu tangkep tentang mereka ?” Gabriel menunjuk arena lapangan, tempat bermain anak anak.
“Ya jelas banget mereka Cuma bocah yang seneng main bola. Keliatan dari muka mereka yang tanpa beban” jawab Ify sembari memperhatikan wajah anak anak di lapangan.
Gabriel menggeleng. “Ngga seperti yang kamu kira”
“Maksud lo ?” Gabriel tak menjawab pertanyaan Ify, melainkan mengajak gadis itu untuk lebih dekat dengan arena bermain.
“Liat yang pake kaos merah ?” Gabriel menunjuk si pemilik kaos merah. Ify mengangguk. “Namanya Lintar. Dia enerjik, suaranya bagus. dia punya cita cita buat jadi penyanyi. Tapi keberuntungan belum berpihak kepadanya. Saat akan mengantar rekaman, ayahnya meninggal tertabrak mobil. Dan..rekaman dibatalkan dikarenakan intar ngga punya cukup modal. Impiannya kandas. Kehidupannya bertambah buruk setelah kepergian ayahnya. Dia anak sulung. Satu satunya lelaki. 3 adiknya perempuan, dan masih kecil kecil. Ibunya hanya buruh cuci. Ia harus kerja keras untuk menghidupi ketiga adik dan ibunya. Walau masih 11 tahun, dia sangat bertanggungjawab”
Ify mendengar baik penjelasan Gabriel.
“Terus sekolahnya ?”
“demi menafkahi keluarganya, Lintar rela putus sekolah. Karna baginya, masa depan adik adiknya jauh lebih penting dari dirinya. Makanya Ia bertekad untuk sepenuhnya bekerja, membantu ibunya. Biar adik adiknya saja yang bersekolah” jawab Gabriel.
“….”
“Dan kamu liat ? Lintar bermain dengan ceria disana. dari luar, ngga ada yang tau kalau di pundaknya ada sebuah beban berat. Terlalu berat untuk dipikul bocah seusianya” sambung Gabriel.
Ify termenung. Benar kata Gabriel. Bilamana Lintar, bocah yang 7 tahun lebih muda darinya masih tegar dan tersenyum, mengapa dirinya tidak ??
BUKK !
“Awasss !!”
HAPP !
Seorang bocah menendang bola dengan semangat yang berlebihan. Sehingga bola itu terbang melampaui arena bermain mereka. Hampir mencium muka Ify, untung cepat ditangkap Gabriel.
“Makasih ya Bang Yel !” seru Lintar. Gabriel mengangguk, lalu pandangannya beralih ke Ify. “mau ikut main ?”
Ify menatapnya cengo. Namun apa daya, gadis itu tetap nurut saja saat tangan Gabriel menggandeng tangannya. Menuju ke tengah lapangan.
BUK..
“tendang Fy !” Gabriel memberikan aba aba.
“Oper ke saya Fy !”
“Ayoo ka !”
“Ka !”
“Fy ayoo tendang yang keras !!”
BUKK !
“GOLLL !!!!!” teriakan riuh dari tim Gabriel menyambut tercetaknya gol yang dilakukan oleh pemain tunggal wanita, siapa lagi kalo bukan Ify. Selesai bermain, Gabriel membawa Ify pergi.
“Kok udahan ? kan lagi seru serunya” protes Ify. Walau tak bisa bermain bola, namun ada rasa senang yang membuncah saat gadis itu berebut bola dengan anak anak polos itu.
“Nanti waktu kita habis”
“Habis ? maksud loe ?”tanya Ify heran. Gabriel tersenyum menanggapi. “Kan saya bilang bakal nunjukin kehidupan ke kamu hanya dalam waktu sehari”
Walau kurang mengerti, Ify lebih memilih diam.
Satu pelajaran yang tercatat di memori otak Ify : seberat apapun beban dan penderitaan yang kita alami, yang terbaik adalah menerima dengan ikhlas, lakukan dengan tulus, dan..jalani dengan senyuman.
>>><<<<
“Kue..kue..kue..” suara lembut seorang gadis terdengar mengiringi langkah mereka. Dari sumber suara, tampaknya si penjual kue berasal dari belakang Gabriel dan Ify.
“Yel, gue mau beli kue” pinta Ify. Gabriel mengangguk. “Tunggu sini, biar saya yang belikan”
Ify menunggu, tetap di posisinya. Sementara Gabriel berbalik, menghampiri si penjual yang berada dibelakang mereka. Lama. Ya, lama sekali Ify menunggu kue yang dibawa Gabriel ? sedang apa saja pemuda itu ? tak sabar, Ify pun menoleh.
DEG..
Pemandangan yang sungguh memilukan. Apa yang dilihatnya, membuat hatinya sesak. Entah karna apa, pandangan mata Ify menjadi berbayang. Menandakan ada cairan di pelupuk mata yang saling mendorong keluar.
“Eh Fy, maaf ya lama. Tadi Oik numpahin tampah kue sampe kuenya pada jatoh. Jadi saya bantu. Maaf ya” ucap Gabriel seraya memberikan beberapa buah kue yang dibungkus menggunakan daun pisang. Namun diacuhkan Ify. Mata gadis itu menatap sejurus kearah Oik, sang penjual kue.
“Ke..kenapa dia begitu ?” tanya Ify gugup.
Gabriel menepuk pundak Ify. “Jangan nangis. Dia aja ngga nangis. Dia sangat tegar Fy. Oik menderita kelumpuhan permanen saat usianya menginjak 4 tahun. Kata mantri, dia kena polio. Karna ngga ada biaya, keluarganya ngga membawanya berobat”
“Tapi, haruskah dia menjual kue dalam keadaan..seperti ini ? kenapa ngga pake kursi roda atau..tongkat ?”
Gabriel menggeleng. “Kursi roda kan mahal fy. Ibu Oik pernah berniat membelikan Oik tongkat dengan uang hasil menabung selama 2 tahun. Tapi Oik ngelarang, katanya, lebih baik uang itu disimpan untuk kebutuhan sehari hari”
“Ayahnya ?”
“Ayahnya pergi. mungkin beliau menemukan kejenuhan saat tinggal bersama istrinya dan Oik yang tercipta kurang sempurna. Menurut kabar, ayah Oik kabur bersama perempuan lain” jelas Gabriel.
Didepannya, Oik tak begitu memperhatikan dua orang manusia yang tengah membicarakan dirinya. Gadis itu sibuk sendiri menata kue. Ify tak habis pikir, apakah tidak sulit menjajakan kue dengan..keadaan seperti itu ? lumpuh, tanpa kursi roda atau tongkat ? jadi sepanjang perjalanan, Oik menyeret kakinya di tanah sambil menenteng tampah ?
Tak sanggup, Ify pun mendekati Oik.
“Halo dek..kakak boleh bantu adek jual kue ?”
Oik memandang Ify. “Boleh ka. Tentu boleh banget. Oik malah seneng. Tapi..apa ndak ngerepotin kakak ?” Ify menggeleng. Tanpa menunggu aba aba lagi, ify mengangkat<span> </span>tampah kue.
“Kue..kue..murah meriah, dijamin enak dan bersih..Cuma gope..gope..kue kue !!” seru Ify semangat.
“Mbak, beli kuenya” ibu ibu tambun menghentikan Ify. Dengan senang hati, Ify memperkenalkan kue kue dagangan Oik.
“Ckck..saya ambil semuanya. Kebetulan dirumah mau ada sodara” ucap si ibu. Ify terbelalak. “Serius Bu ?”
Si ibu mengangguk. Lalu mengeluarkan selembar uang seratus ribuan.
“Aduh bu, ngga ada kembaliannya”
“Udah, buat kamu aja. Makasih ya” ibu tambun itu beranjak masuk. Ify memandangi uang seratus ribu di tangannya. Ify menoleh kearah Gabriel yang juga tengah tersenyum padanya. Tak lupa Ify memandang Oik, yang berada di punggung Gabriel dan menatap Ify penuh haru.
“Uang ini buat kamu dek” lirih Ify.
Pelajaran kedua : keadaan fisik tak mengurangi niat seseorang untuk bekerja, demi membahagiakan orang orang yang disayanginya. Tak ada kata malu, tak ada rasa putus asa. Semua dilakukan karna kecintaan Oik terhadap ibundanya..
>><<
“Yel, gue haus. Munum dulu ngapa” pinta Ify. Maklum saja, mereka berdua telah berjam jam berjalan tanpa mempedulikan isi perut mereka.
“Yuk deh” Gabriel membawa Ify menepi di sebuah warung kopi. Tak berapa lama mereka duduk, datanglah seorang bocah berkepala plontos dengan gitar kecil ditangannya.
Bocah itu tersenyum sambil menunjukkan gitar kecil yang ia bawa dengan tangan kirinya. Gabriel mengacungkan jempol seraya mengangguk.
“Nananana..nananana..nananana…” bocah yang kira kira berusia 7 tahun itu bukannya bernyanyi, melainkan hanya bersenandung kecil. Gabriel menggelengkan kepala, sudah biasa Ia mendengar senandung Bastian. Tapi Ify ? Ia menatap aneh Gabriel. Gabriel mengerti arti tatapan Ify.
“Dia tuli, dan juga kidal. Kamu lihat kan dia memetik gitar dengan tangan kiri ?” refleks Ify langsung menoleh, benar saja. Ia baru menyadari.
“Dia ditinggal orang tuanya. Mereka ngga bertanggungjawab. Bastian bayi ditemukan berada didepan pintu rumah penampungan anak jalanan. Disebelah sana” Gabriel menunjuk sebuah rumah kecil di sebelah timur Ify.
“Ngga ada yang tau siapa orang tua Bastian. Walau begitu, bukan berarti dia ngga punya semangat hidup. Dia bocah yang ceria, semangat, dan ngga gampang nyerah. Saya sering kagum terhadapnya. Bocah ini seperti tak punya beban. Padahal jika dikuak, luka hidupnya perih sekali” ungkap Gabriel.
“apa keinginannya ?”
“Dia pengen belajar nyanyi. Yah setidaknya mengenal huruf. Supaya dia bisa membaca dan menghapal lirik serta not lagu populer”<span> </span>jawab Gabriel. Tanpa menunggu lama, Ify bangkit dan menghampiri Bastian.
“Ka-ka..a-kan-..me-nga-ja-ri..-ka-mu..mem-ba-ca” Ify mengeja setiap ucapannya agar Bastian bisa membawa gerakan bibirnya. Dirasa mengerti, Bastian mengangguk sambil tersenyum.
“ma’acih” ucapnya. Bastian berlari ke tempat lain.
“Kamu bisa mengajarinya membaca di..hei, kenapa kamu ngga mengajari anak anak jalanan aja semua ? supaya mereka ngga buta huruf ?”usul Gabriel.
“Ide bagus tuh ! tapi..dimana ?”
“Di rumah penampungan lah. Kamu bisa kesana setiap hari. Tenang aja, mereka ngga liar kok. Mereka dididik buat sopan sama orang asing. Jadi mereka ngga seperti anak jalanan pada umumnya. Kalo kamu mau, biar saya yang bilang ke pengurusnya” jelas Gabriel.
Ify mengangguk cepat. “Oke , mau banget ! makasih ya Yel”
Pelajaran ketiga : tak ada kata berenti untuk menuntut Ilmu. Dan akan lebih baik jika kita yang berilmu, mau membagi ilmu kita dengan anak anak yang kurang beruntung.
>>><<<
“Hooaaaaaa….huuuu…uuuu..” Langkah Gabriel dan Ify terhenti saat mendengar suara isakan. Refleks mereka berbalik. Seorang anak kecil tengah terduduk sambil memegangi lututnya. Ia menangis.
“Hei, kenapa ?” tanya Ify khawatir. Gadis itu hanya menatap Ify. Tak memberi jawaban sedikitpun. Sementara Gabriel-yang melihat lutut bocah berdarah-telah lebih dulu berinisiatif untuk membelikan obat merah dan plester.
“Adek, kamu kenapa nangis ?” Ify mengulangi pertanyaannya. Namun tetap tak ada jawaban.
“Dek, kamu kenapa nangis ? jawab kaka dong” tetap sama. Bocah itu diam mematung sambil menatap Ify. Ify mendengus kesal.
“Ck, ditanya malah gue dikacangin”sungutnya kesal.
“Hei kenapa ?” tanya Gabriel yang baru saja kembali.
“Itu tuh, gue tanyain kenapa, eh dia ngga jawab. Songong !” umpat Ify. Gabriel menggelengkan kepala. Melihat ulah gadis didepannya yang belum bisa mengontrol kesabarannya.
“Berkomunikasi sama dia bukan dengan cara seperti kamu” tanggap Gabriel. Ify melirik pemuda ramah itu, yang kini tengah sibuk mengolesi obat merah. Lalu memplester luka di lutut gadis kecil.
Setelah selesai, Gabriel tersenyum memandang bocah itu. lalu Ia memainkan jari jarinya. Dibalas dengan permainan jari dan tangan dari si bocah. Layaknya bahasa isyarat. Ify makin bingung.
“Yel..”
“Ternyata dia tadi jatoh gara gara dikejar anak anak nakal gang sebelah” ceplos Gabriel.
“Gimana kamu tau ?”
“Ify, dia itu bisu. Alias ngga bisa ngomong. Dia ngga mengenal kosa kata. Makanya kalo mau ngomong sama dia, itu harus pake bahasa isyarat”
“Bahasa isyarat ?”
“Iya, sini saya ajarin” Ify ikut berjongkok didepan gadis kecil itu. Si bocah masih memainkan jari dan tangannya. Gabriel tersenyum kecil melihatnya.
“Apa katanya Yel ?”
“Katanya kamu cantik” ucap Gabriel. Ify tersipu. “Makasih..eh gimana bilang makasih ?”
“Gini..” Gabriel menaruh telapak tangan dekat dagu, lalu membukanya telapak tangannya. Ify mengikuti. Gadis kecil itu tersenyum, lalu memeluk Ify.
“Yel, dia siapa ?”
“Dia Nazla. anak penghuni panti asuhan didepan sana” Gabriel menunjuk sebuah panti asuhan bernama ‘harapan’ yang terletak sekitar 200 meter dari tempat mereka.
“Dia gadis yang ceria. Dan mengagumkan. Walau masih kecil, dia punya bakat loh. Pinter merangkai bunga , pinter melukis” Nazla tersenyum dan melepas pelukannya. Jari dan tangannya kembali bergerak.
“Adek kamu tuh ya..” Gabriel nampak malu malu menanggapi ‘ucapan’ Nazla.
“Apa katanya ?” tanya Ify penasaran.
“Umm..kata Nazla, kamu sama saya cocok”<span> </span>jawab Gabriel. Ify menyadari kedua pipinya mulai panas. Nazla tersenyum geli. Ia menyilangkan kedua tangannya, lalu menempelkannya di dada.
“Ap..”
“Katanya, Nazla sayang kamu. I Love you” sela Gabriel sebelum Ify bertanya. Nazla mengangguk. Lalu mencium pipi Ify, gadis itu pergi menuju pantinya.
Entah ini salah satu pelajaran atau bukan, yang jelas setelah pertemuannya dengan Nazla, Ify menyadari satu hal bahwa, kita harus mencintai sesama. Tak peduli perbedaan diantaranya.
>><<
“Kenapa si Fy, kamu berniat mau bunuh diri ?” tanya Gabriel. Saat ini, kedua remaja itu tengah duduk diatas sebuah bangunan bekas yang hanya tinggal kerangka.
Ify menoleh sejenak. Lalu kembali menatap langit. “Gue jenuh sama kehidupan gue. My life is flat. Ngga ada hal special apapun yang menghiasi hidup gue. seenggaknya, membuat gue lebih..yah berarti”
“Keluarga loe ?”
“Keluarga gue ? bokap gue sibuk sama pekerjaannya. Ngga ada satupun hari buat gue. gue kesepian. Sementara nyokap gue udah cerai sama bokap. Nyokap sendiri merintis bisnis di Korea. Gue disini sama bokap. Dan nyokap tiri gue yang rakus. Hidup gue emang bagai dongeng Cinderella. Tapi gue bukan Cinderella yang lemah. Gue kabur bukan karna gue takut akan siksaan nyokap tiri. Tapi terlebih karna gue ngga tahan sama kehidupan gue di sangkar emas” terang Ify.
“Kenapa ? bahagia kan punya segalanya ? hidup berkecukupan ?”
Ify tersenyum pahit mendengar ucapan Gabriel. “Semua orang pasti bilang begitu. Mereka ngga tau siapa gue. mereka ngga tau gimana kehidupan gue yang sebenernya. Kalo mereka mau posisi gue ? ambil aja. Gue ngga menginginkannya lagi. bagi gue, harta itu Cuma pengukur derajat sosial kita di masyarakat. Bukan pengukur kebahagiaan setiap orang. harta bisa meningkatkan martabat seseorang.<span> </span>Tapi harta ngga bisa ngomong dan nemenin kita jalan jalan, harta ngga bisa ngehibur kita saat kita sedih karna kesepian”
“Uang adalah benda mati yang diincar seluruh umat di dunia, untuk kesenangan mereka. Tapi yang gue cari bukan uang. Bukan uang untuk kesenangan gue. melainkan kasih sayang. Kasih sayang itu lebih penting dari apapun. Loe bisa aja seorang yang ngga punya. Cuma pedagang asongan, hidup kekurangan. Loe bisa jadi orang yang dipandang remeh karna kemiskinan. Tanpa uang..tanpa uang. Tapi, kasih sayang ngga akan perna ngeremehin loe. Kasih sayang bakal selalu ada disetiap hela nafas loe. Kasih sayang akan setia nemenin loe untuk meraih kebahagiaan yang sejati. Dan kasih sayang, itu menerima loe apa adanya” sambung Ify.
“Terus, gimana temen temen kamu ? apa mereka care sama kamu ?” tanya Gabriel<span> </span>lagi.
Ify menerawang. “Gue punya sahabat di sekolah. Sivia, dan Shilla. Gue yakin mereka tulus temenan sama gue. tapi ternyata, baru gue sadari. Disaat gue sedih, mereka ngga pernah ada. Mereka ada untuk sebuah tawa. Tapi menghilang kala airmata datang. Bukan Cuma itu, tapi ada kenyataan lain yang bikin gue nyesel nganggep mereka sebagai sahabat sejati”
“Apa ?”
“Sivia. Gue tau kalo dia temenan sama gue karna gue seorang yang tajir. Dia deketin gue biar ditraktir setiap makan siang di canteen. Dibayarin saban shoping, kesimpulannya ya ngga lebih dan ngga kurang..bahwa dia manfaatin gue” satu persatu, airmata Ify berjatuhan.
“Shilla. Gue pikir dia yang paling setia. Dia temen gue sejak gue SMP. Tapi ternyata, gue salah. Karna gue nangkep basah Shilla selingkuh sama cowo gue, Alvin. yah..semua topeng mereka terbongkar. Gue cape..cape hadepin kepura puraan ini. gue pengen punya temen yang tulus sayang sama gue. bukan karna gue kaya, tapi karna mereka menyadari kalo kehadiran gue itu berharga” tutur Ify.
Gabriel menaruh kepala Ify untuk bersandar di bahunya.
“Makanya gue seneng banget pas ketemu loe Yel. Loe yang supel, ramah, dan beda. Berkat loe gue kenal sama Lintar. Cowo 11 tahun yang harus jadi tulang punggung keluarga. Karna loe gue kenal Oik, penjual kue yang ngga kenal lelah nyeret kakinya disetiap menjajakan kue. Gue juga ketemu Bastian, Nazla, gue..gue udah nemuin arti hidup ini Yel ! berkat loe..ya, berkat loe !!”
“Waktu kita udah selesai. Udah malem nih. Mending kamu pulang” suruh Gabriel. <span> </span>Ify rada heran saat Gabriel mengalihkan topik pembicaraan.
“Tapi Yel..” tanpa mempedulikan ucapan Ify, pemuda itu bangkit dan menuruni jalan turun. Tapi tunggu, ada sesuatu yang tertinggal. secarik kertas yang terbang dari balik kaos oblong Gabriel. Penasaran Ify memungutnya.
DICARI
Alyssa Safira Umari
Putri tunggal dari Handika Umari
Bagi siapapun yang menemukan Alyssa akan diberi imbalan berupa uang sejumlah
Rp 50.000.000,00.
Hubungi. 08233310000
Ify terbelalak membaca iklan itu. iklan kecil lengkap dengan foto dirinya. Refleks Ify memandang Gabriel.
“Yel..apa ini ??” tanya Ify seraya menunjukkan iklan kecil ditangannya. Gabriel terkejut, namun tak berani menjawab.
“Jangan katakan loe deketin gue Cuma karna…” Ify tak sanggup meneruskan kata katanya. Semoga saja tak ada kata sakral yang terlontar dari bibir Gabriel.
Yang ditanya hanya menunduk.
“Yel, jawab aku Yel !!” tanya Ify lebih keras, Gabriel mengangkat wajah.
“Maaf Fy, orang miskin seperti aku membutuhkan barang itu” aku Gabriel. Ify menatap Gabriel tak percaya.
“ARGH !! loe jahaaaaat !! kalo loe mau uang, kenapa ngga bilang dari kemaren ? kenapa ? gue pikir kedekatan loe itu karna tulus dari dasar hati loe” Ify nyaris menangis. terlalu perih jika menitikkan airmata didepan orang yang telah mengkhianatinya.
“Fy..saya…”
“Loe tega banget sama gue Yel. Gue itu lagi terpuruk. Gue sadar Yel, gue ngebatalin niat bunuh diri itu karna siapa ? karna loe. Gue udah anggep loe temen, bahkan lebih dari itu ! tapi ternyata semua palsu. Makasih atas semuanya. Pelajaran loe hari ini membekas dan ngga akan pernah gue lupain. Gue bakal pulang sendiri. dan loe ? loe bisa ambil uangnya besok !”
>><<
Seminggu setelah kejadian itu. tak ada kabar tentang sosok bernama Gabriel. Ify telah kembali ke hidupnya yang semula. Sama seperti sebelumnya. Membosankan. Ify berusaha melupakan pikirannya tentang gabriel. Niat terbesarnya adalah melupakan pemuda itu..dan melupakan perasaannya kepada Gabriel.
Ya, sejak pertama Gabriel membimbingnya, Ify telah jatuh hati terhadap pemuda supel itu. tapi gadis itu harus mengecap kekecewaan bukan main kala mengetahui siapa sebenarnya Gabriel.
“Hm..tau gini mending gue ngelanjutin acara bunuh diri deh” ujar Ify setelah masuk ke mobilnya. Hari ini Ia mendapat banyak tugas sekolah gara gara acara kaburnya beberapa waktu lalu. Belum lagi tatapan sinis Sivia, dan juga gandengan tangan Alvin dan Shilla.
Mobil Karimun Estillo berwarna putih yang dikendarai Ify berhenti kala simbil tegak itu menunjukkan warna merahnya. Ditengah kejenuhan menunggu, ada sesuatu yang mengusiknya.
“nananana..nananan…” tunggu, Ify kenal dengan senandung itu. sontak gadis itu menoleh ke segala arah. Ya, Bastian ! Ify menemukan sosok Bastian yang tengah mengamen pada mobil yang berada disampingnya. Lalu tiba tiba Ify teringat dengan janjinya pada Bastian dan Gabriel. Bahwa Ia akan mengajari anak anak Jalanan belajar membaca.
Harus Ify akui, sakit hatinya terhadap Gabriel belum pupus. Namun janji tetaplah janji. Pantang bagi Ify untuk mengingkarinya. Gadis berwajah tirus itu menepikan mobilnya, lalu keluar menyusul Bastian.
“Bastian !!” bocah itu menoleh dan menghampiri Ify.
“Ummm…” Ify rada ragu menanyakan Gabriel. Namun keinginan dalam dirinya sangat kuat untuk tau dimana dan bagaimana kabar Gabriel.
“Umm..Bang Yel kemana ?” mendengar pertanyaan Ify, bukannya menjawab Bastian malah menangis.
“Bastian kenapa ?” tak ada jawaban. Bastian menarik tangan Ify. Gadis itu pasrah saja mengikuti langkah Bastian.
>><<
Tak ada kata yang mampu menggambarkan perasaan Ify saat ini. Bastian memberinya jawaban dimana Gabriel sekarang. ya, disinilah. Ditempat yang paling dihindari umat manusia, namun pernah diidamkan Ify sebagai tempat mengungsi paling tenang. Ditempat yang dianggap sakral dan keramat. Tempat dimana sering terjadi pertumpahan airmata.
Pemakaman.
Pada baru nisan tertulis sebuah nama.
GABRIEL
31-01-2011
“Ini ngga mungkin..” gumam Ify. Gadis itu masih tak mempercayai apa yang dilihatnya. Sebulir kristal bening mengaliri pipi Ify. Tepat saat itu, ada sepasang tangan yang memeluknya dari belakang. Tangan tangan kecil. Ify menoleh.
“Nazla ?” gadis kecil itu menghapus airmata Ify. Nazla memberikan rangkaian bunga indah. Dan mengucap beberapa bahasa isyarat. Ify tak mengerti maksudnya.
“Apapun yang kamu katakan, makasih ya udah bantuin kakak” ucap Ify. Nazla kembali memeluk Ify.
>><<
“….Gabriel adalah lelaki yang baik, tangguh, dan bersahaja. Ia memiliki kepribadian yang menarik. Mudah akrab dengan siapa saja. Sulit bagi kami untuk membenci Gabriel”
“…kami tak pernah melihat ada gurat kesedihan disetiap ekspresi wajah Gabriel. Yang ada hanya senyuman tulus dan ikhlas. Senyuman yang selalu berbekas dihati setiap orang yang melihatnya”
“…kami menyanyangi Gabriel walau kami tak tau persis dari mana asalnya. Saat usia 4 tahun, kami menemukannya sedang menangis di stasion kereta. Kemungkinan Ia tersesat, atau sengaja ditinggalkan orang tuanya. Kami membawanya pulang..dan merawatnya disini. Di rumah penampungan anak jalanan”
“…saat usianya menginjak 13 tahun, kami baru menyadari ada yang tidak beres pada tubuhnya. Melalui puskesmas gratis, kami memeriksakannya. Ternyata, sebuah penyakit bernama gagal ginjal yang bersemayam ditubuhnya. Menggerogoti organ dalam laki laki itu”
“..walau begitu, bukan berarti Gabriel putus asa. Justru semangat hidupnya makin tinggi. keinginannya adalah, bekerja sekuat tenaga untuk mengumpulkan uang..yang mana uang tersebut akan dipergunakan untuk operasi transplantasi ginjal”
“…kami mendapat kabar bahwa Ia menang undian berhadiah uang. Uang tersebut digunakannya untuk operasi. Kami semua berdoa dan berharap, agar semua lancar. Namun tidak, saat pencangkokan ginjal, Gabriel tidak menanggapi. Organ Gabriel rupanya tak menerima ginjal baru itu. semua gagal. Gagal dan berakibat buruk. Itu konsekuen. Walau berat, namun kami..dan Gabriel sendiri harus tetap bisa menerima. Bahwa hanya ada 2 kemungkinan. Berhasil, atau..gagal”
“Oia, Gabriel menitipkan surat ini untuk kamu, Alyssa”
>>><<<<
Fy, saat<span> </span>kamu membaca surat ini, hanya ada 2 kemungkinan yang terjadi.
Saya sedang berdiri didepan kamu,
Atau..saya pergi selamanya darimu.
Entah mana yang akan terjadi..
Saya hanya ingin menjelaskan kesalahpahaman antara kita berdua.
Saya mengakui kesalahan saya..
Mungkin itu menyakitimu. Tapi sungguh, saya tulus berteman denganmu.
Maaf Fy, saya terpaksa ‘memanfaatkan’ kamu.
Saya membutuhkannya..
Saya senang bisa mengenal gadis kaya yang bodoh seperti kamu.
Kenapa bodoh ?
Karna kamu hampir saja bunuh diri untuk suatu masalah yang belum ada apa apanya dibanding derita Lintar, Oik, Bastian, Nazla ataupan orang orang di dunia ini.
Kamu tau Fy ?
Diluar sana, banyak orang yang menghabiskan berjuta uang dan segala cara,
Agar mereka bisa hidup lebih lama didunia ini.
Kamu beruntung Fy, tak semua orang berada diposisi seperti kamu.
Punya harta, raga yang sehat, kamu pintar, dan..cantik.
Masalah kasih sayang, percayalah. Walau tak begitu kentara, namun saya yakin kedua orang tua kamu sangat menyayangi kamu. ingat Fy, tidak ada orang tua yang tak sayang kepada anaknya.
Saya boleh minta 3 syarat kepada kamu ?
Pertama, jangan mencoba mengakhiri lagi nyawa kamu. hargailah segala yang telah diberikan Tuhan Fy. Kesempatan ngga dateng 2 kali..
Kedua, saya minta agar kamu menepati janjimu. Walau saya udah ngga ada, saya mohon supaya kamu tetap menemani anak anak jalanan belajar. Mereka akan lebih baik jika ada guru yang mengajari mereka.
Ketiga, kenanglah saya. Bukan sebagai seseorang yang berharga. Tapi, sebagai seorang pedagang asongan yang mampu mengenalkan kehidupan baru kepada seorang Ify Alyssa.
Gabriel.
“Nih adek adek, huruf B disambung sama A, jadinya apa ?” tanya seorang gadis yang tengah menunjuk nunjuk papan tulis dengan tongkat kecil.
“Be..A..BA” eja anak anak. Sekilas, semua orang bisa langsung menangkap apa yang dilakukan gadis itu. yakni mengajar. Ya, disinilah tempat Ify sekarang. amanat dari Gabriel telah dan akan Ia laksanakan selama Ia masih bernafas.
Gadis itu duduk<span> </span>di depan rumah anak jalanan sendirian. matanya sembab. Tampaknya Ify baru saja menangis. hm..jelas saja. Hari ini adalah tepat setahun kepergian Gabriel. Dan Ify belum mampu melupakan sosok itu.
Tuk..tuk.tuk
Bunyi langkah mengiringi kedatangan gadis kecil yang menemani hari hari Ify. Ya, siapa lagi kalau bukan Nazla. Bocah itu memberi bunga ke Ify, lalu memeluk gadis itu.
Selepasnya, Nazla menggelengkan kepalanya sambil memainkan jari jarinya. Ify mengerti maksud Nazla.
“Iya dek, kaka janji ngga akan sedih lagi”
Nazla tersenyum, lalu bocah itu menunjuk seorang pemuda tampan yang menyandarkan dirinya di pintu mobil depan rumah penampungan. Pemuda tersebut tersenyum.
“Cakka”
-TAMAT-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar