Jumat, 05 November 2010

Mentari Hidup Safika ::cerpen::

Angin berhembus semilir mengiringi langkah empat orang pemuda yang cukup popular di Universitas terkemuka tempat mereka belajar sekarang. Semua mata terutama para gadis tertuju pada mereka, siapa yang tak kenal dan tidak terpesona pada mereka berempat? Sekawan yang sangat disegani oleh siapapun. Mereka adalah Jona, Raga, Steve, dan Mario.

Tapi sayang mereka terkenal bukan hanya karena prestasi yang mereka buat, mungkin karena memiliki segalanya mereka merasa bisa melakukan apapun sesuka mereka, tanpa peduli apakah itu salah atau benar. Hal yang paling benar menurut mereka adalah hal yang membuat mereka senang.

Kantin kampus hari ini cukup ramai, mungkin karena cuaca di luar sangat terik, sehingga banyak mahasiswa yang pergi ke tempat itu untuk sekedar melepas haus. Hampir tak ada tempat tersisa untuk Mario, Raga, Jona, dan Steve duduk. Tapi tentu ini bukan masalah untuk mereka.

Jona  berdiri di samping sebuah meja yang ia ingin ia tempati. Dengan kasar ia menumpukan tangannya pada meja dan sontak membuat kaget orang yang menempati meja itu.

“minggir lo!” perintah Jona dengan angkuhnya.

Tidak ingin cari mati, orang-orang yang ada di meja itupun memilih beranjak dan pergi. Kini meja itu ditempati oleh Jona, Raga, Steve, dan Mario.

“Yo, Rea tu!” kata Steve sambil menunjuk seorang gadis yang baru saja memasuki kantin. Gadis yang ia ketahui sebagai incaran Mario.

“semalem abis gue cobain.” Jawab Mario dengan tenang.

“ancrit! Gokil lo, Yo!” tanggap Jona.

Mario  tertawa enteng. “Siapa sih yang ngga takluk sama Mario ?”

“cewe kaya dia mah gampang! Kalo lo bisa cobain yang itu, baru gue akui lo hebat!” tantang Raga sambil menunjuk seorang gadis yang sedang duduk sendiri di salah satu meja. Gadis itu tampak sangat polos, rambutnya yang hitam dan sedikit ikal dibiarkan tergerai, pakaiannya nampak berbeda dengan kebanyakan mahasiswi lain, ia lebih memilih menggunakan kemeja berwarna baby blue dengan stelan rok panjang, gaya yang mungkin sudah dianggap kampungan oleh kebanyakan orang yang melihatnya. Beberapa buku tebal tertumpuk didepannya yang menggambarkan ia seseorang yang bertekat untuk sekolah.

“wei.. itu bukan Mario banget! Gayanya aja 11-12 sama pembokat gue!” tanggap Jona sambil menyalakan ujung rokoknya.

“tapi tampangnya nggak kalah sama artis bro..” sangkal Steve.”tinggal dipermak dikit juga Pevieta Pierce kalah cakep!”

“emang siapa dia?” Tanya Mario sambil sekilas memperhatikan gadis yang dimaksud Raga.

“namanya Safika, tapi biasa dipanggil Fika dia anak fakultas sebelah, kuliah di sini karena dapet beasiswa, orang kampung tulen! Dia itu polos banget, Debo godain dia aja malah ditampar, gue godain ditinggal kabur.” Jelas Raga.

“masih ada cewe model gituan jaman sekarang? nggak percaya gue!” tanggap Jona meremehkan.

“tapi bisa juga, Jon! Gimana kalo kita jadiin dia taruhan?” ujar Steve.

“taruhan gimana maksud lo?” Tanya Raga.

“siapa yang bisa tidur sama dia, kita angkat jadi leader!”

Raga, Jona, dan Mario nampak berfikir.

“Deal!” jawab Jona mantab.

“gue juga!” jawab Raga.

“lo, Yo?”

“siapa takut?”

“Oke, pertarungan..dimulai” tegas Steve.

- + ^ + -

Fika sedang kerepotan membawa tumpukan buku tebal yang baru saja ia pinjam dari perpustakaan untuk menghadapi ujian yang sebentar lagi datang. Tak jauh dari tempat itu, Mario memperhatikan gerak-gerik gadis itu, sebuah senyum licik terpasang di bibirnya setelah sebuah rencana untuk mendekati gadis itu terlintas di benaknya.

BRAK!

Semua buku yang Fika bawa jatuh berhamburan karena tidak sengaja menabrak seseorang, beruntung keduanya tidak sampai terjatuh.

“maaf, saya nggak liat.” Ucap Fika sambil membereskan buku-bukunya.

“eh, iya, sini gue bantu beresin.” Jawab orang yang Fika tabrak sambil berjongkok dan membantu Fika.

“ni, buku lo!” kata orang itu sambil memberikan beberapa buku yang berhasil ia rapikan.

fika  tercekat saat melihat siapa orang yang ia tabrak, walaupun ia tidak banyak bergaul dengan mahasiswa lain, tapi ia cukup tau siapa orang itu. mario, mahasiswa senior yang berada dua tingkatan di atasanya. fika terus menunduk ketakutan.

“ma.. maaf kak mario, saya tidak sengaja.” Ucapnya terbata.

“gue tadi bilang nggak papa! Kenapa lo ketakutan gitu? Emang lo liat gue kaya monster?” canda mario ramah, sama sekali tak seperti yang fika bayangkan, ia kira ia akan dibentak bahkan mendapat pukulan seperti temannya yang lain saat membuat kesalahan pada mario.

fika memberanikan diri menatap laki-laki tampan di hadapannya. Ia sedang tersenyum manis. Serentak fika merasakan jantungnya ingin melompat dari tempatnya dan darahnya mendesir kuat saat melihat senyuman itu. Sungguh menawan.

“ganteng kan gue? Ngapain lo takut coba?” Tanya mario sambil menatap fika lembut. Tatapan itu benar-benar membuat fika tenang.

“siapa nama lo?”

“nama saya safika, kak.”

“nama lo cantik.”

“em.. makasih, kak, maaf sekali lagi, kak, saya permisi.” Pamit fika kemudian melangkah melalui samping mario.

“gue maafin elo, tapi gue nggak bilang lo boleh pergi!” ucap mario  pelan tetapi tegas saat fika berdiri tepat di sebelahnya. fika memilih tidak melanjutkan langkahnya, Ia tau sedang berhadapan dengan siapa sekarang, dan menentangnya sama saja bunuh diri.

Ternyata mario hanya meminta fika untuk menemaninya mengobrol dan bertukar pikiran di tepi koridor kampus.  fika menemukan sisi lain dari seorang mario yang disegani banyak orang, ia adalah orang yang cerdas dan berpikiran luas. Sementara mario, ia juga merasa tertarik pada gadis itu, ia sangat berbeda dengan gadis kebanyakan. Cukup lama mengobrol dengan safika membuat mario lebih sedikit mendalami pribadi gadis lugu itu. tapi baru sedetik merasa kagum, mario menggelengkan kepala.

‘ah apaain sih loe Yo ?? inget taruhan loe’ pikirnya.

- + ^ + -  


Sore ini, mario meminta fika untuk menemaninya ke suatu tempat. Karena memang semenjak kejadian tempo hari mereka menjadi dekat, fika mau saja menemani mario. Tadi mario menjemputnya di tempat ia kost selama berada di Jakarta.

Sekarang mereka bersandar di depan kap mobil Toyota Rush hitam milik mario yang terparkir menghadap sebuah danau yang berukuran tidak terlalu besar. Pemandangan di danau itu benar-benar indah dan masih sangat asli di tengah ibu kota yang mulai ditumbuhi gedung-gedung pencakar langit.

fika mengamati mario yang berdiri di sebelahnya. mario menunduk sambil mengunyah permen karet, kedua tangannya ia masukan ke dalam saku celana jeansnya, sementara kaki kanannya ia pijakan pada bemper mobil. Sungguh siluet yang sangat mempesona yang ditambah lagi dengan efek kemerahan dari matahari senja.

“kakak kenapa mengajak saya ke sini?” Tanya fika mengakhiri keheningan mereka semanjak beberapa waktu sebelumnya.

“nggak ada, cuma mau nunjukin ini semua ke elo aja, lo suka?” jawab mario setelah memuntahkan permen karetnya.

“suka, kak, makasih.”

“menurut lo, gue orang yang kaya apa?”

“kak mario itu, baik, pinter, dewasa, dan ganteng!” jawab fika dengan polosnya, hampir sama seperti seorang anak taman kanak-kanak yang diberi soal yang sangat mudah oleh gurunya.

“ganteng?” Tanya mario sekali lagi, entah kenapa ia sangat senang dipuji oleh gadis polos ini. Dengan pipi yang mulai merona, fika mengangguk malu. Melihatnya, mario jadi merutuki dirinya sendiri karena teringat tujuan awalnya mendekati fika.

“gue nggak sebaik yang lo kira, gue itu cowo bejat! Bajingan!” aku mario. Miris.

“maksud kakak? Saya nggak ngerti.” Tanya fika polos.

“nanti juga lo ngerti! gue bakal batalin niat gue sama elo, dan gue mohon lo jangan pernah deket-deket sama Jona, Raga, Jona, Raga, Steve.!”

“emang kenapa? Mereka baik kok sama saya?”

“jadi mereka juga deketin lo? Udah sedeket apa? Lo nggak diapa-apain kan sama mereka?” Tanya mario panik.

 “kakak kenapa sih? Saya sama mereka nggak sedeket sama kakak kok.”

“nanti bakal gue jelasin! Tapi lo jangan pernah deket-deket sama mereka!”

Walau masih bingung, fika menangguk. Mereka melupakan sejenak masalah tadi dan memilih menikmati keindahan matahari yang mulai tenggelam.

Saat ini mario sudah merasakan yang dinamakan jatuh cinta dalam arti sebenarnya. Gadis di sampingnya sudah mencuri hatinya. Gadis yang sangat berbeda, polos, cerdas, baik, dan cantik, kecantikan yang sangat alami dari wajahnya juga dari hatinya. Untuk pertama kalinya ia merasa harus menjaga seorang wanita dengan segenap jiwa dan raganya, bukan memiliki seluruhnya apa yang dimiliki gadis itu.

- + ^ + -

Jona, Raga, Steve, dan Mario.berkumpul di rumah mario. Rumah yang amat besar, namun juga sangat sepi. Rumah ini hanya dihuni oleh mario dan beberapa pelayan. Orang tuanya sangat sibuk bekerja, hampir tidak pernah mereka singgah ke istana yang mereka bangun sendiri itu.

“gue mau taruhan kita soal fika dibatalin!” ujar mario tegas. Serentak yang lain menoleh padanya.

“nggak bisa gitu dong! Kita kan udah sepakat !!” tolak steve.

“heh! Dia terlalu baik buat kita hancurin! Dia..terlalu suci” mario meninggikan nada bicaranya.

“oh.. lo udah jatuh cinta sama cewe kampungan itu?” Tanya steve meremehkan.

“jaga omongan lo!” bentak mario.

“atau, lo pengen nikmatin dia sendiri tanpa gangguan kita?” desak steve.”sory! kali ini gue nggak akan ngalah sama elo! Gue bakal depetin tubuh fika!”

steve melangkah pergi dari rumah itu.

“Ck, steve kenapa sih ??” tanya raga bingung.

“Yang harusnya loe tanyain itu mario, loe kenapa Yo ?? biasanya masalah kaya begini, loe ngga mau ngalah ?” jona menanyai mario.

mario mengedikkan bahu. “Seminggu. Seminggu gue mencoba deketin fika Gue tau kepribadiannya. Gue tau sifatnya. Walau hanya sedikit. Tapi itu bikin gue sadar, kalo dia ngga pantes kita jadiin bahan taruhan bejat ini”

“Maksud loe ??”

“Dia terlalu suci, terlalu polos. kalo gue mau, gue bisa tidurin dia sejak kemaren kemaren. Karna apa ?? karna dia kelewat polos. terlalu lugu”

“Nah kenapa ngga loe lakuin aja ?? dia udah mau, dan untungnya, loe bakal menang” tutur raga.

mario menggeleng. “Gue ngga tega Sob, Ify terlalu putih. Gue…gue jatuh cinta sama dia”

jona dan raga terbelalak. “Serius ?? dia..dia bukan tipe loe banget”

“Gue tau Vin, tapi gue rasa..Cuma dia yang bisa merubah gue. Gue pengen berubah. Gue bakal tinggalin image Mario yang bajingan. Sekarang, gue mau jadi Mario yang baru…melalui fika” kata mario yakin.

“Gue salut sama loe Yo. Kita dukung deh. Dan sebagai sobat yang baik, gue mutusin untuk mundur dari taruhan ini. gue sebisa mungkin gue juga bakal berubah. Gue ngga mau nyakitin azizah yang ada diluar negeri sana” ucap jona. jona memang tak jomblo lagi. azizah, pacarnya sejak SMA tengah menempuh pendidikan di negeri orang. tanpa sepengetahuan azizah, jona sudah berkali kali mendekati gadis lain untuk menghilangkan rasa sepinya. Tapi setelah mendengar tekad kawannya untuk berubah, jona jadi tersentuh dan berniat berubah. Setia pada satu cinta..azizah.

mario tersenyum. “Gue juga dukung loe jon”

“Mmm..kalo jona mundur, gue juga mundur deh. Gue ngga mau ini taruhan ini makin memperburuk keadaan” ceplos raga.

mario dan jona sama sama tersenyum.

“Jadi..kalian dukung gue sama fika ??” tanya mario lagi.

Keduanya mengangguk.

“Masih ada 1 penghalang Yo” kata jona.

“Siapa ??”

“steve. Kalo loe serius sama fika, loe jagain dia. Loe tau kan siapa steve ?? dia nekatan”

Ucapan jona, membayang terus di pikiran mario.


- + ^ + -

Entah mengapa firasat mario menjadi tidak enak saat melewati salah satu bagian kampusnya yang sepi. Saat ini hari sudah beranjak malam dan langitpun sudah gelap. Ia tiggal karena ada urusan yang harus ia selesaikan dengan dosen pembimbingnya. Sayup-sayup ia mendengar teriakan minta tolong, suara itu sangat dikenalnya. Tanpa berpikir panjang lagi, mario segera berlari ke arah sumber suara.
mario sangat terkejut saat melihat steve memepet fika pada tembok dan mencoba mendekatkan wajahnya pada fika yang terus-terusan mencoba berontak.

BUG!

Bogem mentah mario melayang di pipi steve hingga sahabatnya itu tersungkur.

“brengsek lo!” umpat mario sambil menarik tangan fika yang masih ketakutan ke belakang badannya.

“kalo gue brengsek lo apa?” tantang steve sambil menegakkan tubuhnya.”lo nggak jauh beda sama gue!” lanjutnya sambil mengelap kasar ujung bibirnya yang berdarah dengan punggung tangannya.
mario terpaku mendengar perkataan steve. Hati kecilnya membetulkan perkataan sahabatnya itu.

“dan gue tau lo lebih terima ini daripada fika tau semua rencana kita!”

BUG! BUG!

steve membalas pukulan fika dan kemudian beranjak pergi. mario tidak bergeming dan tidak membalasnya lagi. Perlahan darah segar mengalir dari hidung dan sudut bibir fika.

- + ^ + -

 Perlahan fika mengobati luka bekas pukulan steve di wajah mario. Ia bersedia menemani mario pulang ke rumahnya untuk mengobati luka itu.

“fik, gue rasa saatnya lo tau semua tentang gue.” Kata mario sambil menunggu fika membereskan obat-obatan yang baru saja ia pakai.

“memang seharusnya saya tau, karena sepertinya kakak menyembunyikan sesuatu tentang saya.” Jawab fika sambil duduk di sebelah mario setelah selesai membereskan obatnya.

Perlahan mario menceritakan semua tentang dirinya. Seorang laki-laki yang tumbuh tanpa perhatian orang tuanya hingga ia lari ke pergaulan bebas yang sudah benar-benar di luar batas. Mario si cassanova yang mampu menaklukan wanita manapun hingga bertekuk lutut dan menyerahkan semua yang ia punya, termasuk kehormatan mereka padanya. Semua rencana yang ia bangun bersama Jona, Raga, Steve pada fika. Dan yang terpenting, ia mengaku dengan segenap hatinya kalau ia menyesal dan ingin berubah.

“fik, maafin gue! Gue nyesel sama semuanya, bantu gue jadi mario yang lebih baik lagi.”

Dengan gerakan cepat fika menghapus air matanya. Jujur saat ini perasaannya sangat kacau, terharu dengan kisah hidup mario, kecewa pada pangeran hatinya, dan juga senang jika mario akan benar-benar berubah.

“pasti, kak! Saya mau bantu kakak.” Jawab mario mantab.

- + ^ + -

“fika, gue sayang elo.” Aku mario saat ia sedang bercanda berdua bersama fika di halaman belakang rumahnya yang sangat luas, indah, dan nyaman.

”sama seperti rasa yang tidak mampu dikatakan awan pada hujan, sebuah rasa yang dimiliki sang Adam untuk Hawa.” Lanjut mario setelah mengetahui fika tidak terlalu paham dengan apa yang ia maksud.

“kakak serius?” Tanya fika memastikan apa yang ia dengar, dan entah kenapa hanya kata itu yang mampu ia ucapkan. mario mengangguk sambil tersenyum manis.

“saya mencintaimu, safika! Bagaimana denganmu?”

Belum sempat fika menjawab tetesan hujan turun dari langit. Entah mengapa hal ini terjadi tiba-tiba, padahal petang-petang sebelumnya tidak turun hujan.

“em.. nampaknya hujan ini turun untuk merestui cinta saya untuk kakak, membisikan semua yang belum sempat ia katakan pada awan, kata itu ’saya juga mencintaimu’.”

Hujan semakin deras turun mengguyur bumi ini dan juga tubuh dua anak manusia yang sedang diselimuti indahnya cinta. mario dan fika tetap bercanda di bawah guyuran hujan yang cukup deras petang ini.

Sayangnya, tak ada yang bisa memperingatkan mereka akan apa yang telah mereka lakukan. Sebuah kekeliruan besar..

mario, tak ubahnya dengan steve. .

- + ^ + -

2 minggu kemudian..

“hoek…” pagi ini fika terus-menerus merasa mual dan muntah berkali-kali. Sambil menumpukan tangannya pada tepian wastafel, ia melihat pantulan wajahnya dari cermin di hadapannya. Perlahan cairan bening itu menuruni pipinya.  Menyesali sebuah perbuatannya yang menghancurkan masa depannya dalam sekejap. Wajah orang tuanya juga berkelebat nyata di pelupuk matanya yang kini terpejam. Orang-orang yang sedang menumpukan harapan besar padanya dan selalu memberikan yang terbaik yang mereka mampu lakukan untuknya.

Tangan kanannya yang masih bergetar memegang sebuah alat bergambar dua buah garis merah. Kini benih  mario  hidup dalam rahimnya. Entah mengapa waktu itu ia tak sanggup menolak setiap perlakuan mario padanya. Tatapan mata mario  yang tenang sungguh menghipnotisnya. Ditambah suasana yang sangat mendukung malam itu. Tapi tak sepenuhnya juga ia menyalahkan mario, ia sadar kalau ia pun tidak sanggup menjaga kehormatannya sendiri. Dan satu-satunya yang sama sekali tidak bersalah dan harus ikut menganggung semuanya adalah bayinya.

Setelah membasuh wajahnya agar tidak terlihat terlalu sembab, fika melangkah keluar dari toilet. Diraihnya tas selempang berwarna putih dan melangkah pasti untuk menemui mario. mario yang sudah berjanji akan mempertanggungjawabkan perbuatannya jika terjadi sesuatu pada fika.

- + ^ + -

Betapa hancurnya hati fika saat menapaki ruang tamu rumah mario. Matanya menangkap pangerannya sedang bercanda mesra dengan seorang gadis yang sangat cantik dan berpenampilan modis. Ia yakin gadis itu sebaya dengannya.

“kak mario!” pekik fika tidak sengaja, matanya pun sudah cembung dengan air mata. Tanpa berpikir panjang lagi ia segera membalikan badannya dan berlari menjauh.

“fika!!” seru mario sambil mengejar fika menyadari fika sudah berpikiran yang tidak-tidak padanya.”aku bisa jelasin semuanya!” tambahnya, namun sayang fika sudah pergi dengan taksi yang kebetulan lewat.

Tak ada gunanya mengejar fika saat ini. Tak ada penjelasan yang bisa ia terima.

“kak mario, lo nggak kejar dia?” Tanya gadis yang tadi bersama Rio.

“percuma, dek, dia pasti belum bisa dengerin penjelasan gue, besok aja gue jelasin semua.” Jawab mario sedikit frustasi dan kemudian meloyor pergi menuju kamarnya.

- + ^ + -

Berkali-kali mario mengetuk pintu kost fika, tapi tetap saja tidak ada jawaban, tampaknya ruangan di depannya kosong.

“nak, anda nak mario ya?” Tanya seorang ibu yang kira-kira berusia setengah baya, mengagetkan mario.

“iya, bu, Ibu tau dimana penghuni kamar ini?”

“tadi pagi-pagi sekali dia sudah pergi, sepertinya dia nggak balik ke sini nak, pulang ke kampungnya.”
mario tersentak mendengar jawaban ibu itu. Tega sekali fika pergi tanpa pamit dan meninggalkan masalah seperti ini. Apa ia mau membiarkan mario bersalah seumur hidup?

“ibu tidak bohong?” Tanya mario sedikit tidak percaya.

Ibu tadi menggeleng.

“ini Ify menitipkan surat pada ibu.”

Ibu itu menyerahkan sepucuk surat yang masih terbungkus rapi dalam sebuah amplop putih kemudian pergi meninggalkan mario. Cepat-cepat mario membuka surat itu dan membacanya.

Kepada kak Mario,
    Kak, maaf saya pergi tidak pamit, dan maaf saya tidak mampu merubah kakak. Ternyata kakak masih sama seperti dulu. Biarkan rasa sakit ini saya tanggung sendiri. Saya pergi, kak.
Oh iya, keterlaluan kalau saya tidak berterima kasih pada kakak. Tarima kasih kakak sudah mengajari saya apa itu cinta yang tulus, sungguh semuanya sangat indah, kak. Walaupun hanya seperti mimpi dan sekarang saya harus terbangun, tapi dalam mimpi itu saya pernah memiliki seorang pangeran yang sangat tampan dan sangat baik, kesan itu tak akan berubah sampai kapanpun. Karena kalaupun saya bisa berhenti mencintai kakak, tapi rasanya tidak mungkin, saya akan selalu mengingat kalau saya pernah mencintai kakak.
Ternyata bersama kakak selamanya sama saja dengan mendekap matahari, sangat tidak mungkin bagi saya. Tapi setidaknya sekarang percikan cahaya terang kakak ada bersama saya dan hidup di rahim saya. Saya akan selalu menjaganya dengan segenap jiwa dan raga saya.
Sekian, kak, maaf kalau sampai ujung surat ini saya pernah berbuat kesalahan pada kakak.
Salam,

safika

mario mencelos membaca surat itu. Tekatnya semakin bulat untuk menemui fika dan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.

- + ^ + -

“fika!” seru mario saat melihat perempuan yang sangat ia rindukan sedang bermain-main dengan beberapa orang anak kecil.

mario menyusul fika ke desanya.

 fika sangat terkejut melihat mario datang. Ia menyuruh anak-anak yang tadi menemaninya bermain untuk segera masuk ke dalam rumah.

“mau apa kakak ke sini?” Tanya fika tegas.

“aku mau ketemu kamu, wanita yang paling aku cintai, aku mau mempertanggungjawabkan semuanya.”

“nggak perlu! Mau berapa kali kakak bertanggung jawab untuk kesalahan yang kakak buat?” jawab fika membentak.

“perempuan itu Tiara, kamu masih inget siapa kan? Dia adikku yang tinggal di luar negeri.”

mario berlutut di hadapan fika.

“aku bukan matahari seperti yang kamu bilang, aku cuma manusia biasa, manusia yang ingin dan selalu bisa kamu dekap, manusia membutuhkan kamu untuk terus bertahan, aku yang membutuhkan kamu untuk menahan aku yang sudah lelah terbang, aku di sini untuk kamu dan untuk menjadi ayah yang baik untuk anak kita.”

fika memengang lengan mario dan menyuruhnya berdiri. mario tetap tak mau berdiri.

“saya sudah maafin kakak.”

“saya akan meninggalkan sangkar emas saya, menjemput kebebasan saya dengan kamu di tempat ini, saya mau menikahimu, untuk yang pertama dan terakhir, bersediakah kamu?” pinta mario tanpa 
mempedulikan ucapan fika.

Tanpa menjawab fika memeluk mario. Ia percaya mario tak main-main saat ini. Ia tak lagi ragu untuk menemui kebahagiaannya yang sejati. Cinta itu berhasil menemukan tujuannya sendiri, walaupun jalan itu sungguh sangat rumit.  Karena memang Tuhan Sang Maha Cinta hanya akan memberikan ujung yang indah pada semua umatnya yang percaya bahwa cinta itu baik adanya.  

Percayalah! Dosa akan tetap menjadi dosa, tapi tak ada kata terlambat untuk mengakhirinya dan menukarnya dengan beribu kebaikan. Bukan dengan menjadi matahari karena kita hanya manusia yang tak pernah menjadi sempurna tanpa orang lain.
>> the end..





1 komentar:

  1. ohhh ini yang di wackwall yaa...
    asseekk akhirnya baca juga hihi

    BalasHapus