HIDUPMU HIDUPKU 5
>><<
“Alvin, Deva..selamat datang di rumah baru kita” teriak seorang wanita setengah baya. Kedua anak lelaki yang membuntutinya nampak memperlihatkan ekspresi berbeda.
“Bagus banget Bun. Luas lagi” tanggap Deva dengan antusias.
“Bagus apaan” ceplos Alvin, sang kakak. Deva melengos. Sementara Bunda mereka hanya menggelengkan kepala.
BRUK..
Suara tersebut, membuat ketiganya menoleh ke belakang.
“Ayah..” pekik Bunda.
“Aduh gimana sih, masa semua koper sama perabotan harus ayah yang bawa ? emang ayah kacung kalian ya ?” omel Ayah mereka, yang baru saja melampiaskan kekesalannya dengan membanting koper ke lantai.
“Oia, Deva lupa yah. Hehe..ka Apin, ayoo bantuin ayah” ajak Deva. Alvin mengekornya pasrah.
Beberapa saat kemudian..
“Deva, kamar kamu di deket tangga. kalo Alvin, kamarnya yang paling ujung. Sebelah perpustakaan” pesen Bunda. Kedua saudara itu segera melangkah ke kamarnya masing masing. Acara ‘memindah-posisikan’ barang barang dan perabotan ke dalam rumah baru, cukup menguras tenaga mereka. Hasilnya, bisa selesai walau waktu menunjukkan pukul setengah 7 petang.
“Dev, lo liat ga sih, rumah ini tuh..umm..apa ya ? nyeremin iya. Gede sih, tapi kan siapa tau aja angker” bisik Alvin kala Ia dan adiknya melangkahi satu persatu anak tangga.
“Apa banget dah lo. Udah kuliah juga, masih aja takut sama yang begituan” Deva berusaha menepis. Walau sebenarnya hatinya tak karuan.
“kalo yang gue liat di tipi tipi tuh Dev ya, rumah yang gede itu biasanya jadi rumah..hantu” sambung Alvin.
“Udah deh ka, gue ngga mau denger cerita konyol lo lagi” ekspresi Deva berubah ketakutan.
“Eh beneran. Lo kudu ati ati aja, soalnya hantu itu kan seringnya nyamperin korban kalo si korban lagi..sendirian” dalam hati, sebenarnya Alvin ingin tertawa melihat ekspresi adiknya. Entahlah, dari dulu Ia senang sekali membuat adiknya paranoid.
“Lo berhenti cerita, atau gue bilangin bunda biar kamar lo dipindah ke dapur ?” ancam Deva. Berharap dengan ancaman itu, kakaknya bisa membungkam mulut jahilnya.
“Ha-ha-ha..cemen lo ! masa udah kelas 2 SMA takut sama hantu” ledek Alvin. tawanya menggema, mengisi kekosongan tiap ruang rumah besar itu. rumah yang awalnya dipenuhi dengan hawa dingin dan keheningan.
Deva mendelik. “Gue ngga akan jadi penakut kalo dari kecil udah dicekokin cerita hantu sama lo. Gue sumpahin ya ada hantu yang nemenin lo ! biar lo tau rasanya ketakutan !!” selesai berucap, Deva melarikan diri menuju kamarnya. Memberikan salam kepada Alvin berupa gebrakan pintu.
Sang kaka hanya menggelengkan kepalanya. “Dasar labil. Gue kan pemberani. Gue ngga percaya sama hal tabu macem hantu dan teman temannya”
Alvin melanjutkan langkahnya menuju kamar yang telah ditunjuk bundanya sebagai kamarnya. Sepanjang laju kakinya, entah mengapa Alvin merenungi perkataan Deva. Ya, rumah besar yang sekarang ditempatinya cukup..umm..apa ya ? menyeramkan mungkin. cat dinding yang berwarna putih kusam. Putih. Warna yang identik dengan rumah sakit. Keheningan.
“cukup Vin..napa lo yang jadi parno gini. Tapi emang beneran deh ni rumah nyeremin. Gue sampe ga habis pikir kenapa ayah beli bangunan tua ini” gumam Alvin.
Kreeek..
“aelah..pintu dibuka aja pake ada suaranya segala. Besok deh gue minta mang somad buat benerin nih pintu. Brisik” ujar Alvin saat suara decitan pintu menganggu telinganya.
Lelaki sipit itu menjatuhkan dirinya di kasur. Hari yang melelahkan. Cukup menyita waktunya. Melakukan perjalanan dari Bogor-Jakarta. Begitu sampai, bukannya santai malah membantu ayah memindahkan perabot. Dan juga membereskan kamar sendiri. walau hasilnya tak begitu mengecewakan. Tapi tetap saja menguras tenaga. Sudah petang, dan Alvin baru menyadari dirinya belum mandi.
“Mandi dulu kali ya. habis itu makan, buka buku bentar, tidur deh, besoknya bangun..ketemu Sivia ! ahaii..” begitulah pemuda itu merencanakan kegiatannya.
Selesai mandi.
Dengan hanya menggunakan celana boxer dan handuk yang dikalungkan di leher, Alvin melangkah menuju almarinya. Lemari kuno bercat coklat dengan selembar kaca di pintunya. Pemuda itu membuka pintu lemari. Mencari kaos yang hendak dipakainya.
“kok ngga ada ? ck! Pasti diambil deva nih. Durhaka tuh bocah” sungut Alvin. karna kesal apa yang dicarinya tak ada, lelaki itu menutup pintu lemari.
Tepat !
“AAAARRRGGGHHH !!!!” teriakan siapa itu ? yap. Alvin. tapi tunggu, teriakan itu adalah perpaduan dari dua suara. Jika yang pertama suara Alvin. jadi siapa empunya suara kedua ?
Tadi, saat Alvin menutup lemari, Ia melihat sesosok perempuan. Berpakaian putih, berambut panjang. Yang berdiri di belakangnya. Sehingga bayangan gadis itu ikut terlihat di cermin pintu lemari.
Lalu, siapakah gadis itu ?
Refleks, Alvin menoleh ke belakang. Aneh. Tak ada siapapun. Tapi jelas jelas Ia mendengar teriakan perempuan bersamaan dengan teriakannya tadi.
BRAAKKK..
“Ada apa Vin ?” tanya Ayah sesaat setelah beliau sukses mendobrak pintu kamar Alvin.
“Kenapa sayang ?” tanya Bunda panik.
“Aelah ada hantu kan ? kena karma lo !” komentar Deva.
Alvin yakin sekali sekarang tampangnya pasti cengo. Sesungguhnya , Ia sendiri belum mengerti betul apa yang terjadi barusan. Begitu cepat dan Ia rasa tak ada alasan tepat untuk menjawab rentetan pertanyaan dari ayah Bunda dan adiknya.
“Hah ? ng..ngga papa kok Bun, Yah. Tadi Cuma..umm..Cuma ada kecoa aja. Ehehe” mendengar jawaban polos anak sulungnya, ayah bunda bersungut. Pasti mereka kesal karna telah dibuat panik. Belum lagi ayah harus membayar double mang Somad untuk memperbaiki pintu kamar Alvin yang tadi didobraknya.
“Beuh dasar. Yaudah ayah bunda ke bawah dulu” pamit Ayah. Alvin mengiyakan. Sedetik kemudian, adiknya mengekor orang tua mereka. Namun cepat dicegah Alvin.
“Dev”
Deva berbalik “Hm”
“Lo..um..tadi lo ga denger ada suara teriakan cewe yang berbarengan sama teriakan gue ?” tanya Alvin ragu.
“Umm..ngga tuh. Gue Cuma denger suara lo doang. Kenapa emang ?”
“Serius ngga ada ?”
“Iya ngga ada”
“Oh”
“Kenapa sih ?”
“Ngga papa. Udah sono keluar”
“yeee sensi amat lo ka. Atau jangan jangan….lo takut ya ?” ledek Deva. Sebelum mendapat perlakuan buruk dari kakaknya, laki laki bermata belo itu kabur terlebih dulu.
selepas kepergian Deva, Alvin melamun. Memikirkan tentang kejadian tadi. dengan segala keanehannya.
“apa tadi gue halusinasi ya ? ah Deva pake nyumpahin gue segala sih, jadi ikut ikutan parno gini. Tapi..kayanya gue ngga ngkhayal deh. Jelas jelas gue liat cewe, pake baju putih, rambut panjang yang berdiri dibelakang gue. dan gue denger banget dia teriak barengan sama gue. masa sih ngga ada yang denger ? terus kenapa juga dia langsung ilang begitu gue noleh ?...ah tau deh. Pikir amat” demikianlah sang kakak memutuskan untuk melupakan kejadian tadi.
>>><<<
“Bangun woi..mau sampe kapan lo tidur mulu ? ga ngampus ?” suara tersebut menggelitik telinga Alvin.
“Bentaran ah bun” timpal Alvin masih dengan mata tertutup.
“Bentar bentar mulu..nanti lo kesiangan !!” suara itu kembali datang. Saat Alvin akan menimpali kembali, Ia sedikit terkejut. Walau belum sepenuhnya nyawanya terkumpul, tapi Ia sadar betul bahwa suara itu bukanlan milik bunda. Lagipula sejak kapan Bunda memanggilnya dengan sebutan ‘lo’ ? lalu suara siapa ? suara ayah jelas tak mungkin. sejak dipindahtugaskan ke Jakarta, ayah sudah harus sampai di kantor jam setengah 9. Suara Deva ? sangat mustahil. Adiknya pasti sudah berangkat sekolah. Setau Alvin, yang mengetahui sekarang Ia kuliah siang hanya bundanya. Namun suara tadi bukan bunda banget.
Lalu siapakah ?
‘gue buka mata ngga ya ? kalo itu setan yang semalem gimana ? tapi..siang bolong gini mana ada setan. Udah deh Vin, lo bukan cowo penakut ! buka mata..1….2…’ dan pada hitungan ketiga, pemuda itu membuka mata secara perlahan.
“AARRRGGHHH !!!” teriaknya histeris. Gadis didepannya menutup kedua telinganya. Sesekali menaruh telunjuk di bibirnya.
“Ssssttt..jangan berisik. Gue ngga ada niat jahat kok” ucapnya.
“Lo siapa ?? SIAPA ??!! ngapain di kamar gue ??” tanya Alvin keras.
“beuh galak amat. Gue tuh Cuma mau temenan sama lo. Nama gue As…”
“gue ngga butuh nama lo. Mendingan lo keluar sekarang !! kalo bunda gue tau ada cewe di kamar gue, bisa dirujak gue”
“Yee..sewot amat. Gue kan Cuma pengen kenalan sama lo. Gue pengen temenan sama lo. Udah itu doang”
“Ogah ogah. Freak banget sih lo. Pergi sebelum gue nyeret lo” ancam Alvin.
Gadis itu menggeleng. “Ogah juga. gue ngga mau pergi sebelum lo nerima gue jadi temen lo”
“Oh lo kira gue becanda ? ga peduli lo cewe, gue bisa main kasar. Ayoo buru keluar !!” bentak Alvin sembari menarik lengan gadis itu kasar.
Tapi tunggu, tangan Alvin tak dapat menjangkau lengan gadis itu. sementara sang gadis tertawa tawa melihat Alvin. berbeda kontras dengan ekspresi wajah Alvin yang terlihat heran. Berkali kali Ia mencoba menangkap lengan gadis, tapi tetap saja hasilnya Ia hanya menangkap angin.
“Kok..”
“Kenapa ?” sang gadis masih tersenyum geli.
“ALVINN !! bangun dong sayang..udah bunda siapin makanan kesukaan kamu !!” teriak seseorang dari luar. Suaranya begitu dekat. Disertai derap kaki. Alvin tau persis itu bundanya. Dan bundanya segera menuju kamarnya !
“Mampus gue ! buruan lo ngumpet. Bunda gue mau kesini !! kalo ga gue bak…”
Kreeeek..
Terlambat.
Pintu keburu terbuka sebelum Alvin menyembunyikan gadis itu. bunda juga sudah berada didalam kamar Alvin, selangkah dari pintu. Melihat itu, Alvin menepuk jidatnya. Meratapi segala yang akan dipersembahkan bundanya kepada dirinya jika melihat ada gadis didalam kamarnya.
“eh kok malah diem disini. Yuk kebawah. Katanya mau ngampus..mandi dulu, habis itu sarapan. Bunda tunggu loh” usai berucap, Bunda keluar kamar. Yap ! hanya memberikan wejangan kepada Alvin. tak berkomentar lebih.
“Kok..bunda ga liat lo sih ?” sekarang keheranan Alvin berlipat ganda terhadap gadis didepannya.
“Karna gue kasat mata. Masih kurang bukti ? oke kenalin, nama gue ashilla. Panggil aja Shilla” Shilla –begitulah nama gadis itu-mengulurkan tangannya. Bermaksud mengajak Alvin bersalaman. Terdorong gerak reflek, Alvin menjabat tangan Shilla.
Tak terjangkau. Lagi lagi tangan Alvin begitu saja melewati telapak tangan Shilla.
“Ini..oh bentar bentar, berarti lo setan ? gue inget !! lo kan yang semalem nongol di kaca lemari gue ?” tanya Alvin.
“Iya. Hehe..gue yang semalem ada disini. Eh tapi gue bukan setan !”
“Terus apadong ? yang gabisa diliat orang, terus kasat mata pula. Apa namanya kalo bukan setan ?”
Shilla tersenyum. “raga gue belum mati”
“Hah ?”
“ngga. Maksudnya mana ada coba setan secantik gue ? ehehe”
“Huuu…”
“gimana tawaran gue ? mau kan temenan sama gue ?”tawar Shila lagi.
Alvin mengedikkan bahunya. “Tau deh..yang jelas gue bakal manggil dukun buat ngusir lo. Lo kudu kembali ke alam lo!”
Shilla memajukan bibirnya. “Dih wong oon. Gue bilang gue belom mati. Ngerti ga sih lo ?”
“Auk ah gelaps~”
>>><<<
“telat gue telat !! gara gara hantu itu..jadi telat kan gue ! gabisa jemput Sivia. Hadeh” omel Alvin ketika mobilnya terjebak di simbol merah. Yang semakin memperlambat waktunya.
“Udah gue bilang, gue bukan hantu !” mendengar suara itu, Alvin menoleh cepat. Yep ! Shilla tengah duduk santai disebelahnya. Dengan memasang wajah tanpa dosa.
“Ck ! ngapain lo disini ?”
“gue mau ikut lo kuliah”
“Ogah. Pokoknya nggaaaa !! kalo lo ikut, gue ngga bisa konsen”
“gue ngga ganggu kok. Janji deh. Lagian ngga ada yang liat gue ini”
“gamau tau ! gue mau lo pergi dari gue. ribet idup gue ada lo !!”
“Iya deh, gue ngga akan ngikut lo ngampus. Eh tapi sebelum pergi gue mau tanya dong”
“APA ?!” sewot Alvin.
“Sivia tuh siapa ? tadi gue denger lo nyebut namanya”
“Sivia itu cewe yang gue sukain. Puas lo ?! udah sono pergi. hush hush” sekejab, gadis ‘transparan’ itu menghilang. Alvin menarik nafas panjang.
‘ada ada aja idup gue’
>><<<
3 bulan, kehadiran Shilla setia menemani Alvin. namun, pemuda itu tetap keukeh mengusir Shilla. Walau begitu, gadis ‘transparan’ itu tak pernah menyerah. Keinginannya dekat dengan Alvin selalu membuatnya menguntit Alvin kemanapun pemuda itu pergi. (kecuali ke toilet -__-V).
“Dev, lo serius ga liat siapaun di sebelah gue ?” Alvin mengulangi pertanyaan yang sama saat Deva memberikan jawaban yang kurang memuaskan.
Deva mengusap dagunya. Layaknya detektif, laki laki itu mencermati betul tempat yang ditunjuk Alvin. yang menurut pandangannya hanyalah ruang kosong yang dijiwai angin. Padahal menurut pandangan Alvin, ada Shilla disebelahnya.
“Ini jawaban gue dari pertanyaan lo yang kelima. Jawaban gue..NGGA ADA SIAPAPUN DISEBELAH LO !!! cukup ?”
Air muka Alvin berubah kecewa. “Ayolah Dev, masa lo ga liat sih ? jelas jelas disebelah gue ada cewe..”
“Aduh perasaan kutukan gue Cuma iseng deh. Kok jadi kenyataan ya ? sumpah deh ka, beberapa hari ini lo lebih paranoid ketimbang gue. dikit dikit tanya ‘liat ada orang ngekorin gue ?’ aduh gue capeee tau ga sih. aneh banget lo” ujar deva.
“gue serius dedev ! beneran ada cewe disebelah gue. namanya Shilla. Dia nguntit gue kemana mana. Masa lo ga liat ?” Alvin bersikeras.
“Lo panas ya ? perlu bantuan gue buat panggilin dokter jiwa ? ckckc aneh lo ! F-R-E-A-K ! lama lama gue panggil lo freaky mao ?” tampaknya sang adik sudah mulai gregetan dengan kelakuan ‘menyimpang’ Alvin.
“Aha ! ide bagus ! gue bisa panggil dukun buat ngusir lo, Shill. Eh Dev, gue minta lo telponin dukun yang ada di desanya bik Minah. Cepet gih lo minta nomer telponnya ke bibik !” perintah Alvin. mau tak mau Deva menurut saja. Ia berharap, dengan memanggil dukun, kelakuan sang kakak kembali normal.
“Vin..lo serius mau ngusir gue ?” tanya Shilla lesu.
“Iya. Kenapa ? takut ?”
“Kenapa ? kenapa lo gamau temenan sama gue ? lo keganggu ya ?”
Alvin menghela nafas. “Terganggu sih ngga. Cuma gue risih harus temenan sama makhluk ghaib kaya lo!”
“Ck, tapi gue kan belom mati. Plis jangan usir gue” Shilla memelas.
“Ngga. Gue udah mantep buat ngusir lo. Lo tau ? udah berapa anak ngecap gue sedeng gara gara mereka nganggep gue ngomong sendiri. kalo sampe Sivia denger, bisa ilfeel kan. Dan gue ngga mau, PDKT gue gagal !”
Shilla menunduk. Tak berapa lama, Deva kembali dengan secarik kertas ditangannya.
“Nih ka, gue udah minta nomer telpon plus alamat tuh dukun” Alvin menerima kertas tersebut. Senyum lebar menghiasi wajah Alvin. pemuda itu mengambil ancang ancang untuk menelpon nomer dikertas, namun sebelum semua rencana Alvin terlaksana, ponselnya berdering. Tampaknya ada pesan.
“Dari siapa nih ? hah ? Sivia..Vin bisa tolongin aku sekarang ngga ? ak..aku kecelakaan nih. Susul aku di jalan…” Alvin mengeja pesan dari Sivia. Air mukanya berubah panik. Niat semula mencarikan dukun, dibatalkan seketika. Pemuda itu lebih memilh mengambil kunci mobil guna menyusul pujaan hatinya.
Didorong rasa penasaran, diam-diam Shilla mengikuti Alvin. tanpa sepengetahuan pemuda itu tentunya.
Dijalan, Alvin memacu mobilnya diatas kecepatan rata rata. Mukanya menampakkan kecemasan teramat sangat. Di tengah perjalanan, ponsel Alvin kembali berbunyi.
“Sivia calling ?” pekiknya sambil menatap layar ponsel. Entah karna panik atau bagaimana, saat akan menjawab panggilan, ponsel ditangan Alvin justru terlepas.
“DAMN !” umpatnya sembari membungkuk, berusaha meraih ponselnya. Di tempatnya, Shilla hanya bisa diam mengamati Alvin. tak ada yang bisa diperbuat, kecuali..ya ! kecuali jika ada sebuah truk melaju kencang dari arah berlawanan. Payahnya, Alvin belum menyadari. Shilla bimbang. Jika Ia berteriak memperingatkan Alvin, pasti Alvin akan mengamuk karna Ia menguntitnya lagi. tapi, jika Shilla diam saja dan berpura pura tidak tau, sudah pasti nyawa Alvin terancam.
Tidak, tidak ada waktu lagi. Alvin masih membungkuk, usahanya mencari ponsel terus berlanjut. Tak ada waktu lagi. sebelum semuanya terlambat !
PLUSH !
Tubuh Shilla melayang, memasuki raga Alvin. Shilla yang memegang kendali penuh atas raga Alvin, tanpa buang waktu segera memutar stir. Mobil sempat oleng. Namun tak berselang lama, mesin beroda empat itu bisa ditaklukan Shilla. Yang kini melaju stabil di jalan.
Dirasa cukup, Shilla keluar dari raga Alvin.
“Sori..kepepet” sesal Shilla.
Alvin diam. Nampaknya Ia masih rada shock akibat peristiwa tadi. membayangkan jika badannya hancur dihantam truk. Yang akhirnya mengakibatkan dirinya harus ‘bergabung’ dengan Shilla.
“tengkyu Shill. Kalo ngga ada lo, mungkin gue udah mati” ucap Alvin tulus. Shilla tersenyum. “sama sama. Kewajiban gue buat nolongin temen”
Alvin tersentak. “temen ?”
“udah, cepetan gih..Sivia nungguin lo” jujur, Alvin sedikit tersentuh. Perlakuan buruknya terhadap Shilla, dibalas dengan..menyelamatkan nyawanya..
>>><<<
“Vin, makasih ya akhirnya lo mau nerima gue juga. dan ngga jadi manggilin dukun buat ngusir gue. hehe” tanya Shilla memastikan.
“Iya. Yah itung itung sebagai ucapan terima kasih. Karna gue utang nyawa sama lo”
Shilla tersenyum. Gadis itu mendudukkan dirinya diatas meja belajar Alvin. Alvin memperhatikan Shilla dari ujung kaki hingga ujung rambut.
“Lo mati karna apa ?” pertanyaan Alvin membuat airmuka Shilla berubah.
“Gue kan udah bilang. Gue belom mati”
“hah ? lah terus kenapa badan lo transparan gitu. Orang orang juga ga bisa ngeliat lo” protes Alvin.
Shilla mengedikkan bahu. “Entah. Gue mengalami satu kejadian, tiba tiba semua gelap. Begitu gue bangun, udah kaya gini”
“Terus dimana raga lo ?”
Shilla menggelengkan kepala. “Gue ngga inget. Udah lah gausah dibahas. Ga penting juga lagian”
“eh cewe transparan, gue belum selese ngom…” terlambat. Shilla sudah berlalu menembus pintu. Alvin menghela nafas. Sebuah tanda tanya besar muncul di benaknya akan asal usul Shilla. Alvin baru menyadari, kebersamaannya dengan Shilla telah berlangsung sekitar..4 bulan. Memang bukan waktu yang lama, juga bukan waktu yang singkat. Namun 4 bulan sudah waktu yang cukup untuk Alvin mengenal sosok Shilla. Gadis kasat mata yang hanya bisa dilihat olehnya, bukan oleh orang lain. Gadis yang tak dapat dijamah. Gadis yang..mengerti Alvin sepenuhnya mungkin.
“mimpi apa gue, bisa kenal cewe aneh kaya dia. Ckck..eh kok gue malah mikirin Shilla ? mendingan mikirin Via” lelaki oriental tersebut menggelengkan kepala. Bermaksud mengalihkan pikiran yang tak dikehendakinya.
>>><<<
“Alvin, bisa ayah minta tolong ambilkan perkakas di gudang ??” teriak ayah dari dalam garasi. Alvin, yang kebetulan sedang berpijak di dapur-dekat garasi-mau tak mau harus ketiban perintah.
“Iya yah” Alvin membawa kakinya menuju gudang. Ruangan yang luasnya setengah dari luas kamarnya itu dipenuhi dengan kardus. Entah apa isinya. Ada sebuah rak. Yang dipuncak rak tersebut terdapat perkakas yang dicarinya. Namun rak itu terlalu tinggi untuk dicapai. Terpaksa Alvin menumpuk beberapa kardus guna menjangkau kotak perkakas tersebut. Satu kardus yang diangkat Alvin menumpahkan semua isinya ke lantai dikarenakan perekat bawah yang kurang kuat. Sehingga bocor dan memuntahkan semuanya.
“Ck ! gini gue kudu beresin lagi..” umpatnya. Pemuda itu membungkuk, membereskan benda yang berasal dari kardus. Kertas, map, buku. Hei, ada sebuah pigura foto didalamnya. Dirasa pigura itu bukan miliknya, Alvin penasaran untuk membalikkan pigura tersebut.
Deg..
“Shilla ? sama siapa ya ?” wajar Alvin terkejut. Pada figura itu terpajang foto Shilla. Berdua dengan seorang lelaki hitam manis.
“kok fotonya bisa ada di gudang rumah gue ?”
>>><<<
Alvin memutuskan untuk tidak mempertanyakan masalah figura terhadap Shilla. Karna Alvin tau, gadis itu paling tak suka jika ditanyai seputar masa lalunya. Yang membuat Alvin heran, Shilla selalu keukeh mengatakan bahwa dirinya belum meninggal. Lalu apa namanya ?
Suatu hari di kampus..
Mata sipit Alvin tak berkedip saat sesosok gadis melenggang bebas didepannya. Gadis yang menurutnya paling sempurna.
“Via cantik banget ya ?” puji Alvin. Shilla mengamati Alvin, yang wajahnya nampak berseri seri.
“Sejak kapan lo naksir sama dia ?” tanya Shilla.
Alvin menoleh sejenak, menatap Shilla. “Sejak ospek. Dia lucu, lugu, dan..apa adanya. Itu yang bikin gue suka sama dia”
“kenapa ngga lo tembak aja ?”
“Gue belum siap”
“Belum siap ditolak ?”
Alvin mengedikkan bahu. “Mungkin”
“yaelah Vin, masa Cuma kaya gitu aja takut. Orang nyatain cinta itu ya harus nerima segala resikonya. Antara diterima atau sebaliknya. Semua orang sih maunya diterima. Tapi ngga ada salahnya juga sih mempersiapkan mental karna ditolak”
“Lo nyumpahin gue biar ditolak ?” sewot Alvin.
“Yee sensi amat. Udah, jangan kebanyakan ngobrol sama gue. ntar lo disangka ngga waras lagi. ehehe” Alvin menuruti. Sepeninggal Alvin, Shilla merencanakan sesuatu.
Ngiiing..tes tes..
Nampak sebuah suara berkumandang di microfon. Menyela sebentar waktu belajar dalam kelas. Semua mahasiswa menatap speaker di kelas masing masing. Menunggu si empunya suara mengumumkan.
“Gue disini mau nyampein isi hati sobat gue tercinta, salah satu mahasiswa disini. Alvin Jonathan. Kalian pasti kenal kan ?” Alvin tau persis suara siapa itu. Shilla !
“tadi Alvin curhat sama gue. katanya dia udah luamaaa naksir sama salah satu mahasiswi disini. Yang ngga lain adalah Silvia. Eh Sivia kayanya. Nama lengkapnya gue ngga tau. Ehehe”
Alvin mati kutu. Apalagi Ia sekelas dengan Sivia. Jelas saja semua mahasiswa mahasiswa termasuk Sivia tengah menatap Alvin. tatapan yang dirasa lelaki itu seperti samurai tajam dan dingin. Alvin hanya mampu berharap, tak ada kata kata keramat yang diucapkan Shilla. Yang nantinya akan mampu membuat dirinya mendapat reputasi buruk.
“Alvin suka sama Via sejak ospek. Katanya Via lucu, polos, apa adanya banget. Juga lugu. Kaya gadis desa gitu deh lugu. Ehehe..sobat gue pengen nyatain cinta. Tapi katanya takut ditolak. Yaudah gue bantu aja dengan cara ini. supaya sobat gue gampang mengungkapkan perasaannya” sambung Shilla. Alvin menggigit bibir bawahnya, Ia berharap bisa menghilang saat itu juga. mau ditaruh mana mukanya ?
“Wooo..ternyata nyali lo ciut banget ya Vin, nembak cewe aja pake cara norak gini. Haha” ledek Debo.
“Ckck siapa tuh yang lo suruh ngomong ?” giliran Dea meledeknya.
“HA-HA-HA” tawa sekelas meledak. Berikutnya, entah apa ocehan Shilla. Alvin tak begitu memperhatikan. Antara marah, malu, dan menyesal.
Sepulang kuliah..
Alvin sengaja berdiri didepan pintu. Guna mencegat Via. Bagaimanapun juga Alvin harus mempertanggungjawabkan kejadian tadi terhadap Sivia.
“Vi, gue…” Alvin memulai bicara saat Via berada di hadapannya.
“Mau ngomong apa ? jujur gue kecewa banget sama lo. Awalnya gue juga suka sama lo. Tapi gue langsung ilfeel. Cara lo tuh banci ! ga gentle banget tau ga. Kalo lo nyatain secara langsung didepan gue, mungkin gue bisa mempertimbangkan. Tapi sumpah, cara lo tadi bener bener ngga banget !! belum lagi gue harus nanggung malu sama ledekan temen temen. Dan itu semua gara gara lo !! gue ngga mau kenal lo lagi !! pengecut !” kata kata Sivia bagai godam besar yang meruntuhkan hatinya. Alvin tak menyangka Sivia mempaparnya dengan kata kata pedas seperti tadi.
BRAAKKK !!
“eh udah pulang ? gimana ? ide gue tadi oke kan ?” tanya Shilla sesaat setelah Alvin membanting pintu kamarnya (yang dulu sudah dibetulkan. Tapi sekarang rusak lagi -___-“).
“PUAS LO HAH ??!!” bentak Alvin keras. Shilla tersentak. “Lo kenapa ?”
“masih tanya gue kenapa ? selamet ya, cara lo tadi SUKSES NGACAK NGACAK HARGA DIRI GUE !! orang orang ngeledekin gue. Via ilfeel sama gue dan ngatain gue pengecut. PUAS LO ??!!”
“Vin..gue ngga bermaksud gitu..gue Cuma..Cuma pengen bantu lo doang”
“bantu ? bantu apa ? harusnya sejak awal gue tau, kalo keputusan gue nerima lo itu salah !! lo, lo Cuma hantu yang bisanya ngerusuhin idup gue !! gue nyesel baik sama lo ! oke, gue emang utang nyawa sama lo, tapi LO HARUS TAU, GUE NGGA MINTA LO TOLONGIN WAKTU ITU !!!”
“Vin..kok lo tega sih”
“Mending gue mampus daripada harus..harus utang nyawa sama lo!!”
Deg..
Hati Shilla hancur berkeping keping. Entah kenapa, kata kata Alvin begitu menyakitkan hatinya. Segala kenangannya bersama lelaki itu, pupus sudah.
Shilla mendekati Alvin yang masih berselimut amarah.
“Asal lo tau ya Vin, sejak awal gue ngga pernah minta balas budi. Kalo lo ngerasa gue pengganggu, oke..oke gue bakal pergi jauh dari kehidupan lo. Makasih semuanya. Moga hidup lo bakal lebih baik setelah gue ngga ada”
Alvin tak bergeming saat Shilla pergi. entah kemana, gadis itu menghilang begitu saja saat menembus dinding.
“Argggh !! begooo !! ck Alvin apa yang udah lo lakuin !!” lelaki itu baru sadar, dirinya tadi terlalu emosi. Alvin menyesalkan saat saat Ia dibalut amarah. Karna pada saat itu, setiap kata yang terlontar itu palsu. Tak sungguh sungguh menurut hatinya.
>>><<<<
“oh, jadi ini alesan lo nolak gue ? bukan karna gue pengecut, tapi karna lo udah punya cowo ? karna cowo lo jauh lebih tajir dari gue ?” tanya Alvin saat tak sengaja mendengar pembicaraan Sivia dan teman temannya di kelas.
Sivia nampak salting. “Um..Vin..”
“Harus gue sadar, kalo gue salah orang. satu hal yang kudu lo inget Vi, materi tuh ngga dibawa mati. ilfeel gue sama lo”
Alvin mengemudikkan mobilnya dengan kecepatan maksimal. Suasana hatinya sangat tak karuan sekarang. antara marah, sedih, dan menyesal. Ya, 3 hari sejak kepergian Shilla. Alvin sadar betul bahwa Ia merasakan kesepian yang teramat. Seperti ada bagian penting dari hidupnya yang hilang. Kehilangan Shilla jauh lebih menyesakkan daripada kehilangan Sivia.
“Lo kok tega gitu nolak si Alvin ? secara Alvin lebih ganteng daripada cowo lo itu” ucap Keke.
“gue ngga butuh tampang. Gue butuh duit. Secara cowo gue yang sekarang itu tajirnya ngga ketulungan. Gue butuh dia buat jadi ATM berjalan gue. ye ga ? haha” timpal Sivia.
Alvin termenung seraya meresapi setiap patah kata yang didengarnya langsung dari mulut Sivia tadi. sama sekali tak Ia sangka. Alvin menepikan mobilnya di bawah pohon rindang. Yang didepannya terhampar padang rumput hijau dan luas. Lelaki itu mendudukkan dirinya di atas kap mobil.
“Shill.. gue nyesel udah ngusir lo. Plis balik Shill.. gue bisa lalui semua tanpa Sivia. Tapi gue ngga bisa ngejalanin semua tanpa lo. Cuma lo yang ngertiin gue. gue mohon kembali…”
>>><<<
“Bangun woy..udah pagiii !” suara nyaring seorang perempuan mengusik tidur Alvin.
“Aduh ngapain sih Bun..kan sekarang hari minggu..” balas Alvin masih dengan mata tertutup.
“Heh ! ayoo lari pagi. Ntar gue temenin deh” tawar suara itu.
Alvin masih tak bergeming. Mencoba menetralkan dirinya dari dunia mimpi. Bahwa suara yang didengarnya itu bukan dari alam mimpi. Tapi NYATA ! suara yang sudah lama dirindukan Alvin.
“SHILLA !!”
“Gue kembali !! ehehe” benar saja..pemilik suara itu tak lain adalah Shilla. Alvin langsung mendudukkan posisinya dan memeluk Shilla.
Tapi yah..akhirnya anginlah yang dipeluk Alvin.
“Lo lupa kalo gue tanpa raga ?” tanya Shilla geli. Alvin menggarukkan kepalanya. “Bodo amat. Habisnya gue seneng lo balik. Kemana aja sih lo ? gue kangen tau ga”
Shilla tersenyum. “Gue selalu ada disamping lo kok. Gue udah tau tentang Sivia. Gue juga udah denger pengakuan lo di bukit kemaren”
“Serius ? jahat lo..kok ngga nampakin diri sih ?”
“Ngapain ? lagian masa sih lo ngga kerasa pas gue peluk dari belakang ?”
“Mana bisa gue kerasa, badan lo kan kaya angin”
“Woo dasar ga peka ih”
“Yee lo tuh yang oon”
“Sipit”
“Transparan”
Ledek ledekan itu berlanjut, sesekali Alvin lupa melempar bantal guling kearah Shilla. -_____-“
>>>><<<<
“Shill, gue boleh tanya sesuatu sama lo ?” tanya Alvin suatu hari.
“Apa ?”
“Tempo hari, gue ke gudang. Dan nemuin foto ini..” perlahan, Alvin mengeluarkan figura foto Shilla dalam laci mejanya.
Airmuka Shilla berubah. “bukan siapa siapa kok”
“oke, kalo lo gamau jawab ngga papa, tapi kenapa foto ini bisa ada di gudang rumah gue ? apa rumah ini ada hubungannya sama lo ?”
Shilla mengangguk. “Ini rumah gue. dulu”
“Terus rumah lo sekarang dimana ? keluarga lo ?”
Shilla menggelengkan kepala.
“Shill, lo sendiri kan yang bilang kita temen. Dan menurut gue, temen itu ngga boleh saling merahasiakan. Lo cerita ya sama gue” bujuk Alvin.
“Bukannya gue ngga mau, tapi ini terlalu perih untuk gue ceritain. Gue berniat ngubur semua masa lalu gue. itu sebabnya gue ninggalin raga gue. karna..ngga ada lagi yang diharepin dari hidup gue”
“Maksud lo ? lo..lo masih hidup ?”
Shilla mengangguk. “lo cari buku harian gue di gudang rumah lo. Mungkin dengan begitu, lo bisa tau semua tentang gue”
>>><<<
07 Januari 2009
“Aku mencintai Riko lebih dari siapapun yang ku kenal. Karna hanya dia satu satunya yang setia disampingku setelah kedua orang tuaku meninggal dalam kecelakaan sebulan yang lalu”
20 Agustus 2009
“hari ini tepat 3 tahun hubunganku dengan Riko. Rasaku padanya bertambah. Semakin bertambah. Mungkin hanya dia orang yang kupercaya untuk membantuku mengelola perusahaan peninggalan orang tuaku”
30 Desember 2009
“lama sekali rasanya tak menulis di buku ini. waktuku tersita banyak untuk bekerja di kantor. Bekerja sembari kuliah memang bukan hal mudah. Aku harus pintar pintar membagi waktu. Tapi semua ini tak membebaniku. Karna ada Riko yang selalu membantu”
04 Juni 2010
“Entahlah, hampir 4 tahun aku berpacaran dengan Riko, tapi baru kali ini aku menangkap gelagat mencurigakan darinya. Banyak hal ganjil selama beberapa bulan belakangan ini. kata manager keuangan, ada laporan pengeluaran perusahaan yang melebihi batas. Dan itu atas nama Riko. Sewaktu aku menanyakan padanya, Riko malah menjawab dengan kasar. Ada apa dengannya ?”
19 September 2010
“Riko menamparku ! alasannya sepele, karna aku menanyakan 7 pertanyaan yang sama padanya secara bertubi tubi. Pertanyaan gampang, kemana uang perusahaan yang Ia pakai ? untuk apa ? jujur, aku tidak melarangnya memakai uang kantor, asal aku tau betul untuk apa guna uang itu”
12 Oktober 2010
“Hubunganku dengan Riko makin memburuk. aku semakin curiga dengannya. Pengeluaran makin membengkak. Semua atas nama Riko. Sampai sekarang aku masih belum tau apa tujuannya.
Aku tak bisa memecatnya. Karna Riko memiliki 40% saham di perusahaan. Dia sudah mengancam, jika aku memecatnya, maka Ia akan menjual sahamnya ke perusahaan lawan. Sungguh, aku bimbang…”
“aku menyuruh sahabatku, Rio untuk menyelidiki siapa Riko sebenarnya. Waktu 5 tahun belum cukup untuk mengenalnya. Aku tak mau Riko merencanakan sesuatu yang lebih buruk. Yang nantinya akan menghancurkan aku..dan perusahaan”
“Kok berhenti ? terakhir lo nulis Cuma sampe Oktober tahun lalu ?” tanya Alvin heran kala tak menemukan tulisan di lembar berikutnya. Alvin juga menemukan selembar foto Riko terselip di buku harian Shilla.
“Karna besoknya, Rio telpon gue. waktu itu gue lagi dalam perjalanan ke kantor. Di telpon, Rio bilang kalo Riko lah yang udah bunuh bokap nyokap gue. kalo Rikolah yang udah merencanakan kecelakaan itu. gue dapet fakta menyakitkan bahwa..Riko deketin gue Cuma..Cuma mau materi doang” tutur Shilla sedih.
“Gue shock. Sampe ngga sadar ada truk didepan gue. yang gue inget, gue teriak kenceng banget. Lalu semua gelap. Begitu bangun, gue liat raga gue ngga berdaya..terbaring lemah dirumah sakit. Gue koma. Udah sekitar 4 bulan gue koma”
Alvin tersentak. “Apa lo ngga mau balik ke raga lo ?”
Shilla menggeleng. “Buat apa ?”
“Ck, ya lo cegah Riko biar ngga ngelanjutin niat jahatnya kek”
Shilla kembali menggeleng. “Ngga ada gunanya. Gue ngga butuh materi. Saat gue terpuruk, gue yang dalam wujud kaya gini, memutuskan untuk ninggalin raga gue. dan kembali ke rumah. Gue mau ngenang masa indah saat orang tua gue masih hidup. Disini, di rumah ini. tapi sayangnya, begitu gue nyampe, rumah ini udah disegel. Tulisannya ‘DIJUAL’ gue kaget. Itulah puncak keputus-asaan gue”
“Jadi..yang jual rumah ini bukan keluarga lo ? terus siapa ?”
Shilla mengangkat wajahnya. “Riko”
“Hah ? sumpah dia jahat banget..”
“Emang. Penyesalan terbesar dalam hidup gue adalah..percaya sama dia. Salah gue kasih kepercayaan sama Riko” isak Shilla.
“Udah dong jangan sedih. Andai gue bisa nyentuh lo, gue bakal peluk lo sekarang juga. bakal gue hapus airmata lo. Dan ngga akan gue biarin airmata selanjutnya mengalir”
Shilla tersenyum. “Thanks”
“janji sama gue, bahwa lo bakalan usaha biar tetep hidup. Lo ngga boleh nyerah hanya karna Riko”
“Ya, gue janji”
>>><<<
Di tempat lain..
“Halo, dokter Patton ? iya ini gue. gimana keadaannya ?...apa ? ngga ada perkembangan ?...oh gitu..kalo menurut gue, ngga ada gunanya juga terus mempertahankan dia. Buang buang waktu…iya makanya…gue mau besok, cabut semua alat bantu yang nempel di badannya…alasannya ? karna gue kasian sama dia. Gue ngga mau terus terusan gantung nyawanya. Biarlah dia pergi, nyusul orang tuanya…apa ?...iya, besok jam 10 pagi. Gue tunggu..oke bye” seorang pemuda menatapi layar ponselnya sembari tersenyum. Pandangannya beralih ke sosok lain yang duduk di hadapannya.
“Kita berhasil Ag, sebentar lagi, semua bakal jadi milik gue…”
>>><<<<
Keesokan paginya..
“Shil, gue mau ketemu Iel di café. Lo ikut ?” tawar Alvin yang tengah memanaskan mesin motornya.
“Ikut. Emang mau ngapain ketemuan sepagi ini ?”
“gue mau pinjem buku bukunya. Buat bahan belajar. Udah yok”
“Jangan ngebut Vin, ntar gue kebawa angin” pinta Shilla.
“Iyaaa bawel”
Café..
“Oke, thanks ya bro. secepatnya bakal gue balikin buku buku lo. Gue balik dulu ya” pamit Alvin setelah selesai melakukan ‘transaksi’ pinjam meminjam buku. Seperti biasa, Shilla mengekornya dibelakang.
Namun tiba tiba, langkah Alvin terhenti. Membuat Shilla menembus badan Alvin karna terlambat mengerem langkahnya.
“Vin, lo kenapa sih berhenti dadakan ?” omel Shilla. Bukannya menjawab, Alvin malah berlalu keluar café. Awalnya Shilla heran, namun keheranannya sirna begitu mengetahui siapa yang akan dituju Alvin.
RIKO ! yang hendak memasuki mobil.
“HEH !” sapa Alvin kasar. Dan saat Riko menoleh..
BUKK !
“Heh apa apaan sih lo ? kenal ya gue sama lo ?” protes Riko.
BUKK !
“Tonjokan pertama, karna lo udah bunuh orang tuanya Shilla. Tonjokan kedua, karna lo udah nyakitin cewe yang gue sayang !!”
Riko bangkit, tak terima dihajar oleh orang yang baru dikenalnya.
“Dari mana lo kenal sama Shilla ?”
“Bukan urusan lo !!”
“Oh..beneran lo sayang sama Shilla ?”
Alvin mengangguk. Sementara Shilla memandang datar mereka berdua dari depan café. Seperti luka yang disiram air garam, pertemuannya kembali dengan Riko cukup menyesakkan hatinya. Membuat segala perih terkuak kembali.
“Tapi sayang, lo ngga akan bisa milikin dia” ucap Riko. Alvin menaikkan satu alisnya. “Maksud lo ?”
“Kurang 45 menit dari sekarang, dokter bakal nyabut semua peralatan medis yang nempel di tubuh Shilla. Dan setelah itu, mampus deh dia..” jawab Riko santai.
“Brengsek lo !!” marah Alvin sebelum akhirnya meninggalkan Riko yang tengah menatapnya licik. Alvin beralih ke motornya, dan Shilla.
“Shill, di rumah sakit mana lo koma ? kita udah ngga punya waktu lagi !!”
“Ikutin aja mobilnya Riko. Gue tau pasti dia mau ke rumah sakit”
>>><<<
Dokter Patton, Agni, dan beberapa suster telah memenuhi ruang rawat Shilla. Gadis yang terbujur lemah. Saat ini, hidupnya hanya bergantung pada peralatan medis. Dan tentu saja, jika semua dilepas, tak ada lagi harapan hidup untuk Shilla. Begitulah yang akan dilakukan tim dokter dalam beberapa menit kedepan.
“Loh kok belum dilepas peralatannya ?” tanya Riko yang baru masuk. Semua menoleh. “Nungguin kamu Ko” jawab Agni.
“Yaudah, berhubung gue udah ada disini, gue mau..laksanakan perintah sekarang !” sesuai komando dari Riko, tangan Patton dan beberapa suster mulai bergerak, menjamah selang dan peralatan medis lainnya yang menempel di tubuh Shilla.
“STOP !!” teriak Alvin. tepat waktu !
“Siapa dia ?” tanya Agni.
“Gue Alvin. pliss..jangan cabut peralatan medis itu. Shilla butuh semuanya buat tetep hidup !”
Riko tersenyum picik. “Hidup ? udah lebih dari 3 bulan dia koma. Ngga ada perkembangan. Itu membuktikan kalo dia ngga niat hidup !”
“Lo salah ! Shilla masih pengen hidup kok. Ya kan Shill ? Shill ? Shilla ? kemana lo ?” Alvin tak mendapati Shilla yang biasanya berada disampingnya. Sedangkan Riko dan yang lain tertawa saat Alvin berbicara sendiri. mereka menganggap Alvin gila.
Pemuda itu keluar ruang ICU. Melihat bayangan Shilla berjalan menjauh, Alvin mengejarnya.
“Shill, kenapa lo pergi ? sekarang waktunya lo balik ke raga lo. Biar semua normal lagi..”
Shilla menggeleng. “Gue ngga mau”
“Lo apa apaan sih ? kan lo udah janji sama gue ! lo mau ingkar janji ?!!” tanya Alvin keras. Tak peduli beberapa pasang mata menatap heran dirinya.
“Lo pernah kan ngerasain kecewa ? awalnya gue udah niat buat kembali. Tapi begitu gue liat Agni didalam ruangan itu, hati gue ancur. Lo tau siapa Agni ? dia sahabat gue sejak kecil ! gue, dia sama Rio. dan sekarang, sekarang gue harus tau bahwa Agni kerja sama sama Riko buat ngancurin gue. gue kecewa Vin” jelas Shilla.
“oh terus karna itu, lo jadi males hidup lagi ? ayolah Shill, justru dengan lo hidup, lo bisa buktiin ke mereka. Bahwa lo bisa ngejalanin tanpa mereka. Bahwa hidup lo ngga terpengaruh atas pengkhianatan mereka. BAHWA LO BISA MEMBUKTIKAN KE MEREKA APA ARTI KETULUSAN !!!”
“Alvin..”
“Gue mohon Shill..” Shilla tersentak. Baru pertama kalinya Ia melihat mata Alvin berkaca kaca. Jelas Ia tak main main memohon pada Shilla. Shilla mengangguk, gadis itu kembali menuju ruang ICU.
“Kasih gue kesempatan..” pinta alvin pada orang orang di ICU.
“Oke, kita bakal kasih..30 menit. Kalo dalam waktu itu Shilla masih belum sadar, kita ambil keputusan awal” keputusan dokter Patton sukses membuatnya mendapat pelototan dari Riko.
Alvin mendekati raga Shilla. Lalu menatap roh yang selama ini menemaninya. Perlahan, roh itu menempati raga yang masih terlelap. Hingga roh dan raga itu menyatu.
Belum, belum ada tanda tanda Shilla sadar. Alvin ketar ketir. Waktu makin cepat berlalu.
15 menit..
Masih belum ada titik terang. Alvin menggigit bibir bawah, tangannya tergerak untuk menggenggam tangan Shilla. Lalu mencium punggung tangannya. Lelaki itu mendekatkan kepalanya ke telinga Shilla.
“Gue sayang sama lo Shill. gue baru menyadari itu. lo beda, paling beda. Semua kenangan kita, gue satukan layaknya puzzle. Dan hasilnya, puzzle itu lengkap, tersusun indah dan rapi . Cuma lo yang bisa bikin gue merasa lengkap, merasa berharga, gue yakin semua akan indah jika gue bisa ngejalaninnya sama lo. Cuma lo. Gue pengen melalui semua secara normal sama lo. Sekarang, gue bisa nyentuh lo. Tapi apa gunanya kalo lo tetep tidur ? gue mohon buka mata lo. Kalo perlu, gue kasih separuh nyawa gue supaya lo hidup. Tuhan, kasih kami kesempatan” bisik Alvin. dinding ketegaran Alvin sebagai seorang laki laki, runtuh oleh airmata yang mengaliri pipinya.
25 menit berlalu. Waktu yang tersisa tinggalah 5 menit. Alvin masih berharap Shilla sadar.
Patton menatapi arlojinya. “40 detik lagi..”
Alvin mulai pasrah. Mungkin Shilla tak diijinkan menempati kembali raganya oleh Tuhan. Alvin menyadari, apapun yang telah digariskan Tuhan, harus Ia terima dengan ikhlas. Entah itu baik atau buruk sekalipun. Pemuda itu menyeka airmatanya. Lalu membungkuk, mencium kening Shilla.
“Gue akan sayang sama lo. Dan akan selalu begitu. I love you..” bisik Alvin.
Patton kembali menatapi arlojinya. “Kita hitung mundur. 10..9..8..7..6..5..4…”
“Tunggu” cegah Alvin kala merasakan suatu gerakan kecil dari jemari Shilla yang masih berada digenggamannya.
Perlahan, mata gadis itu terbuka. Seulas senyum tipis dilempar Shilla saat menatap Alvin. bibirnya bergerak, seperti hendak berucap. Alvin mendekatkan telinganya ke wajah Shilla. Guna mendengar ucapan yang akan dilontarkan Shilla.
“I love you tooo..”
-TAMAT-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar