Selasa, 02 Agustus 2011

Magentha 2 (Keabadian Cinta dalam Persahabatan) -Part 20(Agni)-

AGNI P.O.V
Ini..ngga mungkin. mustahil ! ngga mungkin gue nemuin dua orang yang mukanya sama persis. 

Keke ! ya, dia..dia keke ! gue ngga mungkin salah liat. Gue inget betul muka adik semata wayangnya Rio. ini ngga mungkin Cuma suatu kebetulan. Ini adalah kepastian ! kepastian kalo..kalo yang ada di depan mata gue itu emang Rio, bukan Vano. Keke buktinya !

“Yuk Ag” eh tunggu, Rio, eh Vano, ato siapalah pokoknya, dia narik tangan gue. Dia membawa langkah kami menuju tempat mobil tersebut. Sampai saat ini Keke masih ngga ngeh. Tapi disaat jarak kami hanya sekitar  5 langkah, barulah ekspresi wajah Keke berubah.

“Sori ya dek lama”kata Vano. Tak ada tanggapan dari Keke. Gadis mungil itu masih sibuk memperhatikan gue dari ujung kaki sampai ujung rambut.

Sengaja gue diem. Gue pengen liat reaksi Keke selanjutnya.

“Oh iya..Ke, kenalin ini temen kampus kaka. Namanya Agni. Ag, ini adik gue, Keke” Oh, Vano menangkap salah maksud sikap kami. Ia mengenalkan kami. taukah Yo, kami udah saling kenal. Bahkan cewe yang diakui loe sebagai adik inilah yang misahin kita..

“Agni” dengan wajah innocent dan senyum ramah-namun terpaksa-gue ulurkan tangan. Keke menyambut ragu ragu.

“Ke…Keke”

Hening.

Untuk beberapa menit, kami sibuk dalam alam fantasi masing masing. Mungkin hanya Vano yang tak mengerti situasi ini. gue dan Keke sepikiran walau tak serupa. Satu yang ada dalam benak Keke :

‘Kenapa gue bisa ketemu sama cewe ini lagi ?’

Dan..

Satu pertanyaan dalam benak gue :

‘Siapa sebenarnya Vano ?’

“Hei, kok kalian malah ngelamun ? umm…Ag, loe nebeng gue aja ya. sekalian gue pengen tau rumah loe” usul Vano. Mendengar itu, kedua bola mata Keke membulat. Namun tak ada satu katapun meluncur dari bibirnya.

“Um..ngga ngerepotin Van ?”

Vano menggeleng. “Ngga lah. Gue malah seneng kok. Yuk naik..oia Ke, kamu duduk dibelakang aja, nemenin Agni. Biar kaka yang nyetir”

Singkatnya, saat ini gue dan Keke bagai manusia penderita autism yang terduduk pasrah di kursi belakang. Tak ada kata diantara kami. hanya lirikan sinis ekor mata. Jarak sekitar 10 senti pun sepintas seperti tembok kasat mata yang memisahkan kami. seakan haram hukumnya bila kami bersentuhan.  Sementara Vano, berlaku sebagai sopir di depan. Pemuda itu belum menyadari atsmofer dingin yang mengepung dua gadis yang duduk di belakang kursi kemudi.

“Ehm..kok pada diem sih ?” tegur Vano yang sekilas menoleh ke belakang.  Lalu mengembalikan kembali pandangannya kedepan kala lampu lalu lintas menyalakan kode merahnya.

Gue mencoba memberi jawaban. “Kan kit…”

“Ka, tadi ka Dea sms” serobot Keke. Gue mendelik. Apa maksudnya memotong omongan gue ? Keke baik menatap sinis. Gue yakin Keke ngerti arti tatapan gue. gue juga bisa baca mantra di matanya.

Dan sudah seharusnya gue tau dan sadar sejak dulu..bahwa Keke ingin menjauhkan gue dan..Rio. Tapi kan yang didepan itu Vano, bukan Rio. umm..taulah !

“Sms apaan ? tadi dia juga sms kaka. Tapi ponsel kaka low. Makanya ngga kaka bales” balas Vano ditengah konsentrasinya menyetir.

“Itu..katanya ntar sore ka Dea mau ke rumah” 

“Oh”

Jawaban yang sangat datar. Tunggu, justru itulah yang membuat gue ingat sama…RIO ! Rio sama datarnya dengan sikap Vano barusan.

“Ag ? loe kok diem aja ? laper ya ? yaudah deh..kita makan siang dulu yuk..!” tanpa babibu, segera Vano membelokkan stir guna menepikan mobil ke café seberang jalan yang kebetulan kami lewati.

Tangan Keke mengepal. Berkali kali kakinya menghentak. Dia pasti kesel. Dia pasti ngga mau gue berlama lama bersama mereka. Yeah..

Café

“Eh gue ke toilet dulu ya..kalian pesen makanan aja. Sebentar kok” pamit Vano. Gue tersenyum. Lalu mendudukkan diri di meja yang gue anggap strategis. Keke mengekor dengan malas. Kami duduk berhadapan.

“Apa kabar..Ke ?” tanya gue tanpa beban. Keke menatap gue. satu alisnya terangkat.

“Penting ya kabar gue buat loe ?”

Gue tersenyum memaksa. “Kenapa loe ngga bilang kalo kalian udah balik ?”

“Penting ya gue kasih tau loe ?” jawaban dengan intonasi dan lafal kalimat yang rada sama.

Gue menghela. “Loe tau kan ? seberapa berartinya Rio buat gue ?”

“Loe tau kan ? siapa yang udah buat kaka gue jadi menderita dulu ?” balas Keke.

“Ke…ayolah, kita bisa jadi temen kan ? kaya dulu ?”

Keke menggeleng. “Gue ngga mau punya temen kaya loe”

“Oke, kalo loe ngga mau..seenggaknya loe kasih tau..dimana Rio ? dan siapa Vano ?”

“Loe ngga berhak tau” dingin dingin dan dingin. Diam diam gue mengepalkan tangan. Berusaha keras mengatur nafas panas yang memburu. Kalo aja gue ngga liat ini tempat rame, udah gue gampar si Keke saking gemesnya.

“Loe tau ? gue ngga pernah suka loe ngedeketin Ka Rio” apa maksudnya ? memang kenapa ? apa gue merugikan untuk Rio ?

“Tap…”

“Dan gue juga ngga suka loe ngedeketin Ka Vano. Karna menurut gue, loe Cuma pembawa sial” tambah Keke.

Gue tersentak, emosi mendorong gue untuk bangkit. Nyaris gue menggebrak meja kala sesosok pemuda mendatangi meja kami.

“Ada apa  nih ?” tanya Vano. Gue menarik nafas panjang. Walau dada gue masih bergemuruh akan rasa amarah, namun tetap gue paksakan untuk memasang senyum manis.

“Ngga papa”

“udah pesen makanan ?” tanya Vano lagi. gue dan Keke kompak menggeleng.

“Yaudah gue pesenin dulu ya” Rio berbalik, melangkah menuju tempat pemesanan makanan.  Tatapan dingin dan menusuk sama sama kami tujukan satu sama lain. Antara gue..dan Keke.

_&&_

“Vano !” panggil gue kala melihat punggung cowo itu berjalan keluar kampus.  Mendengar ada yang memanggilnya, pemuda itupun menoleh.

“Kenapa Ag ?” tanyanya.

“Loe ada acara ?”

Vano menggeleng. “Ngga. Kenapa emang ?”

“Ikut gue yuk !”

“Ke ?”

“Ah nanti juga loe tau. Udah yukk !” gue menarik pergelangan tangannya. DEG….rasanya sama seperti..saat gue menyentuh Rio mungkin.

3 hari setelah pertemuan gue dan Keke. Tak ada yang berubah. Vano masih bersikap sewajarnya ke gue. Keke juga ngga nampak lagi. tapi yah..ada yang buat gue lebih nyesek. Kemaren Vano dijemput sama cewe berkulit sawo matang. Vano ngenalin juga ke gue. katanya namanya Dea. Ah bodo amir..emang gue mikirin namanya apa ?

“Ag ? tempat apa ini ?” Gue yakin Vano bertanya tanya dalam benaknya. Vano pasti menganggap gue ngga waras karna mengajaknya kesini.

Gue tersenyum puas. “Loe ngga liat palangnya ? Rumah Sakit Jiwa Purnama Kasih”

“Iya gue liat. Maksud gue, mau apa loe bawa gue kesini ?”

“Ntar juga loe tau. Sekarang kita turun yuk !”


Bangunan berwarna biru muda yang dihiasi dengan ornamen ‘lukisan alami’ yang dibuat para penghuni tempat ini, kembali menyapa langkah gue. tempat ini seakan menjadi bagian dari hari hari gue. ngga ada keraguan ato ketakutan disaat gue menapaki setiap inci langkah gue. semua begitu ringan.

Gue menoleh ke Vano. Matanya memandang risih pada ‘pasien’ yang bertebaran dengan segala tingkah ‘ajaib’ mereka di sepanjang koridor tempat ini. Gue tersenyum simpul. Entah mengapa, keberhasilan gue membawa Vano kesini..sama seperti pas Rio kasih senyuman ke gue.

“Kearah sini Van” ajak gue.

Langkah gue terhenti. Di satu titik tempat yang paling berkesan di tempat ini. ya, apalagi kalo bukan taman belakang RSJ yang dihiasi kolam ikan dengan rumput yang menghijau disekitarnya.

“Ini…”

“Duduk disitu yuk ! ada yang mau gue tunjukkin ke loe” Vano mengekor gue dengan mendudukkan dirinya dan memasukkan sebagian kakinya kedalam kolam.

Pandangan gue lurus ke depan. Bisa gue rasakan Vano menatap gue bingung. Gue tersenyum. Masih dengan arah mata kedepan, gue berkata. “tempat ini adalah sahabat bisu yang paling deket sama gue”

“Hah ? maksudnya ?”

“Loe..ngerasa kenal sama tempat ini ?” tanya gue. kali ini gue menoleh kearah Vano.

Vano mengangkat kedua bahunya. “entahlah. Tapi..diri gue ngga menolak saat masuk ke tempat ini. tempat ini punya..yah..udara tersendiri buat gue. sesuatu yang ngga bisa gue jelasin”

“Mungkin tempat ini emang aneh. Tapi gue suka menyendiri disini”

“Menyendiri ?”

“Ya..menurut gue, tempat ini seribu kali lebih baik daripada tempat nongkrong elite diluar sana. Karna loe tau ? gue lebih suka berkumpul dengan pasien pasien RSJ disini”

“Kenapa ?”

“Entah. Gue suka liat kepolosan mereka. kelakuan mereka yang kadang bikin gue ketawa. mereka apa adanya. Mereka lebih baik daripada orang orang diuar sana. Yah seenggaknya mereka ngga munafik. Walau secara logis, mereka dalam keadaan ngga sadar karna jiwanya terganggu. Tapi seperti yang gue bilang tadi, gue nyaman disini” jelas gue.

Vano ikut tersenyum. “Loe lucu ya..ga tau kenapa gue..gue juga nemuin kenyamanan disini”

Gue mendelik.

“Oke..ini emang aneh. Tapi percaya ato ngga, kenyamanan itu gue dapetin di langkah pertama gue menapaki tempat ini. awalnya emang risih, tapi selanjutnya biasa aja”

Gue tersenyum seraya mengangguk angguk. Tangan ini sibuk mengoyak permukaan kolam yang tenang.

“Ag..”

“Hm ?”

“Tujuan loe bawa gue kesini apa ?”

Sejenak, aktifitas gue terhenti. Gue menoleh sebentar, lalu kemudian menunduk.
“Gue punya satu cerita disini. Gue pengen membaginya ke loe. Tapi…gue ragu. Gue ragu loe nolak curahan hati gue”

“Hei, kita temen kan ? kalo loe mau cerita, cerita aja lagi” Vano menepuk pundak gue. seakan mentransfer rasa tegar ala Rio kedalam jiwa gue.

“suatu kecelakaan yang ngga disengaja, membuat gue harus masuk ke dunia ini. memaksa gue untuk mengenal sosok yang merupakan salah satu bagian dari RSJ ini..dia..salah satu pasien tempat ini”

“Gila ?” gue mengangguk. Padahal dulu, gue ngga terima kalo Rio dikatain gila.

“…semakin jauh gue mengenalnya, semakin kuat pula keinginan gue untuk membuatnya bahagia. Gue yakin gue bisa..”

“…pas kami udah deket, ada aja halangannya. Dari mulai mantan pacar gue, sampe gangguan yang berasal dari adik perempuannya sendiri..”

“….setelah kecelakaan itu, adik perempuannya membawanya pergi. Pergi jauh. Tanpa kasih tau ke gue kemana mereka pergi. Gue disini hanya menunggu hal yang ngga pasti. Antara iya..atau tidak. apakah gue bisa ketemu lagi sama dia..atau ngga..”

“….setiap gue kangen, gue pasti kesini. Merenung di tempat ini. di kolam ini. karna disini gue menemukan ketenangan yang sebenernya. Gue merasa, dia ada disamping gue…”

“…salah satu barang berharganya berhasil gue simpen. Barang yang menyimpan sejuta kenangan antara kami berdua..”

“…sekarang dia pergi. Jauh entah kemana. Gue pengen banget ketemu lagi sama dia. Rasa rindu gue begitu besar untuknya. gue baru menyadari semua disaat dia pergi..”

“Menyadari apa ?” tanya Vano.

“Menyadari bahwa gue ngga bisa tanpa dia. Gue sayang sama dia. Gue ngga peduli dia gila ato bahkan cacat sekalipun, gue janji..gue bakal ngerawat dia dengan tangan gue sendiri. asalkan Tuhan memberikan kesempatan kami untuk bertemu lagi. gue sayang sama dia…sayang..” airmata gue menetes. Perih rasanya bercerita didepan orang yang memiliki kesamaan rupa dengan Rio.

Vano merangkul kepala gue untuk bersandar di pundaknya. “Gue salut sama loe Ag. Gue ngga nyangka loe punya kisah cinta serumit ini. alangkah beruntungnya cowo yang loe cintai itu”

Vano..andai loe tau, seorang itu mirip sama loe ! andai loe tau, betapa keras usaha gue buat biasa aja setiap berhadapan sama loe. Andai loe tau, seberapa besar luka gue saat Rio pergi ninggalin gue. andai loe tau, kalo lama kelamaan, gue punya rasa yang sama ke loe kaya rasa gue ke Rio. andai loe tau, kalo gue sayang sama loe..

Tapi gue ngga mau loe tau, kalo gue sayang sama loe karna kemiripan rupa loe sama Rio…

_&&_

“Hai Van” sapa gue di sela sela jam kosong. Vano asik berkutat dengan buku bukunya dengan duduk lesehan dibawa pohon rindang.

“Eh hai Ag..loe bawa apaan tuh ?” Vano sibuk mencuri pandang apa yang gue bawa dan gue sembunyikan dibalik badan.

“Nih..namanya gitar” akhirnya gue keluarkan juga benda ‘pusaka’ itu.

Mulut Vano membulat. “Oooo..kalo itu mah gue tau”

“Loe bisa maen gitar ?” tanya gue sambil memangku gitar milik Rio.

“Entah..gue ngga pernah nyoba”

“Yaudah, loe coba deh mainin gitar ini” gue memindah posisikan gitar ke pangkuan Vano. Aneh, Vano diam tak bereaksi. Ia menatap gitarnya nanar.

“Kenapa Van ?”

“I..ini gitar siapa ?”

“Gitar gue lah. Kenapa ?”

“Gue ngerasain sesuatu yang beda saat..menyentuh gitar ini. apa ya ? jiwa gue sama gitar ini begitu dekat” gumamnya.

Yeah..apa mungkin dia Rio ? Rio adalah pemilik gitar ini. jika Vano bukan Rio, kenapa dia merasakan sesuatu yang aneh kala menyentuh badan gitar ?

“Coba loe mainin”

Pelan, jari jemari Rio menjamah senar gitar. Namun belum sempat memetiknya….

“VANOO !” panggil seseorang diluar pagar kampus. Sontak, Vano mendongak dan meletakkan gitar begitu saja direrumputan.

“Dea ?” gue ikutan berdiri. Dan bisa meihat Dea bersandar di samping mobilnya. Ia menunjuk nunjuk jam di tangannya. Tampaknya sedang mengingatkan waktu yang penting kepada Vano.

“Oia, Ag gue pamit dulu ya. ada janji sama Dea. Gue duluan ya” pamit Vano sesaat setelah Ia menata buku buku yang berserakan di alas rumput. Sedetik kemudian, Vano melangkah pergi. Menjauhi gue..dan gitar ini..


_&&_

JRENG…

Cinta adalah misteri dalam hidupku
Yang tak pernah ku tau akhirnya..
Namun tak seperti cintaku pada dirimu
Yang harus tergenapi dalam kisah hidupku

Lagu ini ngga pernah terkikis dari ingatan gue. lagu yang paling berkesan dalam hidup gue. dimana untuk pertama kalinya, Rio memberikan senyuman indahnya..untuk gue..

Ku ingin selamanya
Mencintai dirimu
Sampai saat ku akan menutup mata dan hidupku
Ku ingin selamanya
Ada di sampingmu
Menyayangi dirimu sampai waktu kan memanggilku..

Vano dan Rio memang serupa. Tapi mereka berbeda. Vano normal dan dia punya segalanya. Kontras dengan Rio. Rio..jauh dari kata sempurna. Tapi dia tetep sempurna dimata gue..

Ku berharap abadi dalam hidupku
Mencintamu..bahagia untukku
Karna kasihku hanya untuk dirimu
Selamanya kan tetap milikmu..

Gue yakin..sangat yakin kalo Vano itu Rio. tapi yang jadi masalah, gimana cara ngebukanya ? kenapa Rio ngga inget sama gue dan memperkenalkan dirinya sebagai Vano ? apa dia hilang ingatan ?

Ku ingin selamanya
Mencintai dirimu
Sampai saat ku akan menutup mata dan hidupku
Ku ingin selamanya
Ada di sampingmu

Gue harus cari tau tentang itu. ya..harus ! gue pengen Rio balik lagi kaya dulu. yang gue inginkan adalah Rio. bukanlah Vano..

Menyayangi dirimu..
Sampai waktu kan memanggilku..


“Agni..” suara halus menyapa gue. membuat gue-yang berada di ruang kesenian- menoleh kearah pintu. Nampak kepala Vano menyembul disela pintu yang terbuka sedikit.

“Vano ?”

“Boleh gue masuk ?”

Gue mengangguk. Vano mendorong pintu terbuka sampai muat untuk dilalui tubunya.

“Lagu tadi..”

“Lagu kenangan gue sama dia. Kenapa ?” sela gue.

“Familiar di telinga gue. merinding gue dengernya. Boleh gue denger sekali lagi mungkin..?” pinta Vano. Gue terkejut. Ngga salah lagi ! Vano adala Rio ! Rio adalah Vano..

“Boleh..tentu. kita nyanyiin bareng ya”

JRENG…

Cinta adalah misteri dalam hidupku
Yang tak pernah ku tau akhirnya..
Namun tak seperti cintaku pada dirimu
Yang harus tergenapi dalam kisah hidupku
Situasi ini mengingatkan gue saat gue berduet bareng Rio. Cuma yah..bedanya didepan gue Vano, bukan Rio.

Ku ingin selamanya
Mencintai dirimu
Sampai saat ku akan menutup mata dan hidupku
Ku ingin selamanya
Ada di sampingmu
Menyayangi dirimu sampai waktu kan memanggilku..

Gue menoleh ke Vano. Astaga..mukanya pucet. Beberapa kali dia menyernyitkan dahi. Tangannya juga memijat pelipis.

“Vano..loe kenapa ?” gue letakkan gitar tersebut secara sembarang.

“Gue..kenapa gue pusing banget Ag” Vano bergerak mundur, hampir menubruk pintu. Kedua tangannya meremas kepalanya.

“Rio..Rio loe baik baik aja kan ?”  entah ada angin apa, bisa tercipta nama Rio yang keluar dari mulut gue. ah bodo amat. Rio kek, Vano kek..mukanya sama ini.

“Loe panggil gue ap..aw ! apa ?” tanya Vano ditengah rintihannya.

“Ck..gue harus bawa loe ke rumah sakit. Yuk !” tepat saat gue hendak memapahnya, badannya melorot dan jatoh di lantai. Rio pingsan !

_&&_

Trap trap trap..
Derap langkah tergesa gesa dari sang pemilik cukup meramaikan  kesunyian rumah sakit. Mau tak mau gue menoeh ke sumber suara.

Keke..

Dan..

Dea..


“Gimana keadaannya kaka gue ?” entah kenapa siapa Keke bertanya. Gue memutuskan untuk diam dan menunduk.

“Heh, ada apa sama cowo gue ?” tangan kasar Dea mendorong bahu gue. gue mengangkat wajah dengan ogah ogahan.

“Dia pingsan waktu..waktu nyanyi sama gue” jawab gue apa adanya.

“Apa ?! heh, apa yang loe lakuin sama cowo gue sampe begini hah ?!!” bentak Dea emosi.

Gue ngga mau nyari ribut. Alhasi, hanya diam dan diam menerima umpatan dan sumpah serapah Dea untuk gue.

“CUKUP ka !” lerai Keke. Dea beringsut mundur. Giliran Keke yang mendekati gue.

“Dari dulu gue bilang apa, loe itu emang bawa sial. Liat ? udah berapa kesialan yang keluarga gue dapet semenjak loe masuk ke kehidupan kami ?” cerca Keke.

“INI MUSIBAH  KE, BUKAN KESIALAN !” balas gue ngga kalah kerasnya.

“Terserah apa kata loe. Yang jelas, gue ngga mau basah untuk yang kesekian kalinya. Gue bakal ngejauhin loe sama ka Vano !!” ancam Keke.

_&&_

“Nyariin siapa sih Ag ?” tanya Aren sambil menatap gue bingung. Sedari tadi gue celingak celinguk ngga jelas sambil muterin kampus. Aren mungkin kecapean mengekor gue dari tadi.

“Ihh Agni, jawab pertanyaan gue !” sungut Aren kesal.

“Gue lagi nyari orang”

“Siapa ?”

“Vano”

“Vano ?”

“He’em”

“oh..Vano ? yang item manis itu kan ?”

Refleks, gue menghentikan acara pencarian. Gue tolehkan kepala kearah Aren.
“Loe tau ?”

“Yang sering sama loe kan ?”

Gue mengangguk.

“Dia kan udah keluar dari kampus ini. um..tepatnya pindah”

“Ohya ? kemana ? kok gue ngga tau ? terus loe kata siapa ?”

“ehbusettt sabar bu. Satu satu nanyanya. Gue tau dari Septian, dia temen les gue yang kebetulan sekelas sama Vano. Masa sih loe ngga tau ? gue kira loe tau. Makanya gue ngga bilang ke loe” terang Aren.

Gue menghela. Ngga salah lagi. pasti Keke dibalik semua ini.

“Ren, gue cabut dulu ya. loe pulang sendiri ngga papa kan ? dadah” pamit gue cepat tanpa menghiraukan kicauan yang terlontar dari muut Aren.


Ngga bisa ! apa maksudnya Keke ? dia bener bener mau ngejauhin gue sama Vano ? dia mau buat gue kehilangan untuk yang kedua kalinya ? ngga ! gue ngga mau ini terjadi..! ngga ada satupun yang bisa ngejauhin gue sama Vano ataupun Rio.

Barusan gue ke rumah sakit. Kata suster, Vano udah pulang kemaren sore. Gue tanya siapa nama lengkap Vano. Tapi sayangnya suster ngga mau kasih tau. Katanya itu privasi pasien. Okay..kayanya gue tau kemana sekarang gue pergi.

Berkat seringnya intensitas gue berkunjung ke rumah Keke dulu, gue jadi kenal deket sama Mang Cipta, satpam rumah Keke. Makanya ngga susah buat gue ngerayu Mang Cipta buat diijinin masuk kedalem tanpa ketauan Keke ataupun yang lainnya.

Dan dari Mang Cipta, gue dapet suatu pernyataan mengejutkan :

‘Vano ? den Vano itu kan den Rio. saya juga heran neng, sejak non Keke pulang, dia bilang sama mamang, supaya memanggil den Rio dengan sebutan den Vano. Padahal nama Rio dan Vano itu sama saja. Kalo tidak salah, nama lengkap den Rio itu..Mar..mario..step..stepano siapa gitu. Terus yang bikin heran lagi, den Rio kaya orang linglung. Dia jadi lupa sama semuanya. Mungkin dia kena penyakit yang itu neng..di sinetron sinetron. Apa namanya, sintes..sintestesia, eh bukan..anu..am..amnesia !’

Berbekal pernyataan dari Mang Cipta, gue melangkah pelan memasuki pintu depan yang tidak terkunci. Gue pengen membuktikan sesungguhnya apakah Vano itu memang Rio ?

“Ke, udah berapa kali kaka bilang, kaka ngga suka sama Dea ! jangan coba coba deketin kaka sama dia ! oke dia emang mantan pacar kaka, tapi itu dulu. udah lama banget dan sekarang kaka ngga ada rasa apapun ke Dea !!”

Rada kaget mendengar suara bentakan orang yang lumayan keras. Gue kenal suara itu. gue putuskan untuk mengikuti sumber suara. Dan bersembunyi dibalik tembok sambil mencuri pandang Vano dan Keke yang tengah bersitegang.

“Keke Cuma pengen kaka dapet yang terbaik ! itu aja, kalo kaka ga suka, oke ! Keke ngga akan peduli lagi sama kaka !”

“Bukan masalah terbaik ato terburuknya ke ! kaka Cuma minta satu aja..tolong bantu kaka untuk mengingat segala hal yang kaka kenal sebelum kaka hilang ingatan ! yang bisa kaka ingat Cuma kamu..kamu ! inget Dea mantan kaka pun melalui foto..”

Gue menutup mulut dari keterkejutan. Yeah..bener kan. Vano adalah Rio. tapi dia ngga bisa inget semua..

“Ngga ada yang terlewatkan ka, semuanya udah kaka inget. Nama kaka, rumah, segalanya udah kaka inget ! ngga ada yang terlupakan “ ucap Keke.

CULAS ! dia bahkan ngga menyempilkan gue kedalam memori otak Rio ? apa sebegitu bencinya dia ke gue ?

“Ngga ! ada yang terlewatkan. Kaka yakin ada..kaka ngeliat samar samar gadis yang nemenin kaka dengan setia. Kaka tau kondisi kaka dulu, dibawah tekanan jiwa, dia yang selalu setia nemenin kaka. Sabar ngehadapin sikap kaka. Siapa dia ?!!”

“dia..dia ka Dea lah ka..”

“NGGA ! boong ! kamu bohong !” bentakan Rio makin keras.

“Keke ngga bohong ka ! keke bisa tunjukkin ke kaka kalo..”

“Kalo loe bohong !” gue memutuskan untuk keluar dari persembunyian. Kedua bersaudara itu menatap gue tak percaya.

“Loe ? apa apaan loe disini ?”

“Agni..loe tau rumah gue ?”

Terlebih dahulu, gue menjawab pertanyaan Keke. “Gue kesini mau nyari tau kebenaran”

Lalu gue jawab pertanyaan Rio. “Gue sering ke rumah ini”

“Sering ?”

Gue mengangguk. “Gu…”

“STOP ! apa apaan sih loe ? mending loe keluar dari sini. Gue sama ka Vano ada urusan !” usir Keke kasar.

“Gue ngga mau pergi sebelum loe bilang apa yang sebenernya terjadi sama Rio ?!” gue bersikeras.
                                                                                  
“Sampe matipun ngga akan gue kasih tau loe !”

“Oh loe kira gue bego ?! semua yang gue lakuin dari mulai  ngebawa Vano ke RSJ, ke tempat favorit Rio  dulu, sampe nunjukin gitar dan lagu kesukaan Rio, itu ngga menghasilkan apa apa ? loe salah ! gue nemuin fakta kalo Vano itu adalah…”

“KELUAR LOE !”

“Keke, biarin Agni nerusin ucapannya” sela Rio.

“Udah deh Ka Rio diem aja !” ops ! tampaknya Keke keceplosan.

“Ka Rio ?”

“loe bilang apa ? Rio ? tuh kan ! dia RIO ! loe ngga bisa misahin gue sama dia lagi. Yo, loe masih inget gue kan ? Agni!” ujar gue sambil berusaha mendekati Rio. namun dicegah Keke.

“Loe…”

“Rio, inget tempat favorit kamu di RSJ, taman belakang yang ada kolam ikannya. Kita biasa ngegitar disitu, nyanyi bareng…”

Rio meremas kepalanya. Ngga peduli, gue lanjutkan orasi gue.

“….inget pas kamu kasih senyum pertama karna aku nyanyiin lagu untuk kamu, inget ? kamu ngga suka kalo ada orang laen yang ngeliatin kita maen. Kamu ngga suka sama pemaksaan. Kamu sensitif, kamu dingin, kamu…”

BRUK !

Belum sempat meneruskan, Rio ambruk ! gue ngga pernah tau, kalo kepalanya bagian belakangnya terbentur meja buffet yang berada dibelakangnya.

“Ka Rio !!”

“RIO !” pas gue mau nyentuh Rio, Keke menepis tangan gue kasar.

“Loe liat ? LOE ITU EMANG PEMBAWA SIAL ! SEKARANG JUGA LOE PERGI DARI SINI ! KELUARRR !!!!!”

_&&_

Kenangan bagaikan angin  segar dari masa lalu yang merasuki  pikiran dan segenap jiwa kita. Baik itu manis atau pahit, kenangan adalah masa lalu yang bisa kita ambil segala pelajarannya. Tapi, bila kenanganpun tak punya, apa ajaran yang harus kita ambil ?

Seminggu. Seminggu tanpa kabar dari Rio. sehari setelah Rio pingsan, rumah besar itu kembali kosong. kata Mang Cipta, Keke kembali membawa Rio pergi. entah kemana. Mang Cipta tak tahu. Entah sampai berapa lama.

Yah..tampaknya seorang Agni harus mengalami kehilangan menyakitkan untuk yang kesekian kalinya..

Cukup Ag ! Entah Vano atau Rio..loe harus bisa ngelupain keduanya. Loe harus bisa balik ke dunia loe yang normal. Liat temen temen loe. Sivia yang bahagia setelah kekangan dari mamanya untuk ngga berhubungan dengan Alvin. Shilla yang akhirnya jadian sama Ray, si brondong manis. Oik yang bisa nyatu sama playboy gentong ala Cakka. Ify yang bisa menerima kekurangan Gabriel dan melengkapinya dengan sempurna. Atau..kisah Acha, Aren, dan Zevana yang berakhir manis. Kenapa gue ngga ?

Disini..

Di kolam ikan kenangan gue dan Rio..serta Vano..

Gue memutuskan untuk melepas hanyutkan segala manis pahitnya kenangan gue dengan mereka. Sekarang, untuk terakhir kalinya gue menjejakkan kaki disini. Berharap ngga akan lagi Rio atau Vano lainnya yang gue temui dikemudian hari..

Terkadang, cinta tulus yang kita kasih ngga selamanya mendapat balasan yang manis juga..
Sama seperti kisah gue dengan Rio..

Kesabaran dalam menghadapi sikapnya, kesetiaan menemaninya, dan keikhlasan mencintainya..harus gue terima semua tanpa balasan..

Satu hal yang masih gue tau..

Gue..cinta..Rio

JRENG

Cinta adalah misteri dalam hidupku
Yang tak pernah ku tau akhirnya..
Namun tak seperti cintaku pada dirimu
Yang harus tergenapi dalam kisah hidupku

Ku ingin selamanya
Mencintai dirimu
Sampai saat ku akan menutup mata dan hidupku
Ku ingin selamanya
Ada di sampingmu
Menyayangi dirimu sampai waktu kan memanggilku..

Ku berharap abadi dalam hidupku
Mencintamu..bahagia untukku
Karna kasihku hanya untuk dirimu
Selamanya kan tetap milikmu..

Ku ingin selamanya
Mencintai dirimu
Sampai saat ku akan menutup mata dan hidupku
Ku ingin selamanya
Ada di sampingmu
Menyayangi dirimu..
Sampai waktu kan memanggilku..

Refleks, gue berbalik.

“RIO ?!” ya, dibelakang gue..berdirilah seseorang yang tak asing buat gue. yang sangat gue rindukan. Dengan memegang gitar, sosok itu mendekati gue.

“Gue beda kan ? gue udah ngga lagi gila” ucapnya sambil tersenyum. Gue menoleh.

“loe..loe udah inget ?”

Rio tersenyum. “Menurut loe ?”

Refleks, gue tersenyum seraya memeluk Rio. “Gue seneng banget loe udah..hh..gue ngga bisa bilang apa apa. Gue seneng banget bisa ketemu sama loe lagi”

“Gue juga. apalagi keadaannya udah berbeda”

Kami menerawang.

“Yo, mmm..apa yang bikin loe amnesia ?”

“Pukulan Riko di kepala gue. loe masih inget kan ?”

“Tentu”

“Tapi semua udah gue lalui dengan baik”

“Eh tunggu, selama seminggu ini loe kemana ? terus Keke ?” tanya gue lagi.

Rio tersenyum manis. “Seminggu ini, kami ngga kemana mana. Hanya diam di rumah. Keke merintah Mang Cipta untuk ngga kasih tau ke siapa siapa kalo kami ada di dalem rumah. Keke juga merintah pembantu untuk ngga membersihkan teras rumah kami. jadi seakan akan rumah itu ditinggal penghuninya”

“He ?”

“Selama itu pula, gue dan Keke merenungi diri. setelah gue sadar dari pingsan itu, gue inget semua. Semua tentang loe. Tentang kesetiaan loe, keikhlasan loe, kesabaran loe. Gue bilang ke Keke. Gue kasih pengertian ke dia. Kalo loe itu yang terbaik. Dalam amnesia gue, yang pengen gue inget hanyalah satu..yaitu sosok gadis yang nemenin gue dengan segala sifat kesetiaan, keikhlasan, dan kesabarannya. Loe yang gue cari Ag..” terang Rio.

“Yo..gue..”

“gue pengen loe selalu nemenin gue. bukan hanya disaat gue gila. Tapi disaat apapun. Temenin gue dengan kesetiaan loe, kesabaran loe, dan keikhlasan loe..”

“Gue..gue mau Yo”

“Gue sayang sama loe Ag..” Rio memeluk gue.

PROK..PROK..
Kami menoleh. Tampak Bu Salma, anak Magentha bersama pacar masing masing, Keke, Dea, dan..yang membuat gue terkesima..pasien pasien RSJ yang ikut tersenyum merayakan hari terindah ini..

Terima kasih semua..

Rio, berhasil mengubah pribadi seorang  Agni yang awalnya keras, menjadi lembut dan sabar. Gue belajar banyak dari semua yang gue dapet dari Rio dan RSJ ini. pelajaran yang sangat berarti, yang ngga akan pernah gue lupakan..

Love you All..

-TAMAT-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar