Dari jarak 10 meter tempatnya berdiri, Radit hanya mampu memandangi seorang gadis cantik yang sedang terduduk di taman. Sendirian. Dialah Asha, nama gadis yang telah lama disukai Radit. Asha yang cantik, anggun dan pintar. Membuat Radit ngga ada keberanian untuk mendekatinya. Terlebih belakangan, Asha diketahui telah mempunyai kekasih. Algha, seorang mahasiswa universitas negeri yang tampan, tajir dan jelas bukan tandingan Radit. Tapi dalam hati Radit bertekad untuk berusaha meraih cintanya, Asha.
"Hai, gue Radit" entah ada angin apa, Radit memberanikan diri mendekati kursi Asha di taman. Asha mengangkat wajahnya dari buku yang tengah ia baca.
"Gue tau" jawabnya cuek.
"Sendiri aja Sha ??" tanya Radit lagi agar pembicaraan tak terputus.
Asha memandang Radit sebentar lalu mengalihkan pandangannya kembali ke buku yang dibacanya. "Keliatannya sama loe kan ??"
Radit kehabisan kata kata. Sejak dulu, sikap Asha emang dingin. Tapi itu ngga membuat Radit nyerah gitu aja.
* * *
Suatu hari
Radit melihat Asha sedang gelisah di depan pintu gerbang. Tampaknya sedang menunggu seseorang. Tangan kanan Asha menggenggam N72 miliknya. Seringkali ia menatap layar ponselnya itu tanpa melakukan apa apa. Radit nekat menghampirinya.
"Hei" sapa cowo itu. Asha menoleh lalu membuang muka. Radit masih berdiri di sebelahnya.
"Lagi nunggu seseorang ??" tanyanya lagi. Asha mengangguk, wajahnya mengarah kearah lain. Lalu menempelkan ponselnya ke telinga. Ngga berapa lama, tangannya menggeram kesal. Telponnya tak kunjung diangkat.
"Loe nunggu jemputan ??kalo misal lama, bisa bareng gue kok" tawar Radit. Asha menatapi Radit dari atas hingga bawah.
"Sori ya, jangan sok tau deh loe jadi orang" ucapnya dengan nada meremehkan. Radit menunduk, ia merasa semakin tak pantas.
Algha menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia abaikan Blackberry yang terus berdering.
"Al, kok ngga diangkat ??" tanya seorang gadis berbehel yang duduk di sebelah Algha.
"Ngga penting" jawabnya singkat.
Gadis berbehel itu hanya membulatkan mulutnya membentuk huruf O, tanpa berkata apapun lagi.
* * *
Asha menangis dikamarnya. Andai beberapa waktu lalu ia tak menuruti kemauan sang kekasih. Andai malam itu, ia tak menatap mata Algha yang memberikan hipnotis tersendiri. Membuat pikirannya tak terkendali. Andai ia tak dapat menolak ajakan Algha. Tapi tidak, kakinya terus mengikuti langkah Algha, memasuki sebuah apartemen kosong milik sang kekasih. Bibir Asha pun tak dapat berkata apapun sewaktu Algha menarik lengannya, memasuki sebuah kamar. Kamar yang menjadi tempat terburuk dalam hidup Shilla. Dimana ia telah melakukan suatu dosa terbesar bersama sang kekasih. Satu awal dimana penderitaan Asha, dimulai.
Tapi mungkin kini saatnya Asha menuai hasil perbuatannya yang tanpa pikiran itu. Sudah beberapa hari lalu, ia mual mual. Bertambah kaget ketika pada tanggal tertentu, dirinya ngga mendapat tamu bulanan. Terdorong rasa takut sekaligus penasaran, suatu hari Asha memutuskan pergi ke apotek guna membeli tespack. Tanpa dia sadari, Radit yang kebetulan sedang lewat di jalan sekitar situ, melihat sosok Asha sedang berjalan menunduk memasuki apotek. Radit masih berdiri di tempatnya sampai Asha keluar dari apotek. Setelah itu dia berjalan menuju apotek tersebut.
"Mba, cewe yang barusan kesini beli apa ya ???" tanya Radit kepada petugas apotek.
"Oh perempuan tadi beli tespcak mas"
"Apa ??!!" oh . .makasih ya mba" Radit meninggalkan tempat itu dengan perasaan tak karuan. Rasanya langit diatasnya runtuh. Tapi Radit ngga mau berpikir macem macem. Sebisa mungkin Radit berpikiran positif, siapa tau itu untuk sodara ato orang lain?? bukan untuk Asha. Begitu pikiran Radit.
Keesokan paginya, Asha mencoba alat tersebut. Setelah menunggu beberapa lama, Asha terperanjat ketika melihat 2 garis berwarna merah terpampang di alat itu. Seketika dirinya langsung menangis. Apa yang akan dikatakannya apa ibu, orang tua satu satunya ???. Tapi ini bukan saatnya menangis. Secepatnya Asha bangkit dan pergi menuju rumah Algha.
* * *
Dari sela sela pagar tinggi rumah Algha, tampak seorang gadis berbehel yang tengah duduk di beranda rumah tersebut. Disampingnya ada Algha. Keduanya tampak akrab. Ngga lama, cewe berbehel itu kemudian masuk kedalam rumah. Meninggalkan Algha sendirian. Asha langsung menerobos pagar dan berjalan cepat ke beranda tempat Algha terduduk.
"Dasar cowo brengsek !!" cerca Asha dengan mendorong Algha kasar. Algha ngga terima lalu bangkit dari duduknya.
"Apa apan sih loe ?? pergi dan jangan ganggu gue" usirnya. Mungkin karna mendengar keributan diluar, gadis berbehel yang bernama Judith muncul dari dalam rumah. Dia beradu tatapan dengan Asha. Sama sama tak pernah merasa kenal satu sama lain.
"Loe siapa ??" tanya Judith duluan.
"Gue ?? heh mustinya gue yang nanya loe siapa ?? gue cewenya" ucap Asha.
Judith mendelik kepada Algha. "Gha, bener dia cewe kamu ??"
Algha sedikit kaget. "Hah ?? bu . .bukanlah. Aku bahkan ngga kenal siapa dia"
Asha tersentak, sakit hati ketika sang pacar ngga mengakuinya. Tapi dia ngga kehabisan akal. "Ini buktinya" Asha menunjukkan sebuah alat tes kehamilan yang disimpannya disaku jaket. Algha dan Judith tercengang melihat alat tersebut yang menunjukan 'positif'.
Judtih kembali mendelik kearah Algha. Ditatapnya tajam . .dan . .PLAKK !!.
"Brengsek kamu Gha" umpatnya. Algha menarik lengan Judith ketika gedis itu hendak pergi.
"dith, dengerin aku dulu . .aku cinta sama kamu dan dia ngga ada artinya buat aku. Waktu itu aku khilaf . .maaf Dith" Asha memandangi Algha dengan perasaan tak karuan. Hancur hatinya. Airmatanya mengalir deras ketika kekasih yang dibanggakannya sekarang bahkan enggan mengakui keberadaannya.
"Oke, sekarang kamu pilih Gha . .aku ato dia dan anaknya" tanya Judith sembari menunjuk Asha. Algha memandang Asha sebentar, lalu kembali menatap Judith.
"Jelas aku pilih kamu lah Dith. Kamu perempuan pilihan mama papahku. Aku ngga mau ngecewain mereka. Sekarang kamu percaya kan ??" Algha meyakinkan. Judith mengangguk. Sedangkan Asha ?? kehancuran hatinya mendorong kakinya untuk segera pergi dari tempat itu. Tak peduli hari itu hujan. Asha tetap melanjutakn langkahnya. Hatinya sangat sakit. Perih, remuk. Airmatanya mengalir dengan derasnya. Sebuah motor bebek hitam menghentikan motornya di depan Asha guna mencegat langkah gadis itu.
"Sha, Asha loe kenapa ??" tanya sang pengemudi yang ngga lain adalah Radit. Radit turun dari motornya dan segera menghampiri Asha. Belum sempat berkata lagi, tubuh Asha ambruk. Dia pingsan. Radit panik. Untung ada taksi lewat. Radit meninggalkan motor bebeknya dan menggendong Asha memasuki taksi menuju klinik.
@Klinik
"Gimana keadaan Asha dok ???" tanya Radit. Ibu dokter bukannya menjawab, malah tersenyum sangat ramah pada Radit.
"Selamat ya, anda akan menjadi seorang ayah"
Radit terbelalak. "Apa ?? maksud dokter ??"
"Sodari Asha tengah . . . . ." dokter menjelaskan tentang kondisi Asha yang sesungguhnya. Bagai tersambar petir Radit mendengarnya.
"Karna itu saya harap kepada anda untuk lebih disiplin menjada sodari Asha. Jangan biarkan dia stress ato kecapean"
"I . .iya dok"
Dibalik tirai, Asha mendengar percakapan sang dokter. Pilu.
‘Asha bener hamil ??' batin Radit. Tangannya mengepal. Setelah mengantar Asha pulang, Radit kembali ke tempat ia meninggalkan motor bebeknya. Dan menuju rumah Algha yang ngga jauh dari sana. Radit memang tau rumah Algha karna udah beberapa kali dia melihat Asha di rumah itu.
"Heh, gue mau ngomong sama loe" tegur Radit. Kebetulah Algha masih duduk di beranda. Tapi sendirian. Tampaknya Judith sudah pulang.
Algha heran. "Loe siapa ??"
"Loe tau pacar loe lagi hamil ??" tanya Radit.
"LOE SIAPA ??!!!" gertak Algha.
"Jawab dulu pertanyaan gue ?!!"
"Heh emang apa urusan loe ??!!"
"Loe musti tanggung jawab !!"
"Enak aja, loe tau ?? kami ngelakuin itu atas dasar suka sama suka. Dia aja yang gampangan" sela Algha meremehkan. Emosi Radit memuncak.
"Anjriiiitt loe ?? pengecut ?!!!" BUKK . ..Algha tersungkur.
"Heh, cari gara gara loe ??" Algha balas menonjok Radit.
Radit bangkit. "Dia anak loe bego ??!!! darah daging loe ??!!!!"
"Loe siapanya Asha ??"
"Gue. ..gue cowo yang ngga terima Asha disakitin sama siapapun. Apalagi sama cowo sinting macem loe"
"Haha . .yaudah, nikahin aja dia apa susahnya sih ?? ngga perlu loe maksa maksa gue, karna sampe matipun . .gue ngga akan nikahin dia. Inget itu !!" Algha memasuki rumahnya, meninggalkan Radit yang masih termenung dengan tatapan kosong.
* * *
Usaha Radit meminta pertanggungjawaban Algha tampaknya sia sia. Kini dia menyadari semua ngga ada gunanya. Sejak peristiwa di klinik itu, sikap Asha pada Radit jauh lebih melunak. Dan Radit pun memberikan perhatian ekstra sejak mengetahui kondisi Shilla yang sebenernya.
Suatu hari, Asha sedang pergi ke klinik diantar Radit. Ibu Asha takjub ketika membuka kamar anak perempuannya yang sangat berantakan. Hati wanita paruh baya itu tergerak untuk membereskan kamar Asha. Saat menggeser bantal, sebuah benda kecil terjatuh. Penasaran, ibu Asha memungut benda itu. Ibu Asha shock melihat sebuah tespack dengan 2 garis merah disana.
Sementara diluar, Asha dan Radit baru pulang. Baru saja memasuki rumah. Ibu Asha melangkah dengan tatapan tajam kearah Radit. Dan . .PLAKK ! tamparan panas mendarat dipipi cowo itu.
"Ibu apa apaan sih ??"
"Dasar cowo brengsek !!! kamu kan yang menodai anakku ??"
"Maksud ibu ?"
"Ini apa Asha ??!!!" ibundanya menunjukan benda yang tadi ditemukannya dikamar Asha. Sontak Asha langsung berlutut di kaki ibundanya sembari terisak.
"Maafin Asha bu . . .maafin Asha"
"Kenapa kamu nak ?? jawab ibu, Radit kan yang melakukan ini semua ??" tegur ibunda Asha dengan tegas. Asha menatap Radit dengan tatapan yang tidak bisa diterka. Radit menoleh kearah Asha sebentar. Lalu menghela nafas, dan menatap ibunda Asha.
"Iya Bu, saya yang melakukan ini semua" aku Radit. Asha terkejut bukan main.
"Ibu ngga mau tau, kalian harus secepatnya meresmikan hubungan kalian sebelum aib ini menyebar luas ke para tetangga dan sanak family" tegas ibu Asha.
"Tapi bu . ."
"Resmikan hubungan kalian ato jangan pernah menganggap aku ibumu lagi. Selamanya" ucap ibu Asha sembari meninggalkan keduannya.
Asha menyilahkan Radit untuk duduk di ruang tamunya. Untuk kesekian menit, ngga ada pembicaraan diantara keduanya. Asha menunduk.
"Maaf Sha" lirih Radit. Asha mengangkat wajahnya. "Untuk ??"
"Karna pengakuan gue. Loe jadi musti nikah sama gue"
Asha tersenyum. "Harusnya gue terima kasih sama loe. Ngga semestinya loe ngakuin hal yang bukan kesalahan loe . Tapi. . .tapi kenapa loe mau ngelakuin ini semua Dit ??"
"Karna . . karna gue sayang sama loe Sha"
"Radit. . ."
"Gue cinta sama loe sejak dulu. Tapi gue ngga ada keberanian untuk bilang sama loe" Airmata Asha menetes. "Algha brengsek Dit"
"Jadi bener Algha ??" Asha mengangguk lemah. Radit menggenggam tangan Asha.
"Apa gue gugurin aja ya Dit ??"
"Jangan Sha, bahaya. Dan dosa"
"Tapi ini bukan anak loe. Ini anak orang brengsek" Radit menaruh telunjuknya dibibir Asha.
"Gimanapun anak ini ciptaan Tuhan. Kita harus jaga dia Sha. Gue sayang sama loe tulus. Gue bakal terima loe apapun itu. Termasuk nerima status anak loe"
Asha semakin tersentuh. "Makasih dit"
* * *
Seminggu kemudian, mereka berdua meresmikan hubungannya. Dan semenjak itu pula Radit selalu menemani Asha. Algha ?? terdengar kabar ia sudah pindah keluar negeri. Tapi baik Asha maupun Radit sama sekali ngga mempedulikan itu. Asha sudah memutuskan untuk melupakan sosok paling brengsek dalam kehidupannya itu.
Suatu hari, kandungan Asha sudah menginjak waktunya. Radit membawa Asha ke rumah sakit. Tapi karna pada waktu itu adalah tengah malam, ngga ada taksi yang lewat. Ngga mungkin Radit meminta Asha memboncengnya dengan motor. Sementara Asha semakin mengeluh. Dengan menggendong Asha, Radit berjalan sejauh dia tempuh untuk mendapatkan kendaraan yang bisa mengantarnya ke rumah sakit. Cukup lama perjuangan Radit sampai dirinya menemukan sebuah mobil pick up yang berbaik hati memberikan tumpangan ke rumah sakit.
* * *
Radit gelisah di depan ruangan Asha melahirkan. Semenit dua menit tiga menit . . .sampai menit yang ngga Radit ingat lagi . .tangisan bayi memecah keheningan di rumah sakit itu. Radit bangkit dengan perasaan senang tak karuan.
"Dok, gimana sama istri dan anak saya ??" tanya Radit ketika sang dokter baru keluar dari ruang operasi.
"Anak anda perempuan, cantik sekali. Tapi . . ."
"Tapi apa dok ??"
"Istri anda terlambat dibawa kemari. Belum lagi, ibu Asha mengalami pendarahan hebat tadi. Kami sudah memberikan pertolongan secepat kami dapat. Tapi . . .semua usaha sia sia. Istri anda telah tiada" tutur Sang dokter.
Badan Asha serasa dilolosi tulang tulang. Lemas. Ingin menangis, tapi sekarang bukan waktunya menangis. Perlahan Radit langkahkan kaki menuju ruang bayi. Disana, terlihat papan bayi bertuliskan nama ibu : Marsha Andhiya
nama Ayah : Raditya Reksa
"Hai, gue Radit" entah ada angin apa, Radit memberanikan diri mendekati kursi Asha di taman. Asha mengangkat wajahnya dari buku yang tengah ia baca.
"Gue tau" jawabnya cuek.
"Sendiri aja Sha ??" tanya Radit lagi agar pembicaraan tak terputus.
Asha memandang Radit sebentar lalu mengalihkan pandangannya kembali ke buku yang dibacanya. "Keliatannya sama loe kan ??"
Radit kehabisan kata kata. Sejak dulu, sikap Asha emang dingin. Tapi itu ngga membuat Radit nyerah gitu aja.
* * *
Suatu hari
Radit melihat Asha sedang gelisah di depan pintu gerbang. Tampaknya sedang menunggu seseorang. Tangan kanan Asha menggenggam N72 miliknya. Seringkali ia menatap layar ponselnya itu tanpa melakukan apa apa. Radit nekat menghampirinya.
"Hei" sapa cowo itu. Asha menoleh lalu membuang muka. Radit masih berdiri di sebelahnya.
"Lagi nunggu seseorang ??" tanyanya lagi. Asha mengangguk, wajahnya mengarah kearah lain. Lalu menempelkan ponselnya ke telinga. Ngga berapa lama, tangannya menggeram kesal. Telponnya tak kunjung diangkat.
"Loe nunggu jemputan ??kalo misal lama, bisa bareng gue kok" tawar Radit. Asha menatapi Radit dari atas hingga bawah.
"Sori ya, jangan sok tau deh loe jadi orang" ucapnya dengan nada meremehkan. Radit menunduk, ia merasa semakin tak pantas.
Algha menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia abaikan Blackberry yang terus berdering.
"Al, kok ngga diangkat ??" tanya seorang gadis berbehel yang duduk di sebelah Algha.
"Ngga penting" jawabnya singkat.
Gadis berbehel itu hanya membulatkan mulutnya membentuk huruf O, tanpa berkata apapun lagi.
* * *
Asha menangis dikamarnya. Andai beberapa waktu lalu ia tak menuruti kemauan sang kekasih. Andai malam itu, ia tak menatap mata Algha yang memberikan hipnotis tersendiri. Membuat pikirannya tak terkendali. Andai ia tak dapat menolak ajakan Algha. Tapi tidak, kakinya terus mengikuti langkah Algha, memasuki sebuah apartemen kosong milik sang kekasih. Bibir Asha pun tak dapat berkata apapun sewaktu Algha menarik lengannya, memasuki sebuah kamar. Kamar yang menjadi tempat terburuk dalam hidup Shilla. Dimana ia telah melakukan suatu dosa terbesar bersama sang kekasih. Satu awal dimana penderitaan Asha, dimulai.
Tapi mungkin kini saatnya Asha menuai hasil perbuatannya yang tanpa pikiran itu. Sudah beberapa hari lalu, ia mual mual. Bertambah kaget ketika pada tanggal tertentu, dirinya ngga mendapat tamu bulanan. Terdorong rasa takut sekaligus penasaran, suatu hari Asha memutuskan pergi ke apotek guna membeli tespack. Tanpa dia sadari, Radit yang kebetulan sedang lewat di jalan sekitar situ, melihat sosok Asha sedang berjalan menunduk memasuki apotek. Radit masih berdiri di tempatnya sampai Asha keluar dari apotek. Setelah itu dia berjalan menuju apotek tersebut.
"Mba, cewe yang barusan kesini beli apa ya ???" tanya Radit kepada petugas apotek.
"Oh perempuan tadi beli tespcak mas"
"Apa ??!!" oh . .makasih ya mba" Radit meninggalkan tempat itu dengan perasaan tak karuan. Rasanya langit diatasnya runtuh. Tapi Radit ngga mau berpikir macem macem. Sebisa mungkin Radit berpikiran positif, siapa tau itu untuk sodara ato orang lain?? bukan untuk Asha. Begitu pikiran Radit.
Keesokan paginya, Asha mencoba alat tersebut. Setelah menunggu beberapa lama, Asha terperanjat ketika melihat 2 garis berwarna merah terpampang di alat itu. Seketika dirinya langsung menangis. Apa yang akan dikatakannya apa ibu, orang tua satu satunya ???. Tapi ini bukan saatnya menangis. Secepatnya Asha bangkit dan pergi menuju rumah Algha.
* * *
Dari sela sela pagar tinggi rumah Algha, tampak seorang gadis berbehel yang tengah duduk di beranda rumah tersebut. Disampingnya ada Algha. Keduanya tampak akrab. Ngga lama, cewe berbehel itu kemudian masuk kedalam rumah. Meninggalkan Algha sendirian. Asha langsung menerobos pagar dan berjalan cepat ke beranda tempat Algha terduduk.
"Dasar cowo brengsek !!" cerca Asha dengan mendorong Algha kasar. Algha ngga terima lalu bangkit dari duduknya.
"Apa apan sih loe ?? pergi dan jangan ganggu gue" usirnya. Mungkin karna mendengar keributan diluar, gadis berbehel yang bernama Judith muncul dari dalam rumah. Dia beradu tatapan dengan Asha. Sama sama tak pernah merasa kenal satu sama lain.
"Loe siapa ??" tanya Judith duluan.
"Gue ?? heh mustinya gue yang nanya loe siapa ?? gue cewenya" ucap Asha.
Judith mendelik kepada Algha. "Gha, bener dia cewe kamu ??"
Algha sedikit kaget. "Hah ?? bu . .bukanlah. Aku bahkan ngga kenal siapa dia"
Asha tersentak, sakit hati ketika sang pacar ngga mengakuinya. Tapi dia ngga kehabisan akal. "Ini buktinya" Asha menunjukkan sebuah alat tes kehamilan yang disimpannya disaku jaket. Algha dan Judith tercengang melihat alat tersebut yang menunjukan 'positif'.
Judtih kembali mendelik kearah Algha. Ditatapnya tajam . .dan . .PLAKK !!.
"Brengsek kamu Gha" umpatnya. Algha menarik lengan Judith ketika gedis itu hendak pergi.
"dith, dengerin aku dulu . .aku cinta sama kamu dan dia ngga ada artinya buat aku. Waktu itu aku khilaf . .maaf Dith" Asha memandangi Algha dengan perasaan tak karuan. Hancur hatinya. Airmatanya mengalir deras ketika kekasih yang dibanggakannya sekarang bahkan enggan mengakui keberadaannya.
"Oke, sekarang kamu pilih Gha . .aku ato dia dan anaknya" tanya Judith sembari menunjuk Asha. Algha memandang Asha sebentar, lalu kembali menatap Judith.
"Jelas aku pilih kamu lah Dith. Kamu perempuan pilihan mama papahku. Aku ngga mau ngecewain mereka. Sekarang kamu percaya kan ??" Algha meyakinkan. Judith mengangguk. Sedangkan Asha ?? kehancuran hatinya mendorong kakinya untuk segera pergi dari tempat itu. Tak peduli hari itu hujan. Asha tetap melanjutakn langkahnya. Hatinya sangat sakit. Perih, remuk. Airmatanya mengalir dengan derasnya. Sebuah motor bebek hitam menghentikan motornya di depan Asha guna mencegat langkah gadis itu.
"Sha, Asha loe kenapa ??" tanya sang pengemudi yang ngga lain adalah Radit. Radit turun dari motornya dan segera menghampiri Asha. Belum sempat berkata lagi, tubuh Asha ambruk. Dia pingsan. Radit panik. Untung ada taksi lewat. Radit meninggalkan motor bebeknya dan menggendong Asha memasuki taksi menuju klinik.
@Klinik
"Gimana keadaan Asha dok ???" tanya Radit. Ibu dokter bukannya menjawab, malah tersenyum sangat ramah pada Radit.
"Selamat ya, anda akan menjadi seorang ayah"
Radit terbelalak. "Apa ?? maksud dokter ??"
"Sodari Asha tengah . . . . ." dokter menjelaskan tentang kondisi Asha yang sesungguhnya. Bagai tersambar petir Radit mendengarnya.
"Karna itu saya harap kepada anda untuk lebih disiplin menjada sodari Asha. Jangan biarkan dia stress ato kecapean"
"I . .iya dok"
Dibalik tirai, Asha mendengar percakapan sang dokter. Pilu.
‘Asha bener hamil ??' batin Radit. Tangannya mengepal. Setelah mengantar Asha pulang, Radit kembali ke tempat ia meninggalkan motor bebeknya. Dan menuju rumah Algha yang ngga jauh dari sana. Radit memang tau rumah Algha karna udah beberapa kali dia melihat Asha di rumah itu.
"Heh, gue mau ngomong sama loe" tegur Radit. Kebetulah Algha masih duduk di beranda. Tapi sendirian. Tampaknya Judith sudah pulang.
Algha heran. "Loe siapa ??"
"Loe tau pacar loe lagi hamil ??" tanya Radit.
"LOE SIAPA ??!!!" gertak Algha.
"Jawab dulu pertanyaan gue ?!!"
"Heh emang apa urusan loe ??!!"
"Loe musti tanggung jawab !!"
"Enak aja, loe tau ?? kami ngelakuin itu atas dasar suka sama suka. Dia aja yang gampangan" sela Algha meremehkan. Emosi Radit memuncak.
"Anjriiiitt loe ?? pengecut ?!!!" BUKK . ..Algha tersungkur.
"Heh, cari gara gara loe ??" Algha balas menonjok Radit.
Radit bangkit. "Dia anak loe bego ??!!! darah daging loe ??!!!!"
"Loe siapanya Asha ??"
"Gue. ..gue cowo yang ngga terima Asha disakitin sama siapapun. Apalagi sama cowo sinting macem loe"
"Haha . .yaudah, nikahin aja dia apa susahnya sih ?? ngga perlu loe maksa maksa gue, karna sampe matipun . .gue ngga akan nikahin dia. Inget itu !!" Algha memasuki rumahnya, meninggalkan Radit yang masih termenung dengan tatapan kosong.
* * *
Usaha Radit meminta pertanggungjawaban Algha tampaknya sia sia. Kini dia menyadari semua ngga ada gunanya. Sejak peristiwa di klinik itu, sikap Asha pada Radit jauh lebih melunak. Dan Radit pun memberikan perhatian ekstra sejak mengetahui kondisi Shilla yang sebenernya.
Suatu hari, Asha sedang pergi ke klinik diantar Radit. Ibu Asha takjub ketika membuka kamar anak perempuannya yang sangat berantakan. Hati wanita paruh baya itu tergerak untuk membereskan kamar Asha. Saat menggeser bantal, sebuah benda kecil terjatuh. Penasaran, ibu Asha memungut benda itu. Ibu Asha shock melihat sebuah tespack dengan 2 garis merah disana.
Sementara diluar, Asha dan Radit baru pulang. Baru saja memasuki rumah. Ibu Asha melangkah dengan tatapan tajam kearah Radit. Dan . .PLAKK ! tamparan panas mendarat dipipi cowo itu.
"Ibu apa apaan sih ??"
"Dasar cowo brengsek !!! kamu kan yang menodai anakku ??"
"Maksud ibu ?"
"Ini apa Asha ??!!!" ibundanya menunjukan benda yang tadi ditemukannya dikamar Asha. Sontak Asha langsung berlutut di kaki ibundanya sembari terisak.
"Maafin Asha bu . . .maafin Asha"
"Kenapa kamu nak ?? jawab ibu, Radit kan yang melakukan ini semua ??" tegur ibunda Asha dengan tegas. Asha menatap Radit dengan tatapan yang tidak bisa diterka. Radit menoleh kearah Asha sebentar. Lalu menghela nafas, dan menatap ibunda Asha.
"Iya Bu, saya yang melakukan ini semua" aku Radit. Asha terkejut bukan main.
"Ibu ngga mau tau, kalian harus secepatnya meresmikan hubungan kalian sebelum aib ini menyebar luas ke para tetangga dan sanak family" tegas ibu Asha.
"Tapi bu . ."
"Resmikan hubungan kalian ato jangan pernah menganggap aku ibumu lagi. Selamanya" ucap ibu Asha sembari meninggalkan keduannya.
Asha menyilahkan Radit untuk duduk di ruang tamunya. Untuk kesekian menit, ngga ada pembicaraan diantara keduanya. Asha menunduk.
"Maaf Sha" lirih Radit. Asha mengangkat wajahnya. "Untuk ??"
"Karna pengakuan gue. Loe jadi musti nikah sama gue"
Asha tersenyum. "Harusnya gue terima kasih sama loe. Ngga semestinya loe ngakuin hal yang bukan kesalahan loe . Tapi. . .tapi kenapa loe mau ngelakuin ini semua Dit ??"
"Karna . . karna gue sayang sama loe Sha"
"Radit. . ."
"Gue cinta sama loe sejak dulu. Tapi gue ngga ada keberanian untuk bilang sama loe" Airmata Asha menetes. "Algha brengsek Dit"
"Jadi bener Algha ??" Asha mengangguk lemah. Radit menggenggam tangan Asha.
"Apa gue gugurin aja ya Dit ??"
"Jangan Sha, bahaya. Dan dosa"
"Tapi ini bukan anak loe. Ini anak orang brengsek" Radit menaruh telunjuknya dibibir Asha.
"Gimanapun anak ini ciptaan Tuhan. Kita harus jaga dia Sha. Gue sayang sama loe tulus. Gue bakal terima loe apapun itu. Termasuk nerima status anak loe"
Asha semakin tersentuh. "Makasih dit"
* * *
Seminggu kemudian, mereka berdua meresmikan hubungannya. Dan semenjak itu pula Radit selalu menemani Asha. Algha ?? terdengar kabar ia sudah pindah keluar negeri. Tapi baik Asha maupun Radit sama sekali ngga mempedulikan itu. Asha sudah memutuskan untuk melupakan sosok paling brengsek dalam kehidupannya itu.
Suatu hari, kandungan Asha sudah menginjak waktunya. Radit membawa Asha ke rumah sakit. Tapi karna pada waktu itu adalah tengah malam, ngga ada taksi yang lewat. Ngga mungkin Radit meminta Asha memboncengnya dengan motor. Sementara Asha semakin mengeluh. Dengan menggendong Asha, Radit berjalan sejauh dia tempuh untuk mendapatkan kendaraan yang bisa mengantarnya ke rumah sakit. Cukup lama perjuangan Radit sampai dirinya menemukan sebuah mobil pick up yang berbaik hati memberikan tumpangan ke rumah sakit.
* * *
Radit gelisah di depan ruangan Asha melahirkan. Semenit dua menit tiga menit . . .sampai menit yang ngga Radit ingat lagi . .tangisan bayi memecah keheningan di rumah sakit itu. Radit bangkit dengan perasaan senang tak karuan.
"Dok, gimana sama istri dan anak saya ??" tanya Radit ketika sang dokter baru keluar dari ruang operasi.
"Anak anda perempuan, cantik sekali. Tapi . . ."
"Tapi apa dok ??"
"Istri anda terlambat dibawa kemari. Belum lagi, ibu Asha mengalami pendarahan hebat tadi. Kami sudah memberikan pertolongan secepat kami dapat. Tapi . . .semua usaha sia sia. Istri anda telah tiada" tutur Sang dokter.
Badan Asha serasa dilolosi tulang tulang. Lemas. Ingin menangis, tapi sekarang bukan waktunya menangis. Perlahan Radit langkahkan kaki menuju ruang bayi. Disana, terlihat papan bayi bertuliskan nama ibu : Marsha Andhiya
nama Ayah : Raditya Reksa
Radit tersenyum. "Meskipun aku bukan ayah kamu, tapi aku akan menyayangi kamu. Seperti aku menyayangi ibunya. Semoga kamu tenang disana Asha. Tanpa memikul derita lagi. Aku akan mengikhlaskan kepergianmu. Dan anakmu kuberi nama Rasha. Perpaduan nama kita berdua. Raditya dan Marsha"
* * *
peristiwa itu sudah berlangsung 5 tahun lalu. Kini Radit sudah mendapat kedudukan sebagai karyawan di sebuah perusahaan asing terkemuka di Jakarta dengan penghasilan diatas rata rata.
* * *
Radit berdiri dengan gelisah. Bersandar di kap mobil Honda CR-V miliknya. Bolak balik Radit menatapi jam di tangannya. Ngga lama, pintu gerbang TK Pertiwi terbuka. Bergerombol bocah bocah penghuni taman belajar itu menyeruak berebut keluar. Disela sela anak anak lain, muncul seorang anak perempuan cantik bermata sipit yang berlari kearah Radit.
"Ayahh" panggilnya.
"Rasha"
-ENDING-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar