HIDUPMU HIDUPKU 3
Perempuan datang atas nama cinta..
Gundah pergi karna cinta..
Digenangi air racun jingga dalam wajahnya..
Seperti bulan tidur lelap dihatiku..
Yang berwajah kelam dan kedinginan
Baru kali ini kulihat ada surga dari mata seorang hawa
Ada apa dengannya ?
Aku pasti kembali dalam satu purnama
Untuk mempertanyakan kembali cintaku
Bukan untuknya, bukan untuk siapa..
Karna yang kumau hanya kamu..
>><<
“……sampai pada akhirnya, sang putri bertemu dengan pangeran. Mereka menikah dan hidup bahagia. SELESAI ! bagus kan dongengnya ?” tanya sesosok pemuda yang tengah duduk di kursi kayu disamping ranjang.
“Bagus Vin, aku suka..” terdengar jawaban. Alvin, nama pemuda tersenyum kala mendengar jawaban dari orang yang ditanyainya.
“Aku suka kalo kamu suka. Besok besok, aku ceritain lagi. yang lebih bagus. aku berharap, kisah kita sama seperti dongeng dongeng yang berakhir bahagia, kisah cinta antara putri, dan pangeran” balas Alvin. tangannya menggenggam jemari sosok lain didalam ruangan itu. yang sebenarnya tengah terbaring lemas di ranjang. Berkali kali Alvin menciumi punggung tangan sosok tersebut.
“Ops, udah malem nih. Kamu kan harus istirahat biar cepet sembuh. Aku juga mau tidur. Night princess” sesaat setelah berpamitan, pemuda itu bangkit dan mencium kening gadis yang masih diam dalam posisinya.
“Mimpi indah ya Vin” Alvin tersenyum dan mengangguk.
“You too..”
Selangkah demi selangkah hingga membawa Alvin sampai di ujung pintu. Sebelum membuka pintu keluar, kembali Alvin menoleh kearah ranjang, tersenyum sambil bergumam.
‘I love you’
Barulah lampu dimatikan. Dan pemuda itu keluar menuju tempatnya..
>><<
Pagi itu tak ada yang berbeda dari pagi pagi sebelumnya. Aktifitas sama dilakukan sang penghuni didalamnya. Rumah besar itu memang hanya dihuni oleh 4 orang. 2 orang tuan rumah yaitu Alvin dan gadis itu. 2 orang lagi merupakan pekerja. Seorang satpam, Pak Hadi. Dan seorang pembantu, Bik Esti. Kedua orang tua Alvin telah lama berpisah. Sibuk di dunia mereka masing masing. Sehingga hampir tak ada waktu luang untuk putra mereka.
Alvin tak sendiri. Ia memiliki adik perempuan, Sivia yang kini tengah menggeluti ilmu manajemen di Amerika sejak beberapa tahun silam. Pemuda oriental itu juga tercatat sebagai mahasiswa kedokteran disalah satu universitas ternama di kota Jakarta.
Tinggal di rumah besar seorang diri membuat Alvin memiliki kekuasaan tertinggi akan apa yang Ia lakukan didalam rumahnya. Tak heran, sudah sekitar 2 hari yang lalu yang lalu, Ia membawa serta gadisnya, Shilla untuk tinggal di rumahnya. Bukan untuk mengundang fitnah, melainkan karna Alvin ingin merawat Shilla. Shilla yang tergolek lemah tak berdaya dalam sakitnya. Menurut Alvin, Shilla bisa menjadi bahan prakteknya sebagai calon dokter. Jadi, Ia sendiri yang merawat Shilla.
“Bik, siapin makanan buat Shilla. Suapin dia. Sebelum makan, basuh dulu tubuhnya pake air hangat. Gantiin juga bajunya. Ntar jam sebelum jam 9 saya juga udah pulang” pesan Alvin sebelum pergi. Bik Esti hanya mengangguk. Walau seperti biasa, perintah sang majikan terasa aneh untuknya.
“Ck, tuan aneh banget sih. kenapa juga cewenya pake dibawa kesini segala. Udah tau dia…”
“Heh, jangan ngedumel saja. Laksanakan perintah dari majikan kalo ndak mau kita dipecat” sela Pak Hadi, satpam tersebut muncul begitu saja dari belakang. Membuat Bik Esti-yang tengah menata meja makan- berbalik dan terlonjak.
“Adeuh si bapak bikin kaget aja”
“Kenapa tadi ngomel ? den Alvin kasih perintah lagi ya ?” tanya Pak satpam. Bik Esti mengangguk.
“Saya bukannya menolak, tapi..saya ngga sreg sama sikapnya majikan kita. Kenapa juga dia ngga bawa pacarnya ke tempat semestinya dia berada. Bukan malah disini. Kita juga kan yang kesusahan..”
“Iya juga sih. saya juga….”
Sementara ditempat lain
“Oh sial ! laptop gue ketinggalan lagi. mau ngga mau balik deh” baru setengah jalan, Alvin harus memutar mobinya kearah rumah. Tak mau membuang waktu, dengan setengah berlari Ia memasuki rumah.
“Saya tak gimana cintanya den Alvin sama mbak Shilla. Tapi mbok ya ndak udah segitunya..” saat mendengar suara kedua pekerja di ruang makannya, refleks Alvin hentikan langkah kakinya. Ia memutuskan untuk mencuri dengar apa yang dikatakan mereka.
“….bersikaplah yang wajar saja. Kalo begini kan kita juga yang repot. Setiap hari saya yang kena getahnya. Suapin lah, mandiin lah, pakein bajunya lah”
“Ckck masuk akal kok den Alvin nyuruh bibik buat ngelakuin itu semua. Secara den Alvin kan laki laki. Ngga mungkin dia yang mandiin ato ngeganti bajunya mbak Shilla. Dan ngga mungkin juga mbak Shilla ngelakuin itu sendiri. maklumin aja bik, mbak Shilla kan…”
“Ehem !” refleks, pembantu dan satpam itu harus menghentikan acara ngerumpi mereka dan berbalik kearah suara deheman itu. muka mereka pucat begitu melihat siapa yang tengah menatap mereka tajam.
“Saya dengar semua” kata Alvin.
“Mmmm…maaf den.maapin kita” pinta Bik Esti gugup seraya menunduk.
“Ja..jangan pecat kami den” kali ini Pak Hadi yang merayu. Alvin berjalan mendekati keduanya. Wajahnya nampak sengit. Tatapannya dingin.
“Saya bayar kalian untuk bekerja disini. Ngelakuin apapun yang saya perintah. Bukan mengomentari apa yang saya lakukan ?!” lirih Alvin. pelan namun tegas.
“I..Iya den..maafin kami. kami janji ngga akan ngulangin lagi”
Alvin menarik nafas panjang. Akhirnya Ia angkat bicara setelah beberapa menit diam.
“Saya ngga akan pecat kalian. tapi saya minta, jaga rahasia tentang Shilla. Saya ngga mau ada yang tau dia disini”
“Ba..baik den”
“Bik Esti, lakukan apa yang saya perintah tadi” suruh Alvin. Bik Esti mengangguk dan bergerak cepat. Sementara pak Hadi sudah siperintah kembali ke post depan. Tinggalah Alvin seorang diri.
‘percaya Shill, kamu bakal lebih baik disini’ batinnya.
>><<
“Hay Vin !” seseeorang menepuk pundak Alvin. nyaris membuat pemuda sipit itu memuntahkan soda yang baru Ia minum.
“Slow Yo ! masih untung gue ngga mati” sungut Alvin. Yang dimarahi hanya cengengesan sembari mendudukkan dirinya disamping Alvin.
“Vin, ntar pulang sekolah gue ke rumah loe ya”
Alvin mendelik “He ? ngapain ?”
“Aelah biasa aja kali ekspresinya. Gue mau kabur dulu dari Ify. Dari kemaren dia ngajakin gue ke pet shop mulu”
“Mau ngapain Ify kesana ? beli sodara loe ? si onyet. Haha”
“Sialan loe. Ngga lah ! beli hamster . tau kan ? sodaranya tikus. Ih emang dia ngga tau apa kalo gue alergi sama bulu binatang. Jangankan nyentuh, ngeliat aja bikin gue merinding” Rio menceritakannya sembari bergidik. Alvin geli sendiri melihat tingkah sahabatnya.
“Iya iya. Um..tapi ngga bisa lama lama ya. gue mau istirahat”
“Deuh pelit loe. Yaudah deh..ketimbang ngga sama sekali” ceplos Rio.
Rumah Alvin
“Rumah loe sepi banget ya” tanggap Rio seakan akan baru kali pertama Ia menginjakkan kaki di rumah besar Alvin. padahal sudah sejak kecil Ia berteman dengan suasana di rumah Alvin.
“Udah yuk ke kamar gue. banyak komen loe” kedua karib itu menapaki satu persatu anak tangga menuju lantai 2. Kamar Alvin berada di ujung, dekat balkon. Untuk melewati kamar Alvin harus melewati kamar yang didiami Shilla.
Dan saat melewati kamar Shilla itulah, Rio terhenyak. Ada aroma aneh yang mengetuk hidungnya. Tanpa sadar Ia menghentikan langkahnya. Sebua tanda tanya besar muncul di benaknya. Mendorong tangan pemuda itu untuk membuka hendel pintu.
Kreeekkk…
“Mau ngapain loe ?” cegah Alvin. Rio tersentak dan menutup kembali pintu yang terbuka sedikit dengan kasar. Sehingga menimbulkan bunyi yang cukup mengagetkan.
“Gue…”
“Pelan pelan dong nutup pintunya. Ada orang lagi tidur. Gue ngga mau dia sampe kebangun” bisik Alvin.
“Dia ? yang ada dikamar ini maksud loe ?” Alvin mengangguk.
“Emang yang ada didalem siapa Vin ?”
“Umm..Sivia ! ya, Via adek gue baru balik dari Amrik”
“Ohya ? kok gue ngga tau ? gue mau liat dong. Lama banget gue ngga ketemu dia” Rio hendak memutar hendel pintu, namun dicegah Alvin.
“Eh eh, jangan sekarang. gue bilang dia lagi tidur. Kesian kalo kebangun gara gara loe. Lagian Via lagi sakit”
“Sakit ?”
Alvin mengangguk.
“Terus..um..ini bau apa Vin ?” Rio menunjuk hidungnya. Tanpa diperintah, Alvin menarik nafas mengikuti Rio. mencoba menangkap aroma yang dimaksud Rio.
“Ah bau apa ? gue ngga ngerasain apa apa kok ?”
“Serius ? jelas banget kok baunya nusuk. Loe lagi pilek ya ?”
Alvin menggeleng. “Bau karbol kali. Udah yuk ah. Ga penting banget pertanyaan loe”
Walau masih penasaran, toh akhirnya Rio mau saja saat Alvin menyeret lengannya menjauhi kamar tersebut.
Kamar Alvin
Rio memandang sekeliling ruangan itu. tak ada yang asing. Kamar itu tetap menjadi pelariannya disaat jenuh. Alvin tengah asik melempar bola basket ke dinding. Posisinya membelakangi Rio yang sedang tidur tiduran di ranjang Alvin.
Mata Rio tertumpu pada satu titik. Sebuah pigura foto.
“Vin..”
“Hm” balas Alvin tanpa menoleh.
“Loe beruntung ya dapetin Shilla” ucap Rio seraya memandangi figura foto Shilla. Sontak, Alvin berbalik menghampiri Rio dan merebut figura tersebut. “Loe kan udah punya Ify. Gausah jelalatan tuh mata”
Rio terkekeh. “Sapa juga yang mau rebut Shilla. Shilla..loe masih belum dapet kabar dari dia ? udah 2 hari loh dia ngilang”
Alvin termenung. Berusaha biasa saja agar Rio tak menangkap sesuatu yang mencurigakan dari tingkahnya.
“Vin ? loe kenapa ngelamun ? ato..loe udah tau dimana Shilla berada ?”
Alvin menggeleng cepat. “Ngga kok. Gue masih nunggu kabar dari keluarganya”
“Ooooh..gue doain deh biar cepet nemuin titik terang” harap Rio. diikuti anggukan Alvin.
>><<
“…nah akhirnya selesai juga makannya. Mumpung langit cerah, aku ajak kamu jalan jalan ke taman yuk ??” ajak Alvin sesaat setelah Ia menaruh piring beserta sendok dimeja samping ranjang.
“Boleh deh” jawaban yang dianggap persetujuan. Segera Alvin membopong gadis itu keatas kursi roda.
Setiap jarak menuju taman, tak ada satu senyumpun terkikis dari wajah tampan Alvin. sembari mendorong kursi roda gadisnya, sesekali pemuda itu mengajak ngobrol kekasihnya yang terduduk lemas. Orang orang yang dilaluinya memandang aneh tingkah Alvin.
“sayang, kenapa ya mereka ngeliatin kita kaya gitu ?”
Alvin tersenyum tipis. “Mungkin mereka ngga pernah liat yang kaya begini sebelumnya. Udahlah gausah dipikirin”
Alvin menghentikan laju kursi roda saat menemukan kursi kosong di satu titik taman. Didepan mereka nampak ramai anak anak yang sedang bermain bola. Ada juga yang tengah belajar bersama.
……
“Bastian, ambil bolanya !!” suruh seorang bocah saat bola yang tengah menjadi bahan permainan mereka, menggelinding dan berhenti tepat didepan kaki Alvin.
“Nih bolanya” ucap Alvin seraya menyerahkan bola berwarna biru-kuning kepada bocah tersebut.
“Makasih ka…umm..” bocah tersebut melirik Shilla.
“Kenapa ? oia, kenalin..ini pacar kaka. Namanya Ka Shilla. Shill, ini Bastian” kata Alvin.
“Hai Bastian”
Wajah Bastian mendadak kikuk. “Umm..”
“Woi Bastian, cepetan bolanya !!” begitu mendengar seruan bocah laki laki yang memerintahnya tadi, Bastian langsung berbalik dan berlari menuju arena bermainnya. Sesekali Ia menatap Shilla. Namun tak diperhatikan Alvin.
>><<
“Shilla..habisin makanan ini dong, kalo kamu ngga mau makan, gimana mau sembuh ?" bujuk Alvin. Tangannya menopang mangkuk bubur. Tangan lainnya memegang sendok.
Berkali kali bujukan dan rayuan dilontarkan pemuda itu agar Shilla mau membuka mulut. Namun hasilnya nihil.
BRAK !
“kalo kamu ngga mau, terserah deh. Jangan salahin aku kalo kondisi kamu makin lemah” tegas Alvin sesaat setelah Ia membanting mangkuk keatas meja dengan kasar. Pemuda itu sudah berniat untuk mengangkat kaki dari kamar tersebut. Namun langkahnya terhenti.
‘Vin..apa yang barusan loe lakuin ? loe kasar sama dia..loe udah nyakitin Shilla’ batin suara hati Alvin. Sontak, lelaki itu berbalik. Kembali mendudukkan dirinya di kursi samping ranjang. Ditatapnya wajah sedih Shilla.
“Maafin aku ya sayang..aku ngga bermaksud nyakitin kamu” berkali kali Ia meminta maaf seraya mengecup punggung tangan Shilla. Namun tak ada reaksi dari gadisnya.
“Maaf...”
Ditempat lain
“Fy, kita ke pet shop-nya kapan kapan aja ya. Jangan sekarang” pinta seorang laki laki hitam manis yang tak lain Rio. Ia dan pacarnya, Ify tengah berjalan jalan di Mall. Tujuannya adalah menemani Ify membeli hamster disalah satu toko hewan.
“Ih kamu kenapa sih ? dari kemaren diajakin ngga mau terus ?”
‘bukannya gue ngga mau. Kalo bukan karna alergi sih oke aja. Hmm..kalo gue masih nurutin kemauannya Ify, bisa mati geli gue. Ah kabur deh. Maapin gue ya Fy’ pikir Rio. Karna suasana Mall yang ramai, bisa dengan mudah Rio melarikan diri.
BRUK.
“aw ! kalo jalan ati ati dong mas” omel gadis yang baru ditabrak Rio.
“Eh maaf maaf gue ngga sen..loh, Sivia ?” pekik Rio yang merasa mengenali gadis itu. Gadis sipit didepannya menoleh kala namanya dipanggil.
“Loe ? um..bentar bentar..loe itu Ka Rio kan ? temennya ka Alvin ?” terka Sivia. Rio mengangguk.
“Loh kok loe disini Vi ? bukannya istirahat dirumah”
“He ? istirahat ? dirumah ? gue aja belom nyampe rumah”
Rio mendelik. “Maksud loe ? beberapa hari lalu gue ke rumah Alvin. Kata Alvin loe udah pulang. Pas gue bilang pengen ketemu loe, Alvin ngelarang. Katanya loe lagi sakit dan ngga boleh diganggu”
"Serius ka ?”
Rio mengangguk mantap. “emang kenapa ?”
“Masalahnya hari ini gue baru sampe di Jakarta. Gue sengaja mampir ke Mall dulu buat beli keperluan gue sehari hari selama disini. Baru setelah itu gue ke rumah”
“Loe ngga becanda Vi ?”
“Aelah ngapain gue becanda”
“Terus yang disembunyiin Alvin dikamar itu siapa ?”
Sivia mengedikkan bahu.
>><<
“Via ? kamu kapan dateng ? kok ngga kasih kabar ke kaka ? kan kaka bisa jemput kamu” Sivia sudah sampai di rumah. Tadi, gadis itu telah bersepakat dengan Rio untuk menyelidiki secara diam diam siapa yang disembunyikan Alvin di kamar itu.
“Iya ka. Biar surprise. Umm..ka, aku ke kamar dulu ya. cape” gadis itu melangkahkan kakinya menaiki anak tangga.
“Ehm Vi, jangan dikamar itu..” cegah Alvin saat adiknya hendak memutar hendel pintu.
“Loh emang kenapa ka ?”
“Ada yang lagi istirahat. Kesian, dia lagi sakit”
Alis Sivia terangkat satu. “He ? is…istirahat ? si..siapa ka ?”
“Yuk kaka tunjukkin ke kamu” Alvin menggandeng Via memasuki kamar tersebut. Didepan ranjang, Sivia mendegut ludah. Apa yang dilihatnya sungguh menyesakkan. Apa kakaknya masih waras ?
“Vi, kenalin. Ini Shilla. Pacar kakak” ucap Alvin.
“Hai Via. Kamu adiknya Alvin kan ? Alvin sering cerita tentang kamu. kamu cantik ya” Sivia tersenyum kikuk. Berulang kali Ia memandangi kakaknya dan Shilla secara bergantian. Baginya apa yang dilakukan kakaknya sangat tidak logis. Dan..aneh.
“Ka..”
“Shilla cantik kan Vi ?” tanya Alvin yang pandangannya tak lepas dari Shilla.
“Maaf ka, aku..aku ke kamar dulu. cape, pengen tidur. Misi ka” Sivia beringsut mundur. Gadis itu masih belum bisa mencerna apa yang baru dilihatnya.
>><<
“APA ?! ga mungkin Vi..” Rio memekik saat Sivia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
“Gue ngga boong ka. Semua yang dilakuin ka Alvin tuh..ngga wajar”
“Loe yakin Shilla…”
“Yakin lah ! tengah malem, gue masuk ke kamar Shilla. Gue udah perhatiin dengan teliti banget kok. Dan ngga ada yang salah. Beneran kalo dia…ah kakak gue udah gila”
“Bukan Cuma itu ka, gue juga udah tanya pembantu dan satpam. Kata mereka , udah sekitar seminggu ka Alvin bawa Shilla” tambah Sivia.
“Loe udah coba bilang ke Alvin ? kasih pengertian mungkin ?”
Sivia menggeleng. “Gue ngga tega ka. Gue tau ka Alvin sayang banget sama Shilla. Gue ngga mau dia terpukul”
“Tapi kalo dibiarin lebih lama malah makin menjadi Vi”
“Iya sih. gue bakal nyoba pelan pelan”
“Ehm..Vi, sebenernya ada hal yang memperkuat kelakuan gila kaka loe” ucap Rio. Sivia mendelik. “Apa ka ?”
“Kemaren gue…..”
>><<
“Shill, aku pengen deh bawa kamu ke tempat favorit kita dulu. udah berapa lama ya kita ngga kesana ?” dari celah pintu yang terbuka sedikit, Rio dan Sivia bisa mencuri pandang apa yang dilakukan Alvin didalam sana. Walau dalam posisi membelakangi, mereka berdua dapat melihat Alvin terus menggenggam tangan Shilla.
“Aku juga Vin..”
Rio dan Sivia saling berpandangan. Heran.
“Tapi mau gimana lagi. kesehatan kamu makin memburuk. aku takut jantung kamu kumat” balas Alvin.
“Aku akan….” Jawaban Shilla tak begitu diperhatikan Rio dan Sivia, karna keduanya keburu pergi dari tempat mereka mencuri dengar sebelum Alvin mengetahui keberadaan mereka.
“Ini ngga bisa dibiarin Vi ! gue harus ngomong sama Alvin !”
“Iya ka, tapi ngga sekarang. umm..gimana kalo ntar malem ?” usul Via. Rio termenung sejenak. Hingga akhirnya mengangguk.
“Ntar malem gue kesini”
>><<
“Sayang, dengerin nih..aku mau nyanyiin sebuah lagu buat kamu..” masih ditempat yang sama, Alvin memangku gitar.
“Nyanyi lagu apa ?”
“udah dengerin aja. Kamu pasti suka..”
JRENG..
Bening matamu pancarkan kesedihan
Tak pernah terlihat selama ini..
Senyum pedihmu, lukiskan airmatamu..
Perihnya hatimu..menyentuh batinku..
Sungguh mati aku tidak
Bisa meninggalkan dia..
Walaupun kau dekap aku..
Ampun aku bila…
BRAK !
“Vin, sadar loe Vin !!” belum sempat Alvin mengakhiri lagunya, Rio terlebih dulu membuka pintu dengan kasar. Sivia gagal meredakan kesabaran sahabat kakaknya itu.
“Rio ? Sivia ? kalian ngapain disini ?”
“Justru gue yang tanya sama loe ! ngapain loe bawa Shilla kesini ?! loe ngga tau seberapa khawatirnya keluarga Shilla begitu dia ilang ?! eh loe malah diem diem bawa dia kesini ??!!” amukan Rio tak tertahan.
“Sssttt..gue bisa jelasin. Tapi jangan disini. Kesian Shilla, dia butuh ketenangan buat tidur. Istirahat” bisik Alvin.
“Argh ! gue cape liat tingkah konyol loe ! ayolah Vin, kita harus ngembaliin Shilla ke tempat yang semestinya. Bukan disini. Karna dia……”
BUKK !
“Jangan pernah loe ucapin kata kata barusan ?!!” marah Alvin. Rio tersungkur.
BUKK !
“Loe yang mustinya sadar ! kalo…”
BUKK !
“Loe ngga ada urusan sama gue !!”
“Loe…”
Tonjokan, tendangan, pukulan tak bisa dicegah lagi. butuh bantuan pak Hadi untuk memisahkan perkelahian antara keduanya. Hingga pada akhirnya Rio pulang atas permintaan Sivia.
Alvin, yang amarahnya masih dipuncak kepala, mencoba menenangkan diri. Ia masih berada ditempatnya tadi, kamar Shilla.
“Maaf ya Shill. Gara gara Rio, ketenangan kamu jadi terganggu..maaf” Alvin membelai rambut gadisnya. Entah karna kelelahan atau apa, lelaki oriental tersebut akhirnya terlelap. Dengan kepala yang Ia sandarkan pada sisi ranjang.
Di alam bawah sadarnya, terbayang beberapa kejadian. Dalam mimpinya..
…….
Seorang pemuda berjalan dengan menjinjitkan telapak kakinya agar tidak menimbulkan suara. Langkah itu bergerak mendekati kursi panjang ditaman itu. yang tengah diduduki seorang gadis. Posisi kursi yang membelakangi, membuat sang gadis tak sadar ada sosok lain yang menghampirinya.
“Surprise !! Happy brithday Ashilla” seru lelaki tadi sembari menunjukan seuntai kalung cantik berbadul jantung hati didepan wajah gadis tersebut.
“Alvin ? ini..buat aku ?”
“Iya dong. Special buat Shilla-nya Alvin. aku pasangin ya” gadis itu mengangguk cepat. Selesai memasangkan kalung, Alvin mengitari kursi dan duduk disamping Shilla.
“Kamu suka ?” tanya Alvin. Sambil memandangi kalungnya, Shilla menjawab. “Suka banget. Cantik ya”
“Kaya kamu” tambah Alvin.
“Ih gombal”
“Beneran deh..tapi, mau secantik apapun bandul kalung didunia ini, ngga ada yang bisa ngalahin karya nyata dari pelukis terhebat, Tuhan..Tuhan adalah seniman terhebat di alam raya yang telah memahat bentuk wajah, mengukir indera indera diwajah itu..dan yang terakhir, memolesnya hingga tercipta lukisan indah didepan aku” tutur Alvin.
Shilla hanya tersenyum. “Masih banyak loh, cewe diluar sana yang jauh lebih cantik dari aku”
“Aku ngga peduli. Satu hal yang kamu tau Shill, walaupun perempuan terakhir di dunia ini bukan kamu, aku bisa pastikan diriku ngga akan memilih perempuan itu. aku..ngga akan menghabiskan satu detikpun nafas ini tanpa atau bukan dengan kamu”
“Makasih ya. tapi aku ngga janji bisa nemenin kamu terus. Kamu ingat kan penyakit yang aku derita ? kata dok…”
“Aku ngga peduli kata dokter. Jalani apa adanya” sela Alvin.
…….
“Shill, jalan yuk !” ajak Alvin suatu hari. Saat keduanya baru pulang dari kampus.
“Hayuk ! kemana ?”
“Ke pasar malem. Dideket kampus ada loh, rame, seru deh pokoknya”
“Boleh boleh. Kapan ?”
“Ntar malem aku jemput kamu jam 7”
“Oke”
Komedi putar, rumah hantu, dan berpuluh puluh pedagang dari pedagang mainan sampai makanan meramaikan pasar malam kala itu. dari sekian banyak pengunjung, terlihat dua remaja yang tengah bersenang senang dengan wahana di pasar malam tersebut.
“Vin, kamu sini aja ya, aku mau beli arum manis” pesan Shilla.
“eh, biar aku aja yang beliin. Kamu disini aja”
“Oh yaudah” pemuda itu pergi menghampiri pedagang kapas manis yang terletak tak jauh dari tampat mereka berdiri.
“Nih arum manisnya”
“Alvin ?” sapa seorang gadis lain. Sontak Alvin dan Shilla menoleh.
“Siapa ya ?”
“Vin, ini aku zevana. Masa lupa ? mantan kamu. inget ngga ? kita pacaran selama 3 tahun di SMP loh” ucap gadis itu.
“Oh iya, Jeje temen TK, SD sama SMP kan ? yang pas TK maen penganten penganten-an ?” terka Alvin. Gadis yang disapa Jeje itu mengangguk dan tertawa. Tertawa bersama Alvin.
“Um..Vin..” lirih Shilla.
“…inget kan ? aku perna berantem sama Septian gara gara dia jadi ngajakin kamu maen ? haha” sambung Alvin tanpa menghiraukan sapaan Shilla.
“Iya itu..terus pas SD, aku sempet jambak jambakan sama Zahra gara gara dia kecentilan kasih kamu coklat”
“Haha seru ya”
“Terus….”
“Ck !” Shilla menghentakkan kakinya ke tanah. Karna kesal, Ia menjauh pergi begitu saja.
“Oia, kamu dateng kesini sama siapa ?” akhirnya Zevana menanyakan hal itu juga.
“Sama pacar. Oia, Shilla ? aduh mana ya ? tadi dia disini kok” Alvin terkejut kala mendapati Shilla tak ada ditempatnya.
“Aduh mungkin dia kesel gara gara tadi kita kacangin”
“Ck, bego gue. Je, aku cari Shilla dulu ya” pamit Alvin. tanpa menunggu tanggapan Jeje, segera Ia berlari mencari Shilla. Untung gadis itu belum jauh. Sehingga Alvin masih bisa menemukannya.
“Shill, maafin aku ya..kamu jangan marah !” Alvin mencengkeram lengan gadisnya agar langkah gadis itu terhenti.
“Sakit Vin ! lepas !”
“Aku ngga akan lepas sebelum kamu maafin aku”pinta Alvin.
“Kamu tuh sadar ngga sih ? aku paling ngga suka dicuekin ! bukan masalah dia mantan kamu ato bukan, seenggaknya kamu kenalin dia ke aku dong” marah Shilla.
“Oke, aku minta maaf. aku sama sekali ngga ada maksud. Aku lupa..”
“Oh, jadi kamu lupa sama aku ? lupa kalo ada aku disana ? bahkan kamu ngga melirik aku sedikitpun. Sebegitu senengnya ketemu mantan SMP hah ?”
“Shill, aku akui, ini emang kesalahan aku.jangan childish gini dong ? wajar aku seneng ketemu sama Jeje. Udah lebih dari setahun aku ngga ketemu dia”
“Umm..jadi kamu kangen sama dia ? udah lama kamu menginginkan pertemuan ini ? bilang aja kamu masih suka sama dia ? ya kan !!”
“SHILL !!”
“Kalo kamu emang lebih suka sama cewe itu, yaudah sih..ngapain aku masih kamu pertahanin. Aku bisa kok cari cowo yang leb..”
PLAK !
“jaga bicara kamu ! ngga semudah itu aku ninggalin kamu” bentak Alvin sesaat setelah Ia menampar Shilla.
“Kamu tega nampar aku..teg..aw !!” gadis itu memegangi dada kirinya.
“Shill, jantung kamu”
“Sakit Vin..” keluh Shilla.
“Tahan ya, aku bakal bawa kamu ke rumah sakit. Tunggu sini, aku ambil mobil dulu” sekembalinya Alvin dengan mobilnya, Shilla sudah tertidur di aspal. Terlelap abadi..
Begitu cepat..begitu mendadak..sehingga cukup mengguncang jiwa lelakinya..
…….
“Halo ? nak Alvin ? tante mau tanya..apa Shilla sama kamu ? sejak semalam anak tante belum pulang”
Tanya mama Shilla ditelpon. Keesokan harinya.
“Ngga tante. Semalem saya emang pergi sama Shilla. Tapi saya sudah mengantarnya sampai ke depan rumah. Setelah itu saya belum bertemu dengannya lagi” jawab Alvin.
“Aduh Shilla ngga pulang dari semalam. Tante takut sekali ada sesuatu terjadi dengannya. Apa mungkin dia diculik ?”
“….”
“Nak Alvin, tante mohon bantuannya ya. semisal ada kabar tentang Shilla, tolong beritahu kami”
“Baik tante” tuutttt…Alvin menatap layar ponselnya. Lalu menonaktifkan ponselnya.Dengan masker dan sarung tangan, pemuda itu meraih jeriken berisi cairan kimia. Lalu dituangkannya cairan tersebut-dengan kadar tertentu-kedalam bathtub. Setelah selesai, lelaki tersebut keluar toilet, lalu membopong tubuh sesosok gadis. Dan direndamnya didalam bathtub.
Alvin menatap dalam wajah gadis yang terbenam dalam bathtub. Kemudian pandangannya beralih ke jeriken bertuliskan ‘formalin’.
‘maafin aku Shill..ini terlalu cepet. Aku ngga bisa kehilangan kamu. aku belum siap’ batinnya.
……
“Bik, tolong gantiin bajunya Shilla” perintah Alvin sesaat setelah gadis itu keluar dari kegiatan ‘berendam’-nya.
“Loh, memang mbak Shilla ngga bisa ganti baju sendiri ?” tanya Bik esti heran.
“Udah deh bibik gausah kebanyakan tanya. Cepet, ntar keburu Shilla kedinginan. Dia ada dikamar atas tuh. Sebelah kamarku. Bajunya ada di atas kasur” tanpa berbasa basi, bibik menurut saja. Walau setelah itu, ada raut aneh yang membekas dalam diri pembantu itu. aneh dan..takut.
……
Terbayang kejadian saat Alvin mencuri dengar percakapan jujur dari satpam dan pembantunya beberapa waktu lalu.
‘“Saya tak mau tau gimana cintanya den Alvin sama mbak Shilla. Tapi mbok ya ndak udah segitunya. Mbak Shilla kan sudah meninggal ” saat mendengar suara kedua pekerja di ruang makannya, refleks Alvin hentikan langkah kakinya. Ia memutuskan untuk mencuri dengar apa yang dikatakan mereka.
“bersikaplah yang wajar saja. Kalo begini kan kita juga yang repot. Setiap hari saya yang kena getahnya. Suapin lah, mandiin lah, pakein bajunya lah”
“Ckck masuk akal kok den Alvin nyuruh bibik buat ngelakuin itu semua. Secara den Alvin kan laki laki. Ngga mungkin dia yang mandiin ato ngeganti bajunya mbak Shilla. Dan ngga mungkin juga mbak Shilla ngelakuin itu sendiri. maklumin aja bik, mbak Shilla kan sudah ngga bernyawa”
……
Saat Alvin orang orang memandangnya ane saat membawa Shilla ke taman. Shilla yang dalam keadaan tertidur, Alvin ajak bicara.
Saat Alvin mengenalkan Shilla ke Bastian. Terang saja bocah itu nampak ketakutan. Bocah itu tau Shilla adalah mayat. Yang dibawa Alvin jalan jalan dan diajak bicara oleh Alvin. maka dari itu Bastian menyangka Alvin gila.
Saat Alvin mengenalkan Shilla pada adiknya, Sivia. Gadis itu nampak ganjil. Ia menganggap bahwa kakaknya sudah tak lagi waras. Bagaimana mungkin kakaknya menyimpan dan merawat mayat didalam rumahnya ?
Saat Alvin dan Rio berkelahi sengit.
“Vin, sadar loe Vin !!” belum sempat Alvin mengakhiri lagunya, Rio terlebih dulu membuka pintu dengan kasar. Sivia gagal meredakan kesabaran sahabat kakaknya itu.
“Rio ? Sivia ? kalian ngapain disini ?”
“Justru gue yang tanya sama loe ! ngapain loe bawa Shilla kesini ?! loe ngga tau seberapa khawatirnya keluarga Shilla begitu dia ilang ?! eh loe malah diem diem bawa dia kesini ??!!” amukan Rio tak tertahan.
“Sssttt..gue bisa jelasin. Tapi jangan disini. Kesian Shilla, dia butuh ketenangan buat tidur. Istirahat” bisik Alvin.
“Argh ! gue cape liat tingkah konyol loe ! ayolah Vin, kita harus ngembaliin Shilla ke tempat yang semestinya. Bukan disini. Karna dia udah meninggal ! tempatnya adalah dipemakaman ! sekali lagi gue bilang, Shilla udah MENINGGAL !!”
BUKK !
“Jangan pernah loe ucapin kata kata barusan ?!!” marah Alvin. Rio tersungkur.
BUKK !
“Loe yang mustinya sadar ! kalo cewe loe udah ngga bernyawa. Ngga semestinya loe memperlakukan dia selayaknya manusia. Disuapin, didandanin, diajak jalan, dan paling parah, loe ajak dia ngobrol dan loe sendiri yang jawab pake suara. Seakan akan Shilla yang menjawab”
BUKK !
“Loe ngga ada urusan sama gue !!”
“Loe sadar dong Vin ! lama lama loe bisa gila ! orang orang disekitar loe udah nyangka loe sinting ! loe sampe bela belain nyuri formalin di lab kimia, dan loe pake buat ngawetin mayatnya Shilla ? ayolah Sob, kembaliin Shilla sama keluarganya. Percaya sama gue, Shilla ngga akan seneng loe perlakuin seperti ini”
Ya, sudah terjawab. Bik Esti, Pak Hadi, Bastian, Sivia sampai Rio telah menilai aneh kelakuan Alvin. bahwa pemuda itu merawat mayat itu layaknya raga yang masih bernyawa.Mengajak ngobrol Shilla, dan menjawab sendiri dengan suara Alvin layaknya Shilla yang menjawab.
Alvin, sadarkah dia bahwa tindakannya salah ?
…….
“Dimana gue ?” tanya Alvin gundah. Entah tempat apa ini. yang jelas Alvin ingin sekali cepat cepat keluar dari tempat serba putih itu. tak ada warna lain selain putih. Tak ada apapun didepannya selain jalan lurus tanpa belok. Sejauh pemuda itu berlari. Tetap saja sama.
“Alvin..” sapa seorang lembut. Refleks Alvin menoleh. Shilla, yang berada dalam jarak 5 kaki dari tempatnya berdiri. Tengah tersenyum kepadanya.
“Shi..Shilla ?” Alvin mendekat, namun dicegah Shilla.
“Jangan lanjutkan”
“Tapi kenapa ?”
“Aku pengen kamu terbiasa jauh dari aku” jelas Shilla.
“Maksud kamu ?”
“Sadarlah Vin..aku udah ngga ada. Roh ini udah terbang ke alamnya, meninggalkan raga yang kamu simpan, kamu awetkan dan kamu rawat dia. Aku tersanjung dengan perlakuan kamu, tapi kamu juga harus tau..bahwa aku udah ngga bersatu dalam ragaku. Dan yang kamu simpan adalah mayat”
“tapi aku belum siap kehilangan kamu secepat ini”
“Aku tau. Tapi ini takdir. Sadar ato ngga, kamu sudah dianggap gila oleh orang orang disekitarmu. Aku ingin kamu kembali ke dunia kamu yang normal. Aku ingin kamu bahagia, kamupun juga begitu kan ?”
Alvin mengangguk. “Jadi kamu ngga bahagia kalo raga kamu aku simpan ?”
“Bukannya begitu, tapi aku akan lebih tenang jika kamu menempatkan ragaku ditempat yang semestinya. Kubur aku Vin. Percayalah..aku akan tetap hidup dihati kamu. secara abadi..” selesai berkata, sosok Shilla melebur menjadi cahaya terang. Terbang menjauh keatas.
“Shill, SHILLA !!!”
>><<
“SHILLA !!” Alvin terbangun dari tidurnya. Keringat dingin mengucur melewati pelipisnya. Pemuda itu masih berada di kamar itu. dalam posisi duduk. Namun ada yang aneh. Tak ada raga Shilla disampingnya. Raga gadisnya raib. Menyadari itu, Alvin bangkit dan mengitari seluruh ruang. Tak ada tanda tanda keberadaan Shilla.
Kreeekk..
Pintu terbuka. Muncullah dua sosok yang dekat dengan Alvin. Rio dan Sivia.
“Kaka pasti cari Shilla ya ?” tanya Via.
“Kemana dia ?”
“Ikut kami”
>><<
Gundukan tanah berwarna merah itu masih basah. Juga wangi akan bunga bunga yang ditaburkan diatasnya. Menandakan bahwa pemakaman tersebut masih baru. Alvin masih terlihat bingung. Ia baru tersadar saat Rio menyuruhnya untuk membaca nama yang terukir di batu nisan.
Ashilla Z.
Lahir : 10-08-1989
Wafat : 14-03-2010
“Ini…” Alvin tak sanggup melanjutkan kata katanya.
“Ini makamnya Shilla Ka. Kami terpaksa mengambilnya dari kaka saat kaka tertidur tadi. maaf ya ka” jelas Sivia.
“Kami ngelakuin ini diam diam karna kami yakin, pasti loe ngga akan ngijinin kalo kami bilang. Maafin kami ya sob, ini demi Shilla” tambah Rio. Alvin menatap nanar batu nisan. Kemudian Ia mengalihkan pandangannya ke adiknya, Sivia. Dan sahabatnya, Rio.
“Tadi Shilla dateng ke mimpi gue. disitulah gue sadar kalo selama ini gue salah. Makasih ya Vi,Yo, kalian sangat membantu” kata Alvin tulus.
“Janji sama kami ya ka..kaka harus kembali sebagai Ka Alvin yang dulu” pinta Sivia.
“Ya, kaka janji. Asalkan kalian ikut bantu”
“Pasti. Yuk kita pulang” ajak Rio. ketiganya berjalan berurutan karna jalan di pemakaman sempit. Alvin-yang berjalan terakhir-menoleh ke belakang untuk yang terakhir kalinya. Dan Ia melihat Shilla tengah berdiri di samping makam. Wajahnya berseri, sangat cantik. Ia tersenyum dan melambaikan tangan..
‘selamat jalan Shilla..’ gumam Alvin seraya membalas senyuman dan lambaian tangan Shilla.
Semuanya, sudah berakhir.
-TAMAT-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar